Sejarah Singkat Perawi Hadits
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits dan Sunnah baik secara struktural maupun fugsional disepakati oleh lebih banyak didominasi muslim dari aneka macam Mazhab, sebagai sumber aliran Islam karena dengan adanya Hadits dan sunnah itulah aliran Islam menjadi jelas, rinci, dan sepesifik. Sepanjang sejarahnya Hadits-Hadits yang tercantum dalam aneka macam kitab Hadits yang ada telah melalui peroses penelitian ilmiah yang rumit, sehingga menghasilkan kualitas Hadits yang diinginkan oleh para penghimpunnya.
Untuk megetahui Hadits-Hadits yang benar-benar berkualitas dan sanggup mendapatkan amanah maka tidak terlepas dari problem siapa perawinya kemudian dari mana mereka mendapatkan Hadits bahkan hingga kepada bagaimana cara mereka meriwayatkan Hadits. Kemudian untuk membedakan generasi dan tingkatan di kalangan Muhadditsin, ulama menawarkan istilah Thabaqah. Hal ini juga difungsikan untuk menghindari beberapa kesalahan di dalam periwayatan Hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Sejarah singkat Abu Hurairah
2. Sejarah singkat Abdullah bin Umar
3. Sejarah singkat Anas bin Malik
4. Sejarah singkat Aiysah Umm al-Mu’minin
5. Sejarah singkat Imam Bukhari
6. Sejarah singkat Imam Muslim
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui para tokoh-tokoh ulama hadist.
2. Untuk mengetahui biografi singkat para ulama hadist.
BAB II
SEJARAH SINGKAT PERAWI HADITS
1. Abu Hurairah
Nama Abu Hurairah r.a. dilahirkan 19 tahun sebelum Hijrah, nama bersama-sama sebelum dia memeluk agama Islam tidaklah diketahui dengan jelas, tetapi pendapat yang masyur yaitu Abd Syams. Nama Islamnya yaitu Abd al-Rahman. Beliau berasal daripada qabilah al-Dusi di Yaman. Abu Hurairah r.a. memeluk Islam pada tahun 7 Hijriah ketika Rasulullah SAW berangkat menuju Khaibar. Ketika itu ibunya masih belum memeluk Islam malah menghina Nabi. Abu Hurairah r.a. kemudian bertemu dengan Rasulullah SAW dan meminta baginda berdoa biar ibunya masuk Islam. Kemudian Abu Hurairah r.a. menemui ibunya kembali, mengajaknya masuk Islam. Ternyata ibunya telah berubah, bersedia mengucapkan dua kaliamt syahadat.
Apabila pulang dari perang Khaibar, Rasulullah SAW memperluaskan Masjid Nabawi ke arah barat dengan menambah ruangan sebanyak tiga tiang lagi. Ketika dilihatnya Rasulullah SAW turut mengangkat batu, ia meminta biar dia menyerahkan kerikil itu kepadanya. Rasulullah SAW menolak seraya bersabda. “Tiada kehidupan sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat”.
Abu Hurairah r.a. perna tersilap menimbang masakan yang enak sehingga dia dikenakan eksekusi dipukul oleh Rasulullah SAW. bagaimanapun Abu Hurairah r.a. gembira “karena Nabi menjanjikan akan memberi syafaat kepada orang yang pernah merasa disakitinya secara sengaja atau tidak,” katanya.
Begitu cintanya kepada Rasulullah SAW sehingga siapapun yang dicintai, ia kut mencintanyai. Misalnya, ia suka mencium Hasan dan Husain, karena melihat Rasulullah SAW mencium kedua cucunya itu.
Gelar Abu Hurairah r.a. yaitu kerena kegemarannya bermain dengan anak kucing. Diceritakan pada suatu masa ketika Abu Hurairah r.a. bertemu Rasulullah SAW dia ditanyai apa yang ada dalam lengan bajunya lantas dia diberi gelar Abu Hurairah r.a. oleh Rasulullah SAW. semenjak itu dia lebih suka dikenali dengan gelaran Abu Hurairah r.a.
Abu Hurairah r.a. berpindah ke Madinah untuk mengadu nasib, bekerja menjadi buruh kasar bagi siapa yang memerlukannya, sering kali dia mengikatkan kerikil ke perutnya, karena menahan lapar yang amat sangat. Malah diceritakan bahwa dia pernah berbaring berhampiran mimbar masjid sehingga orang menyangka dia kurang waras. Apabila Rasulullah SAW mendengarkan perkataan tersebut, baginda menemui Abu Hurairah r.a. yang menjelaskan bahwa dia berbuat sedemikian karena lapar, kemudian Rasulullah SAW pun segera menawarkan makanan.
Abu Hurairah r.a. yaitu sahabat yang sangat dekat dengan Nabi SAW. ia dikenal sebagai salah spesialis shuffah, yaitu orang-orang miskin atau sedang menentukan ilmu dan tinggal di halaman masjid. Beliau begitu rapat dengan Nabi SAW, sehingga baginda selalu menyuruh Abu Hurirah r.a. untuk mengumpulkan hebat shuffah, bila ada masakan yang hendak dibagikan.
Abu Hurairah r.a. Berjaya meriwayatkan banyak hadits disebabkan dia senantiasa berdamping dengan Rasulullah selama 3 tahun, selepas memeluk agama Islam.
Pada mulanya Abu Hurairah r.a. mempunyai ingatan yang lemah kemudian dia mengadu kepada kepada Rasulullah. Rasulullah kemudian mendoakan biar Abu Hurairah r.a. diberkati dengan daya ingatan yang berpengaruh kemudian semenjak hari itu Abu Hurairah dikurniakan dengan daya ingatan yang berpengaruh yang membolehkan dia meriwayatkan jumlah hadits terbanyak dikalangan para sahabat.
Walaupun Abu Hurairah r.a. merupakan seorang yang pada mulanya, dia telah dipinang oleh salah seorang majikannya yang kaya raya untuk putrinya, Bisrah binti Gazwan. Ini mengambarkan betapa Islam telah mengubah pangdangan seseorang dari membedakan kelas kepada menyangjung keimanan. Abu Hurairah r.a. dipandang mulia karena kealimannya, lebih dari kemuliaan pada masa jahiliyah yang memandang kebangsawanan dan kekayaan sebagai ukuran kemuliaan.
Sejak menikah Abu Hurairah r.a. membagi malamnya kepada tiga cuilan ; untuk membaca Al-Qur’an, untuk tidur dan keluarga, dan untuk mengulang-ngulang hadits. Dia dan keluarganya tetap hidup sederhana walaupun setelah menjadi orang berada. Abu Hurairah r.a. suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan memberi sedekah rumahnya di Madinah untuk pembantu-pembantunya.
Rasulullah SAW pernah mengutus Abu Hurairah berdakwah ke Bahrain bersama Al-Ala ibn Abdillah Al-Hadrami r.a. dia juga pernah diutus bersama Quddamah r.a. untuk mengutip jizyah di Bahrain, sambil membawa surat ke Amir Al-Munzir ibn Sawa At-Tamimi.
Mungkin disebabkan oleh karena itu, Abu Hurairah r.a. diangkat menjadi gubernur Bahrain Bahrain ketika Umar r.a. menjadi Amirul Mukminin. Tapi pada 23 Hijriah, Umar r.a. mencatatnya karena Abu Hurairah r.a. dituduh menyimpan uang yang banyak sehingga 10,000 dinar. Ketika pembicaraan, Abu Hurairah r.a. Berjaya membuktikan bahwa harta itu diperolehnya dari berternak kuda dan pemberian orang. Khalifah Umar r.a. mendapatkan klarifikasi itu dan memaafkanya. Lalu dia dimintai mendapatkan jabatan gubernur kembali, tapi Abu Hurairah r.a. menolak.
Penolakan itu diiringi lima alasan. “Aku takut bertaka tanpa pengetahuan: saya takut menetapkan kasus bertentangan dengan aturan (agama); saya tidak mahu disebut: saya tak mau harta benda hasil pencarianku disita; dan saya takut nama baikku tercemar,” katanya. Dia menentukan untuk tinggal di Madinah, menjadi warga biasa yang memperlihatkan kesetiaan kepada Umar, dan para pemimpin sesudahnya.
Khalifah Umar ibn Khattab r.a. pula pernah melarang Abu Hurairah r.a. memberikan hadits dan hanya membolehkan memberikan ayatAl-Qur’an. Ini disebabkan tersebar khabar angina bahwa Abu Hurairah r.a. banyak memetik hadits palsu. Larangan khalifah gres dibatalkan setelah Abu Hurairah r.a. mengutarakan hadits mengenai ancaman hadits palsu.
Hadits itu bermakna,
“Barangsiapa yang berdusta padaku (Nabi SAW) secara sengaja, hendaklah mempersiapkan diri duduk dalam api neraka.”(Hadits ini diriwayatkan Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi, dan Ahmad ibn Hanbal)
Apabila kediaman Amirul Mukminin Ustman ibn Affan r.a. dikepung pemberontakan, dalam insiden yang dikenali sebagai al-fitnatul kubra (fitnah/bencana besar), Abu Hurairah r.a. bersama 700 orang Muhajirin dan Anshar tampil mengawal rumah tersebut. Meski dalam keadaan siap untuk bertempur, Khalifah Ustman ibn Affan r.a. melarang pengikut setianya itu memerangi kaum pemberontak.
Pada masa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a., Abu Hurairah r.a. menolak proposal menjadi gubernur Madinah. Ketika terjadi pertemuan antara Khalifah Ali dan lawannya, Muawiyah ibn Abi Sufyan, ia besikap berkecuali dan menghindari fitnah. Setelah muawiyah berkuasa, Abu Hurairah r.a. dilantik menjadi gubernur Madinah setelah diusulkan oleh Marwan ibn Hakam. Di kota penuh cahaya (Al-Madinatul Munawwarah) ini pula ia mengembuskan nafas terakhir pada 57 atau 58 H. (676-678 M) dalam usia 78 tahun. Abu Hurairah r.a. meninggalkan sebanyak 5,374 hadits.
Hadits Abu Hurairah r.a. yang disepakati Imam Bukhari dan Imam Muslim 325 hadits, oleh Bukhari sendiri sebanyak 93 hadits, dan oleh Muslim sendiri 189 hadits. Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a. juga terdapat dalam kitab-kitab hadits lainya.
Terdapat pula golongan yang memperselisihkan wacana keshahihan hadits-hadits yang disampaikan oleh Abu Hurairah r.a. mirip golongan orientalis barat, Ignaz Goldizihar yang telah menciptakan kritikan terhadap hadits dan para perawinya termasuk Abu Hurairah. Tuduhan dia telah mempengaruhi bebepara penulis Islam mirip Ahmad Amin dan Mahmud Abu Rayyuh untuk mengkritik kedudukan Abu Hurairah sebagai perawi hadits. Tuduhan-tuduhan ini telah disanggah oleh Mustafa al Sibai dalam al Sunnah wa Makanatuha halaman 273-283.
Selain daripada golongan ini terdapat juga kritikan berpengaruh daripada golongan Syiah. Ini mungkin disebabkan Abu Hurairah r.a. merupakan penyokong Ustman ibn Affan r.a. dan juga pernah menjadi pegawai diansti umayah. Penolakannya menyandang jabatan gubernur ketika ditawarkan oleh Ali r.a. dan ketiadaan hadits yang berisi kebanggaan atau pengistimewaan kepada Ali dan keluarganya mungkin merupakan sebab-sebab lain Abu Hurairah dikritik oleh kaum Syiah.
2. Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar bin Khattab atau sering disebut juga Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar saja (lahir 612-wafat 693/696 atau 72/73 H) yaitu seorang sahabat Nabi dan merupakan periwayat hadits yang terkenal. Ia yaitu anak dari Umar bin Khattab, salah seorang sahabat utama Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin yang kedua.
Ibnu Umar masuk Islam bersama ayahnya ketika ia masih kecil, dan ikut hijrah ke Madinah bersama ayahnya. Pada usia 13 tahun ia ingin menyertai ayahnya dalam perang Badar, namun Rasulullah menolaknya. Perang pertama yang diikutinya yaitu perang Khandaq. Ia ikut berperang bersama Ja’far bin Abi Thalib dalam perang Mut’ah, dan turut pula dalam pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah). Setelah Nabi Muhammad meninggal, ia ikut dalam perang Yarmuk dan dalam penaklukan Masir serta daerah lainnya di Afrika.
Khalifah Ustman bin Affan pernah menawari Ibnu Umar untuk menjabat sebagai hakim, tapi ia tidak mau menerimanya. Setelah Utsman terbunuh, sebagian kaum muslimin pernah berupaya membai’atnya menjadi Khalifah, tapi ia juga menolaknya. Ia tidak ikut campur dalam kontradiksi antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia cenderung menjauhi dunia politik, meskipun ia sempat terlibat konflik dengan Abdullah bin Zubair yang pada ketika itu menjadi telah menjadi penguasa Makkah.
Ibu Umar yaitu seorang yang meriwayatkan hadits terbanyak kedua setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits, karena ia selalu mengikuti kemana Rasulullah pergi. Bahkan Aisyah istri Rasulullah pernah memujinya dan berkata: “Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, mirip yang telah dilakukan Ibnu Umar”. Ia bersikap saangat hati-hati dalam meriwayatkan hadits Nabi. Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa, ia senan tiasa mengikuti tradisi dan sunnah Rasulullah, karena ia tidak mau melaksanakan ijtihad. Biasanya ia menawarkan fatwa pada isu terkini haji, atau pada kesempatan lainnya. Diantara pata Tabi’in, yang paling banyak meriwayatkan darinya ialah Salim dan hamba sahayanya, Nafi’.
Kesalehan Ibnu Umar sering mendapatkan kebanggaan dari kalangan sahabat Nabi dan kaum muslimin lainnya. Jabir bin Abdullah berkata: “Tidak ada dintara kami disenangi oleh dunia dan dunia bahagia kepadanya, kecuali Umar dan puranya Abdullah.” Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan: “Ibnu Umar meninggal dan keutamaannya sama mirip Umar. Umar hidup pada masabanyak orang yang sebanding dengan dia, sementara Ibnu Umar hidup dimasa yang tidak ada seorang pun yang sebanding dengan dia”.
Ibnu Umar yaitu seorang pedagang sukses dan kaya raya, tetapi juga banyak yang berderma. Ia wafat dalam usia lebih dari 80 tahun, dan merupakan salah satu sahabat yang paling selesai yang meninggal di kota Makkah.
3. Anas bin Malik
Beliau lahir di Yasrib (Madinah) 8 tahun sebelum Hijriah. Nama lengkapnya Anas bin Malik bin an-Nadhar bin Dhomdhom al-Anshory al-Khazrojy. Biasa dipanggil Abu Hamzah, digelari ‘Khodim ar-Rasul’(pembantu Rasulullah). Beliau seorang mufti, muqri (pembaca), hebat hadits dan pembantu Rasul. Ibunya, Ummu Salim. Masuk Islam sementara ayahnya masih berpegang kepada agama dulu. Pendapat lain menyampaikan bahwa ibunya berjulukan Ghumaisho. Ada juga yang menyampaikan Rumaisho. Meskipun masih kecil, ibunya sudah mengajarkan dua kalimah syahadat. Ayahnya Malik meminta kapada istrinya biar meninggalkan agama barunya. Hanya saja istri menolak suatu hari ayah nya keluar rumah sambil marah-marah. Di jalan ayahnya bertemu dengan musuhnya, ayahnya terbunuh semenjak itu dia hidup menjadi yatim.
Pada waktu berumur 10 tahun ibunya mendorong biar dia mengabdi kepada Rasulullah. Ibunya berkata, “Ini anakku pintar menulis”. Rasulullah pun mendapatkan permohonan ibunya. Rasulullah berdo’a, “Ya Allah berikan ia harta yang dan anak yang banyak. Dan beri keberkahan yang saya berikan kepadanya”. (HR.Bukhari Muslim).
Beliau pernah berkata, “Saya mengabdi kepada Rasulullah selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah berkata “uff”, tidak pernah mencela apa yan dibentuk dan tidak pernah marah”. Beliau bercerita, “Suatu hari Rasulullah menyuruhku untuk suatu keperluan. Saya pun keluar rumah. Dan jalan berjumpa dengan belum dewasa sedang bermain. Saya pun ikut bermain bersama mereka. Saya malah tidak memenuhi perintahnya. Selesai bermain dengan mereka, tiba-tiba saya merasa ada yang bangun di belakang saya. Setela saya menoleh, ternyata Rasulullah sambil memegang bajuku sambil tersenyum Rasulullah berkata, “Wahai Anas, apakah kau sudah kerjakan perintahku?” Saya merasa bersalah. Saya pun menjawab, “Baiklah saya pergi sekarang’.
Mengenai pribadinya Abu Hurairah berkata, “Saya belum pernah melihat orang yang ibarat sholatnya Rasulullah kecuali Ibn Umm Salim (maksudnya Anas). “Allah berikan karunia kepadanya berupa panjang umur. Mengenai panjang umurnya dia berkata, “Tidak ada orang tersisa (dari sahabat) yang sanggup sholat di Masjid Qiblatain (dua qiblat) kecuali saya”. Bagitu pula dia dikaruniai keturunan banyak sebagaimana Rasulullah do’akan padanya. Semua anaknya hamper mencapai seratus.
Kalau mengahataamkan Al-Qur’an, dia mengumpulkan istri dan anaknya kemudian dia berdo’a. Setela wafatnya Rasulullah, dia pergi ke Damaskus, dari Damaskus dia pindah ke Basrah.
Dari al-Mutsna bin Said diceritakan, ia mendengar bahwa Anas selalu berkata, “Hampir setiap malam saya bermimpi Rasulullah. Setelah itu dia menangis”. Selama dekat dengan Rasulullah dia telah meriwayatkan kurang lebih 2287 hadits. Diantara riwayat haditsnya, dari Rasulullah dia bersabda, “Tidak beriman seseorang dari kalian hingga cinta kepada saudaranya sebagaimana menyayangi dirinya”. (HR.Bukhari). “Rasulullah yaitu orang yang paling baik akhlaknya, penyabar dan pemaaf” begitu kata dia mengenai pribadi Rasulullah.
Dari sekian sabahat Rasulullah, beliaulah yang paling terakhir wafatnya. Kurang lebih sepuluh tahun dia bergaul, dekat dan bersenda gurau dengan Rasulullah. Meskipun tidak lama, semenjak kecil dia sudah merindukan kedatangan Rasulullah. Sehingga hari-harinya banyak dipakai untuk bertaya wacana aliran Islam. Tidak heran dia termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits.
Setalah menjalani hidupnya hamper satu abad, dia wafat pada tahun 91 Hijriah, berumur 99 tahun. Pada waktu dia sakit, dia berpesan kepada keluarganya, “Ajarkan/talkin saya kalimat “La illahaillallah. Muhammadurrasulullah”. Beliau pun mengucapkan kalimat itu hingga selesai hidup menjemputnya. Pada waktu dimandikan, Muhammad bin Sirrin, seorang tabi’in yang memandikannya.
4. Aisyah Umm al-Mu’minin
‘Aisyah dilairkan di Makkah pada tahun ke-enam kenabian, tahun ini sanggup dipastikan karena Rasulullah SAW melamarnya pada ketika ‘Aisyah berusia enam tahun, kurang lebih dua tahun setelah Khadijah wafat, yaitu tiga tahun sebelum hijrah. Kemudian Nabi SAW membina rumah tangga bersama ‘Aisyah pada bulan Syawal, awal bulan ke-18 dari hijrahnya Nabi SAW ke Madinah, pada ketika itu ‘Aisyah berusia Sembilan tuhan.
‘Aisyah dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan bangsa Arab yang masih murni, karena tradisi Arab ketika itu, sebagaiman yang dilakukan terhadap Nabi SAW. di waktu kecil, yaitu menyerahkan ‘Aisyah kepada Arab Badui untuk diasuh. ‘Aisyah diasuh oleh sekelompok Bani Makzum. Kehidupan suku Badui yang masih murni menimbulkan ‘Aisyah mempunyai kefasihan, keelokan serta huruf Arab yang masih murni. Setelah beranjak cukup umur ‘Aisyah tinggal dilingkungan keluarga yang agamis karena dia dilahirkan setelah Islam dating. Ayahnya, Abu Bakr al-Shiddiq, yaitu salah seorang yang pertama kali masuk Islam begitu pula ibunya. Sedangkan ‘Aisyah masuk Islam bersama kakanya, Asma’, pada ketika umat Islam gres berjumlah sepuluh orang. Oleh karena itu ‘Aisyah juga dianggap kelompok pertama yang masuk Islam.
Kehidupan kota Makkah dan hasil asuhan suku Badui serta lingkungan keluarga yang religious, kemungkinan untuk sanggup menimbulkan ‘Aisyah mempunyai kefasihan dalam berbicara bahasa Arab atau dalam menjaga tradisi-tradisi Arab dan mempunyai huruf yang baik dalam bergaul. Akan tetapi apakah lingkungan mirip ini juga yang menimbulkan ‘Aisyah mempunyai kecerdasan dan perilaku kritis terhadap insiden yang dialaminya. Lingkungan yang agamis dan lingkungan suku Badui tempatnya diasuh tidak menimbulkan ‘Aisyah mempunyai kecerdasan dan keberaniaan untuk melaksanakan kritikan terhadap lingkungan, apalagi terhadap orang-orang tertentu yang dihormati dan dikagumi, terutama Nabi SAW. sebagai suami dan sekaligus sebagai seorang utusan Allah yang memnawa risalah agama Islam untuk umat manusia.
Ada dua factor yang membentuk ‘Aisyah mempunyai perilaku kritis dan berani untuk mengajukan protes terhadap sesuatu yang dipandangnya tidak sesuai dengan standar-standar tertentu :
1. Hasil didikan pribadi dari Nabi SAW.
2. Hasil didikan lingkungan kota Madinah.
‘Aisyah bin Abu Bakr al-Siddiq, salah satu istri Nabi SAW. yang mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan istri-istri Nabi SAW. lainya bahkan kaum wanita Arab pada umumnya Nabi SAW. menyatakan bahwa ‘Aisyah-lah orang yang paling dia cintai, bahkan Nabi SAW. juga mengakui keunggulan ‘Aisyah dibandingakan dengan kaum wanita lain. Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah dari Nabi SAW., terbanyak kedua setelah Abu Hurairah r.a., sekitar 2210 hadits, dengan standar keshahehan hadits yang hingga kepada kita: 174 hadits memenuhi standar keshahehan yang ditetapkan oleh iman Bukhari dan iman Muslim 54 hadits memenuhi standar standar yang ditetapakan oleh imam Bukhari saja dan 68 hadits memenuhi standar keshahehan yang ditetapkan oleh imam Muslim saja. Sedangkan dalam kutub tis’ah (Sembilan kitab-kitab hadits) terdapat 5965 hadits riwayat ‘Aisyah. 849 hadits dalam shaheh Bukhari 630 hadits, dalam shaheh Muslim 288 hadits dalam Sunan at-Turmizi, 664 hadits dalam Sunan an-Nasa’I, 429 dalam Sunan Abi Daud, 386 hadits dalam Ibn Majah, 2396 hadit dalam Sunan al-Darimy.
Kedekatan ‘Aisyah dengan Nabi SAW, karena sebagai istri beliau, dan banyaknya hadits yang dia riwayatkan pribadi dari Nabi SAW. bukanlah yang menimbulkan faktor utama dia mempunyai perilaku kritis terhadap suatu insiden yang menurutnya tidak sesuai dengan dasar-dasar aliran agama Islam yang dia ketahui. Kecerdasan dan keberanianlah yang menjadi faktor utama ‘Aisyah bersikap kritis terhadap pertanyaan selanjutnya yang muncul yaitu bagaimana perilaku itu sanggup muncul pada diri ‘Aisyah, karena tidak setiap orang mempunyai perilaku mirip ini.
5. Iman Bukhari
a. Kelahiran dan Masa Kecil Imam Bukhar
Imam Bukhari (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun dia lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya berjulukan Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak sanggup melihat karena buta (tidak usang setelah lahir, dia kehilangan penglihatannya tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan berdo’a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara total.
Imam Bukhari yaitu hebat hadits yang termasyhur diantara para hebat hadits semenjak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits dia mempunyai derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Tempat dia lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam setelah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar mirip al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar mirip Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun berdasarkan Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya “Islam in the Sivyet Union” (New York, 1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 milliun. Makara merupakan daerah yang pemeluk Islam-nya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India dan Cina.
b. Guru Imam Bukhari
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara’ dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Ayahnya yaitu seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari Imam Malik, seorang ulama besar dan hebat fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil
Perhatiannya kepada ilmu hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh semenjak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun dia sudah hafal dan menguasai buku-buku mirip “al-Mubarak” dan “al-Waki”. Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama hebat hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu dia mengikuti kuliah para guru-guru besar hebat hadits. Pada usia 18 tahun dia menerbitkan kitab pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq, dia menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru dia dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain yaitu Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 hebat hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.
Bukhari diakui mempunyai daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak mirip murid lainnya, Bukhari tidak pernah menciptakan catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari membisu tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian dia membacakan secara sempurna apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, karena Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Ketika sedang berada di Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang hebat hadits yang ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan itu, 10 ulama tersebut mengajukan 100 buah hadits yang sengaja “diputar-balikkan” untuk menguji hafalan Imam Bukhari. Ternyata hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali secara sempurna masing-masing hadits yang salah tersebut, kemudian mengoreksi kesalahannya, kemudian membacakan hadits yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh hadits yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan penanya dan urutan hadits yang ditanyakan, kemudian membetulkannya. Inilah yang sangat luar biasa dari sang Imam, karena dia bisa menghafal hanya dalam waktu satu kali dengar.
Selain terkenal sebagai spesialis hadits, Imam Bukhari ternyata tidak melupakan kegiatan lain, yakni olahraga. Ia contohnya sering berguru memanah hingga mahir, sehingga dikatakan sepanjang hidupnya, sang Imam tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunnah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin berguru menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya.
c. Karya-karya Imam Bukhari
Karyanya yang pertama berjudul “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama dengan ibu dan kakaknya yang berjulukan Ahmad. Di sanalah dia menulis kitab “At-Tarikh” (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata, “Saya menulis buku “At-Tarikh” di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu malam bulan purnama”.
Karya Imam Bukhari lainnya antara lain yaitu kitab Al-Jami’ ash Shahih, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al ‘Ilal, Raf’ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du’afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya tersebut, yang paling monumental yaitu kitab Al-Jami’ as-Shahih yang lebih dikenal dengan nama Shahih Bukhari.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, Imam Bukhari berkata: “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw., seperti saya bangun di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian saya tanyakan mimpi itu kepada sebagian hebat ta’bir, ia menjelaskan bahwa saya akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits-hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami’ As-Sahih.”
Dalam menghimpun hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menimbulkan keshahihan hadits-haditsnya sanggup dipertanggungjawabkan. Ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan memeriksa keadaan para perawi, serta memperoleh secara niscaya kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya.
Imam Bukhari senantiasa membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan lainnya, menyaringnya dan menentukan mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan kerikil uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: “Aku susun kitab Al Jami’ ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun.”
Banyak para hebat hadits yang berguru kepadanya, diantaranya yaitu Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim). Imam Muslim menceritakan : “Ketika Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) tiba ke Naisabur, saya tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur yang menawarkan sambutan mirip apa yang mereka berikan kepadanya.” Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru Imam Bukhari) berkata : “Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, alasannya yaitu saya sendiri akan ikut menyambutnya.”
d. Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi aneka macam kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad hingga ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah dia mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, hasilnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’ as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi tersebut, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada para perawi yang sudah terang kebohongannya ia berkata, “perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu” sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak terang ia menyatakan “Haditsnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan”.
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan perilaku mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh mirip Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz mirip yang dikatakan dia “Saya telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak sanggup dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama hebat hadits.”
Disela-sela kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal sebagai ulama dan hebat fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif mirip berguru memanah hingga mahir, bahkan berdasarkan suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.
e. Metode Imam Bukhari dalam Menulis Kitab Hadits
Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, mirip tafsir, fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat sehingga ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang ijtihadnya independen), tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga mempunyai otoritas tersendiri dalam beropini dalam hal hukum.
Pendapat-pendapatnya terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi, pendiri mazhab Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan beliau. Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu ketika dia bisa sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan bisa juga berbeda pendapat dengan mereka.
Diantara puluhan kitabnya, yang paling masyhur ialah kumpulan hadits shahih yang berjudul Al-Jami’ as-Shahih, yang belakangan lebih terkenal dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik wacana penyusunan kitab ini. Suatu malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., seperti Nabi Muhammad saw. bangun dihadapannya. Imam Bukhari kemudian menanyakan makna mimpi itu kepada hebat mimpi. Jawabannya yaitu dia (Imam Bukhari) akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain yang mendorong dia untuk menulis kitab “Al-Jami ‘as-Shahih”.
Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata. “Saya susun kitab Al-Jami’ as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali setelah shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan setelah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih”. Di Masjidil Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis.
Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di Rawdah Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid Nabawi di Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun selama 16 tahun. Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup modern sehingga hadits haditsnya sanggup dipertanggung-jawabkan.
Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan memeriksa dapat dipercaya para perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang lainnya, menentukan dan menyaring, mana yang berdasarkan pertimbangannya secara nalar paling shahih. Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi kerikil uji dan penyaring bagi sejumlah hadits lainnya. “Saya tidak memuat sebuah hadits pun dalam kitab ini kecuali hadits-hadits shahih”, katanya suatu saat.
Di belakang hari, para ulama hadits menyatakan, dalam menyusun kitab Al-Jami’ as-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap beberapa hadits yang bukan merupakan bahan pokok dari sebuah bab.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau klarifikasi atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu’allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para hebat hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
f. Wafatnya Imam Bukhari
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya biar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya hingga di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana dia jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa bila meninggal nanti jenazahnya biar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak menggunakan sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun.
6. Imam Muslim
a. Kelahiran Imam Muslim
Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M. Imam Muslim berjulukan lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Naisabur, yang kini ini termasuk wilayah Rusia, dalam sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara’a an Nahr, artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah. Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun. Seperti halnya Baghdad di kala pertengahan, Naisabur, juga Bukhara (kota kelahiran Imam Bukhari) sebagai salah satu kota ilmu dan pusat peradaban di daerah Asia Tengah. Di sini pula bermukim banyak ulama besar.
b. Perhatian Kepada Hadits
Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang luar biasa. Sejak usia dini, dia telah berkonsentrasi mempelajari hadits. Pada tahun 218 H, dia mulai berguru hadits, ketika usianya kurang dari lima belas tahun. Beruntung, dia dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalan. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering tiba dan berguru pada spesialis hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, dia mulai menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari gurunya yang salah menyebutkan periwayatan hadits.
Selain kepada Ad Dakhili, Imam Muslim pun tak segan-segan bertanya kepada banyak ulama di aneka macam tempat dan negara. Berpetualang menjadi acara rutin bagi dirinya untuk mencari silsilah dan urutan yang benar sebuah hadits. Beliau, contohnya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya. Dalam lawatannya itu, Imam Muslim banyak bertemu dan mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan, dia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray dia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Di Irak dia berguru hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz dia berguru kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas ‘Abuzar; di Mesir dia berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan ulama hebat hadits lainnya.
Bagi Imam Muslim, Baghdad mempunyai arti tersendiri. Di kota inilah dia berkali-kali berkunjung untuk berguru kepada ulama-ulama hebat hadits. Kunjungannya yang terakhir dia lakukan pada tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari tiba ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya. Saat itu, Imam Bukhari yang memang lebih senior, lebih menguasai ilmu hadits ketimbang dirinya.
Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az Zihli, dia bergabung kepada Bukhari. Sayang, hal ini kemudian menjadi alasannya yaitu terputusnya hubungan dirinya dengan Imam Az Zihli. Yang lebih menyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke kasus ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan hadits-hadits Nabi SAW.
Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun kitab-kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az Zihli, padahal dia yaitu gurunya. Hal serupa juga dia lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan ke dalam Kitab Shahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu. Kendatipun demikian, dirinya tetap mengakui mereka sebagai gurunya.
Imam Muslim yang dikenal sangat tawadhu’ dan wara’ dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sementara berdasarkan Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim tersebut berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang dia tulis dalam Shahih Muslim itu diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang dia ketahui. Untuk menyaring hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.
Mengenai metode penyusunan hadits, Imam Muslim menerapkan prinsip-prinsip ilmu jarh, dan ta’dil, yakni suatu ilmu yang dipakai untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Beliau juga menggunakan sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat), mirip haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarana (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), dan qaalaa (ia berkata).
Imam Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam kasus ilmu hadits (sanad, matan, kritik, dan seleksinya) setelah Imam Bukhari. “Di dunia ini orang yang benar-benar hebat di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya yaitu Imam Muslim,” komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafizh. Maksud ungkapan itu tak lain yaitu ahli-ahli hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy.
c. Guru-guru Imam Muslim
Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, khususnya dalam bidang ilmu hadits, nama Imam Muslim begitu monumental, setara dengan gurunya, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary al-Ju’fy atau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari. Sejarah Islam sangat berhutang jasa kepadanya, karena prestasinya di bidang ilmu hadits, serta karya ilmiahnya yang luar biasa sebagai acuan aliran Islam, setelah al-Qur’an. Dua kitab hadits shahih karya Bukhari dan Muslim sangat berperan dalam standarisasi bagi akurasi akidah, syariah dan tasawwuf dalam dunia Islam.
Melalui karyanya yang sangat berharga, al-Musnad ash-Shahih, atau al-Jami’ ash-Shahih, selain menempati urutan kedua setelah Shahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia Islam, dan di Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren menjadi kurikulum wajib bagi para santri dan mahasiswa.
Pengembaraan (rihlah) dalam pencarian hadits merupakan kekuatan tersendiri, dan amat penting bagi perkembangan intelektualnya. Dalam pengembaraan ini (tahun 220 H), Imam Muslim bertemu dengan guru-gurunya, dimana pertama kali bertemu dengan Qa’nabi dan yang lainnya, ketika menuju kota Makkah dalam rangka perjalanan haji. Perjalanan intelektual lebih serius, barangkali dilakukan tahun 230 H. Dari satu wilayah ke wilayah lainnya, contohnya menuju ke Irak, Syria, Hijaz dan Mesir.
Waktu yang cukup usang dihabiskan bersama gurunya al-Bukhari. Kepada guru besarnya ini, Imam Muslim menaruh hormat yang luar biasa. “Biarkan saya mencium kakimu, hai Imam Muhadditsin dan dokter hadits,” pintanya, ketika di sebuah pertemuan antara Bukhari dan Muslim.
Disamping itu, Imam Muslim memang dikenal sebagai tokoh yang sangat ramah, sebagaimana al-Bukhari yang mempunyai kehalusan kebijaksanaan bahasa, Imam Muslim juga mempunyai reputasi, yang kemudian terkenal namanya — sebagaimana disebut oleh Adz-Dzahabi — dengan sebutan muhsin dari Naisabur.
Maslamah bin Qasim menegaskan, “Muslim yaitu tsaqqat, agung derajatnya dan merupakan salah seorang pemuka (Imam).” Senada pula, ungkapan hebat hadits dan fuqaha’ besar, Imam An-Nawawi, “Para ulama setuju atas kebesarannya, keimanan, ketinggian martabat, kecerdasan dan kepeloporannya dalam dunia hadits.”
d. Kitab Shahih Hadists
Imam Muslim mempunyai jumlah karya yang cukup penting dan banyak. Namun yang paling utama yaitu karyanya, Shahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadits shahih lainnya, kitab Shahih Muslim mempunyai karakteristik tersendiri, dimana Imam Muslim banyak menawarkan perhatian pada ekstraksi yang resmi. Beliau bahkan tidak mencantumkan judul-judul setiap selesai dari satu pokok bahasan. Disamping itu, perhatiannya lebih diarahkan pada mutaba’at dan syawahid.
Walaupun dia mempunyai nilai beda dalam metode penyusunan kitab hadits, Imam Muslim sekali-kali tidak bermaksud mengungkap fiqih hadits, namun mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad. Karena dia meriwayatkan setiap hadits di tempat yang paling layak dengan menghimpun jalur-jalur sanadnya di tempat tersebut. Sementara al-Bukhari memotong-motong suatu hadits di beberapa tempat dan pada setiap tempat dia sebutkan lagi sanadnya. Sebagai murid yang shalih, dia sangat menghormati gurunya itu, sehingga dia menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan al-Bukhari.
Kitab Shahih Muslim memang dinilai kalangan muhaditsun berada setingkat di bawah al-Bukhari. Namun ada sejumlah ulama yang menilai bahwa kitab Imam Muslim lebih unggul ketimbang kitabnya al-Bukhari.
Sebenarnya kitab Shahih Muslim dipublikasikan untuk Abu Zur’ah, salah seorang kritikus hadits terbesar, yang biasanya menawarkan sejumlah catatan mengenai cacatnya hadits. Lantas, Imam Muslim kemudian mengoreksi cacat tersebut dengan membuangnya tanpa argumentasi. Karena Imam Muslim tidak pernah mau membukukan hadits-hadits yang hanya berdasarkan kriteria pribadi semata, dan hanya meriwayatkan hadits yang diterima oleh kalangan ulama. Sehingga hadits-hadits Muslim terasa sangat populis.
Berdasarkan hitungan Muhammad Fuad Abdul Baqi, kitab Shahih Muslim memuat 3.033 hadits. Metode penghitungan ini tidak didasarkan pada sistem isnad sebagaimana dilakukan hebat hadits, namun dia mendasarkannya pada subyek-subyek. Artinya bila didasarkan isnad, jumlahnya bisa berlipat ganda.
e. Antara Bukhari dan Muslim
Imam Muslim, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Mustafa ‘Adzami dalam bukunya Studies in Hadith Methodology and Literature, mengambil laba dari Shahih Bukhari, kemudian menyusun karyanya sendiri, yang tentu saja secara metodologis dipengaruhi karya al-Bukhari.
Antara al-Bukhari dan Muslim, dalam dunia hadits mempunyai kesetaraan dalam keshahihan hadits, walaupun hadits al-Bukhari dinilai mempunyai keunggulan setingkat. Namun, kedua kitab hadits tersebut mendapatkan gelar sebagai as-Shahihain.
Sebenarnya para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan Shahih Bukhari. Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul, sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan Shahih Muslim. Hal ini menunjukkan, bersama-sama perbedaannya sangatlah sedikit, dan walaupun itu terjadi, hanyalah pada sistematika penulisannya saja, serta perbandingan antara tema dan isinya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih Muslim, antara lain, karena Al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadits Mu’an’an; biar sanggup dihukumi bahwa sanadnya bersambung. Sementara Muslim menganggap cukup dengan “kemungkinan” bertemunya kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis.
Al-Bukhari mentakhrij hadits yang diterima para perawi tsaqqat derajat utama dari segi hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawi derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Disamping itu kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding kepada al-Bukhari.
Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan — sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar —, bahwa Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksinya, karena menyusunnya di negeri sendiri dengan aneka macam sumber di masa kehidupan guru-gurunya. Beliau juga tidak menciptakan kesimpulan dengan memberi judul cuilan sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah alasan lainnya.
Namun prinsipnya, tidak semua hadits Bukhari lebih shahih ketimbang hadits Muslim dan sebaliknya. Hanya pada umumnya keshahihan hadits riwayat Bukhari itu lebih tinggi derajatnya daripada keshahihan hadits dalam Shahih Muslim.
f. Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim berhasil menghimpun karya-karyanya, antara lain seperti: 1) Al-Asma’ wal-Kuna, 2) Irfadus Syamiyyin, 3) Al-Arqaam, 4) Al-Intifa bi Juludis Siba’, 5) Auhamul Muhadditsin, 7) At-Tarikh, 8.) At-Tamyiz, 9) Al-Jami’, 10) Hadits Amr bin Syu’aib, 11) Rijalul ‘Urwah, 12) Sawalatuh Ahmad bin Hanbal, 13) Thabaqat, 14) Al-I’lal, 15) Al-Mukhadhramin, 16) Al-Musnad al-Kabir, 17) Masyayikh ats-Tsawri, 18) Masyayikh Syu’bah, 19) Masyayikh Malik, 20) Al-Wuhdan, 21) As-Shahih al-Masnad.
Kitab-kitab nomor 6, 20, dan 21 telah dicetak, sementara nomor 1, 11, dan 13 masih dalam bentuk manuskrip. Sedangkan karyanya yang monumental yaitu Shahih dari judul singkatnya, yang bersama-sama berjudul, Al-Musnad as-Shahih, al-Mukhtashar minas Sunan, bin-Naqli al-’Adl ‘anil ‘Adl ‘an Rasulillah.
g. Wafatnya Imam Muslim
Imam Muslim wafat pada Ahad sore, pada tanggal 24 Rajab 261 H. Semoga Allah SWT merahmatinya, mengampuni segala kesalahannya, serta menggolongkannya ke dalam golongan orang-orang yang sholeh. Amiin.