Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dinasti Abbasyiah


A.    Periodesasi Masa Abbasiyah
Abbasiyah yaitu nama Dinasti ke-Khalifahan yang memerintah dari 749 hingga 1258 M (132-656 H). Abbasiyah dinisbatkan dari nenek moyangnya, al-Abbas bi Abdul Muthalib bin Hasyim, paman Rasulullah Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah As Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdillah bin Abbas. Dr. Yusuf Al-Isy (2014: 9) menyebutkan, “Pada 132 Hijriyah pemerintahan Bani Umayyah jatuh, kemudian keturunan Al-Abbas pun naik untuk menduduki dingklik khalifah”.[1]
Abbasiyah yaitu kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdag (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat menjadikan dunia islam sebagai sentra pengetahuan dengan menerjemahkan serta melanjutkan tradisi kelimuan Yunani dan pesria. Pada masa ini, umat islam meraih kejayaan di bidang kedokteran farmasi, ilmu hitung, astronomi, geografi, dan ilmu pengetahuan lainnya.
Dalam pembagian periodisasi Dinasti Abbasiyah, para andal mempunyai metode yang berbeda. Ada yang membagi menjadi dua periode, yaitu: (1) Periode Abbasiyah I (132-447 H) dan (2) Periode Abbasiyah II (447-656 H). mereka beropini bahwa perode awal merupakan periode keemasaan dalam ilmu, sastra, pemerintahkan, dan politik. Peride ini dikenal dengan istillah Khalifah Abbasiyah yang agung. Sedangkan periode ini ditandai dengan melemahnya pemimpin, hilangnya wibawa khalifah, terpecahnya negeri-negeri, dan berkuasanya hawa nafsu.
Perspektif sejarah peradaban Islam membagi periodesasi Dinasri Abbasiyah menjadi lima periode, yaitu:
1.      Periode Pertama (132-232 H/750-847 M) disebut masa efek Persia pertama.
2.      Periode Kedua (232-334 H/847-945 M) disebut masa efek Turki pertama.
3.      Periode Ketiga (334-447 H/945-1055 M) masa kekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut masa efek Persia kedua.
4.      Periode Keempat (447-590 H/1055-1194 M) masa kekuasaan Bani Saljuk dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah, disebut masa efek Turki kedua.
5.      Periode Kelima (590-656 H/1194-1258 M) masa ke-Khalifah bebas dari efek dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar Kota Baghdad.
Dari setiap masa tersebut, gerakan dakwah Islam selalu berubah, sejalan dengan perubahan politik dan social masyarakat Islam. Dengan demikian, sanggup diketahui naik turunya proses dan gerakan dakwah Islam. Berikut ini citra setiap periode pemerintahan Abbasiyah dan Khalifah yang memerintahnya.

B.     Pendirian Bani Abbas (750-857 M.- 132-232 H)
Babak ketiga dalam drama besar politik Islam dibuka oleh Abu Al-Abbas (750-754) yang berperan sebagai pelopor. Irak menjadi panggaung drama besar itu. Dalam khotbah penobatannya yang disampaikan setahun sebelumnya di masjid Kufah, Khalifah Abbasiyah pertama itu menyebut dirinya as-saffih[2], penumpah darah, yang kemudian menjadi julukannya. Julukan itu merupakan menandakan jelek lantaran dinasti yang gres muncul ini mengisyaratkan bahwa mereka lebih mengutamakan kekuatan dalam menjalankan kebijaksanaannya. Untuk pertama kalinya, dalam sejarah Islam, disisi singgasana Khalifah tergelar karpet yang dipakai sebagai kawasan eksekusi. As-Saffah menjadi pendiri Arab Islam ketiga sesudah Khulafaur ar-Rasyidun dan Dinasti Umayyah yang sangat besar dan berusia usang dari 750 M hingga 1258 H., penulis Abu Al-Abbas memegang pemerintahan, meskipun mereka tidak selalu berkuasa. Orang Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai pengusung konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan Negara teokrasi, yang menggantikan pemerintahan sekuler (mulk) Dinasti Umayyah. Sebagai ciri khas keagamaan dalam istana kerajaannya, dalam banyak sekali kesempatan seremonial, menyerupai ketika dinobatkan sebagai khalifah mengenakan jubbah (burdah) yang pernah dikenakan oleh saudara sepupunya, Nabi Muhammad. Akan tetapi, masa pemerintahannya begitu singkat. As-Saffah meninggal (754-775 M). lantaran penyakit cacar air ketika berusia 30-an.
Saudaranya yang juga penerusnya. Abu Ja’far (754-775), yang menerima julukan Al-Mansur yaitu khalifah terbesar Dinasti Abbasiyah. Meskipun bukan seorang muslim yang saleh, dialah sebenarnya, bukan As-Saffah, yang benar-benar membangun dinasti gres itu. Seluruh khalifah yang berjumlah 35 orang dari garis keturunannya.
Masa kejayaan Abbasiyah terletak pada khlifah sesudah As-Saffah. Penulis Philip K. Hitty, bahwa keemasan (Golden Prime) Abbasiyah terletak pada 10 khalifah. Hal ini berbeda dengan Badri Yatim, yang memasukan 7 khalifah sebagai masa kejayaan Abbasiyah. Begitu pula Harun Nasution, hanya memasukan 6 khalifah ke dalam katagori sebagai khalifah yang memajukan Abbasiyah.
Kesepuluh khalifah tersebut; As-Saffah (750); Al-Mansur (754); Al-Mahdi (775); Al-Hadi (785); ar-Rasyid (786); Al-Amin (809); Al-Ma’mun (813); Al-Mu’tashim (833); Al-Watsiq (842); dan Al-Mutawakkil (847).
Dinasti Abbasiyah, menyerupai hanlnya diansti lain dalam sejarah Islam, mencapai masa kejayaan politik dan intelektual mereka segera sesudah didirikan. Kekhalifahan Baghdad yang didirikan oleh As-Saffah dan Al-Manshur mencapai masa keemasannya antara masa khalifah ketiga, Al-Mahdi, khalifah kesembilan, Al-Watsiq, dan khusus lagi pada masa Harun ar-Rasyid dan anaknya, Al-Ma’mun. ketika kehebatan dua khalifah itulah, Dinasti Abbasiyah mempunyai kesan baik dalam ingatan publik, dan menjadi dinasti paling populer dalam sejarah Islam. Dictum yang dikutip oleh seorang penulis antologi, Ats-Tsa’alabi (w. 1038) bahwa dari khalifah Abbasiyah, “sang pembuka” yaitu Al-Manshur, “sang penengah” yaitu Al-Ma’mun, dan “sang penutup” yaitu Al-Mu’tadhid (892-902) yaitu benar.

C.     Kemajuan Masa Abbasiyah
Masa ini yaitu masa keemasan atau masa kejayaan umat Islam sebagai sentra dunia dalam banyak sekali aspek peradaban. Kemajuan itu hamper meliputi semua aspek kehidupan:
a.       Administrative pemerintahan dengan biro-bironya;
b.      Sistem oraganisai militre;
c.       Administrasi wilayah pemerintahan;
d.      Pertanian, perdagangan, dan industry;
e.       Islamisasi pemerintahan;
f.       Kajian dalam bidang kedokteran, astronomi, matematika, geografi, historigrafi, filsafat Islam, teologi, aturan (fiqih), dan etika Islam, sastra, seni, dan penerjemahan;
g.      Pendidikan, kesenian, arsitektur, meliputi pendidikan dasar (kuttab), menengah, dan perguruan tinggi tinggi; perpustakaan dan took buku, media tulis, seni rupa, seni music, dan arsitek.
D.    Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Faktor-faktor Penyebab Kemunduran
1)      Faktor intern
a.       Kemewahan hidup di kalangan penguasa
b.      Perebutan kekuasaaan antara keluarga Bani Abbasiyah
c.       Konflik keagamaan
2)      Faktor ekstern
a.       Banyaknya pemberontakan
b.      Dominasi bangsa Turki
c.       Dominasi bangsa Persia
E.     Sebab-sebab Kehancuran Dinasti Abbasiyah
1)      Faktor intern
a.       Lemahnya semangat parriorisme negara, mengakibatkan jiwa jihad yang diajarkan Islam tidak berdaya lagi menahan segala amukan yang dating, baik dari dalam maupun dari luar.
b.      Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan moral dan kerendahan kecerdikan menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung Negara selama ini.
c.       Tidak percaya pada kekuatan sendiri. Dalam mengatasi banyak sekali pemberontakan, khalifah mengundang kekuatan asing. Akibatnya, kekuatan abnormal tersebut memanfaatkan kelemahan khalifah.
d.      Fanatik madzhab persaingan dan perebutan yang tiada henti antara Abbasiyah dan Alawiyah mengakibatkan kekuatan uamt Islam menjadi lemah, bahkn hancur berkeping-keping.
Perang ideology antara Syi’ah dari Fatimah melawan Ahli Sunnah dari Abbasiyah, banyak mengakibatkan korban. Aliran Qaramithah yang sangat ekstrem dalam tindakan—indakannya yang sanggup mengakibatkan bentrokan di masyarakat. Kelompok Hashshashin yang memimpin oleh Hasan bin Shahah yang berasal dari Thus di Parsi merupakan anutan Ismaliyah, salah satu sekte Syi’ah yaitu kelompok yang sangat dikenal kekejamannya, yang sering melaksanakan pembunuhan terhadap penguasa Bani Abbasiyah yang berarilan sunni.
Pada ketika terakhir dari hayatnya Abbasiyah, tentara Tartar yang tiba dari luar dibantu dari dalam dan dibukankan jalannya oleh golongan Awaliyin yang dipimpin oleh Alqamiy.
e.       Kemorosotan ekonomi terjadi lantaran banyak biaya yang dipakai untuk anggaran tentara, banyaknya pemberontakan dan kebiasaan para penguasa untuk berfoya-foya, kehidupan para khalifah dan keluarganya serta pejabat-pejabat Negara yang hidup mewah, jenis pengeluaran yang makin beragam, serta pejabat yang korupsi, dan semakin sempitnya wilayah kekuasaan khalifah dikarenakan telah banyak provinsi yang telah memisahkan diri.
2)      Faktor ekstern
Disentegrasi, akhir kebijakan untuk lebih mengutamakan training peradaban dan kebudayaan Islam dari pada politik, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai melepaskan dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah. Merekan bukan sekedar memisahkan diri dari kekuasaan khalifah, tetapi memberontak dan berusaha merebut sentra kekuasaan di Baghdad. Hal ini di manfaatkan oleh pihak luar dan banyak mengorbankan umat, yang berarti juga menghancurkan Sumber Daya Manusia (SDM).
Yang paling membahayakan yaitu pemerintahan tandingan Fatimah di mesir walaupun pemerintahan lainya pun cukup menjadi perhitungan para khalifah di Baghdad. Pada akhirnya, pemerintah-pemerintah tandingan ini sanggup ditaklukkan Bani Saljuk atau Buyah.
F.      Strategi dan Pendekatan Dakwah Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah
Banyak media dakwah (wasilah al-Dakwah) yang dipergunakan para dai dan para pemimpin Islam, mulai dari pendekatan kekersan (peperangan), pendekatan budaya, hingga dengan penyebaran ilmu pengetahuan.
Prioritas utama masa kekhalifahan Abbasiyah yaitu training dan pengembangan kualitas dakwah islam, bukan perluasan sebagaimana dilakukan pada masa sebelumnya (khulafaur Rasyidin dan Dinasti Umayyah).
Bukan berarti kekuasaan dakwah islam tidak bertambah daerahnya lantaran ada banyak wilayah dakwah Islam yang baru. Namun, kalau diukur dengan lamanya berkuasa, tidaklah signifikan penambahan wilayah dakwah islam tersebut.
Selama kekuasaannya, Abbasiyah memperlihatkan perhatian besar terhdapa pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan sebagai media dan pendekatan dakwah Islam sehingga pertumbuhan ilmu pengetahuan dan budaya Islam sangat sulit dicari tandingannya untuk waktu yang sangat lama, bahkan memungkinkan dakwah Islam pada  masa Abbasiyah sangat disegani dunia.
Pada masa Abbasiyah, ada beberapa karakteristik yang muncul, yaitu:
1.        Kebebasan berpikir, selain memunculkan hal-hal yang sengat mendukung (positif) bagi perkembangan dakwah Islam, kebebasan ini tidak jarang memunculkan aspek negatif.
2.        Meningkatnya penerjemahan kitab-kitab atau buku-buku dari banyak sekali disiplin ilmu, baik yang sudah ada di duni Islam maupun yang sama sekali baru.
3.        Lahirnya sejumlah ulama dan ilmuan di banyak sekali disiplin ilmu, yang hingga kini tesis-tesisnya masih menjadi referensi utama para ulama masa kini.
Tamadun (peradaban) yang dicapai dakwah Islam pada masa Abbasiyah, dilukiskan oleh andal sejarah, Jarji Zaidan, sebagai masa marak meranum ilmu pengetahuan, menyerupai ilmu nahwu dan ilmu aurudl.
Pada masa ini juga banyak lahir para pujangga, penyair, dan pengarang kitab (buku) yang telah memungkinkan kesustraan Arab Islam mendunia. Sementara itu, sejumlah ilmuan-ilmua yang berasal dari bahasa dan budaya Yunani, Persia, Hindi, Romawi, dan lainya berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Para pemimpin yang sangat besar jasanya terhadap perkembangan dakwah Islam pada masa Abbasiyah, antara lain yaitu Abdul Abbas As-Saffah, Al-Mansur, Harun Al-Rasyid, Al-Ma’mun, Al-Muktasim, Abdurrahman Al-Dakhil, Thariq bin Ziyad, dan al-Mahdi.


[1] H Syamsuddin.Sejarah Dakwah.Bandung:Simbiosa Rekatama Media.2016.hlm.163.
[2] Dedi Supriadi.Sejarah Peradaban Islam.Bandung:CV Pustaka Setia.2008.hlm.128