Mengejutkan! Ternyata Burung Juga Dapat Sebabkan Kebakaran Hutan
Kita semua tentu tidak abnormal dengan Australia. Ya, itulah nama dari negara sekaligus benua terkecil di dunia yang terletak tidak jauh dari negara kita Indonesia. Biarpun ukurannya kecil jikalau dibandingkan dengan benua macam Asia atau Afrika, Australia mempunyai bentang alam yang cukup beragam. Hutan lebat, pegunungan, hingga padang pasir semuanya sanggup ditemukan di negara ini.
Karena Australia mempunyai iklim yang kering di lokasi-lokasi tertentu, Australia pun rentan dilanda kebakaran hutan ketika demam isu panas tiba. Di Australia sendiri, sebagai akhir dari lokasinya yang ada di belahan bumi selatan, demam isu panas jatuh pada pergantian tahun. Berbeda dengan daerah Eropa dan Amerika Utara yang pada periode yang sama justru mengalami demam isu dingin.
Secara almiah, kebakaran hutan muncul ketika ada petir yang menyambar dan membuat kobaran api kecil. Karena ada banyak timbunan kayu dan daun kering yang gampang terbakar, api itupun kemudian membesar dan membuat insiden kebakaran hutan yang sanggup berlangsung hingga berbulan-bulan lamanya. Namun ancaman kebakaran hutan ternyata bukan hanya tiba dari fenomena cuaca. Fauna setempat diketahui juga turut mempunyai andil dalam tragedi kebakaran hutan yang pernah menerpa Australia.
Hal tersebut disampaikan dalam hasil studi yang melibatkan pengetahuan penduduk Aborigin Australia menemukan adanya sikap gres di alam liar yang dikenal dengan istilah firehawk raptor. Perilaku ini sendiri dilakukan oleh burung pemangsa, di mana burung-burung yang melaksanakan sikap ini secara sengaja akan membuatkan kebakaran hutan dengan cara membawa ranting yang terbakar di cakar atau paruhnya.
Perilaku membuatkan api ini diketahui tersebar pada setidaknya tiga spesies burung pemangsa yang berbeda. Ketiga spesies tersebut yaitu burung elang hitam (Milvus migrans), elang siul (Haliastur sphenurus), serta falkon coklat (Falco berigora). Namun meskipun keterlibatan burung pemangsa dalam kebakaran hutan sudah dipahami oleh masyarakat Aborigin, tidak semua pihak sependapat dengan isu tersebut.
“Walaupun orang-orang Aborigin dan mereka yang berurusan dengan kebakaran hutan sudah mengetahui kalau burung pemangsa sanggup membuat kebakaran hutan menyebar melampaui batas-batas penghalang antar wilayah kebakaran, adanya keraguan dari pengambil kebijakan menyulitkan upaya pemulihan dan pengelolaan lahan yang efektif,” kata tim peneliti tersebut dalam hasil penelitian mereka yang dimuat di situs jurnal BioOne.
Kendati isu mengenai adanya burung-burung yang ikut membantu membuatkan api merupakan isu yang relatif gres dan terkesan mengejutkan, para ilmuwan menekankan kalau fenomena ini mungkin aslinya sudah disaksikan oleh insan selama ribuan tahun.
“Kami tidak menemukan (hal baru) apapun,” kata Mark Bonta yang terlibat dalam penelitian ini kepada National Geographic. “Sebagian besar data yang kami sanggup merupakan hasil kolaborasi dengan penduduk Aborigin... Mungkin mereka sudah mengetahui akan hal ini selama sekitar 40.000 tahun atau bahkan lebih.”
Menurut tim peneliti yang sama, mula-mula burung pemangsa yang membuatkan api ini akan berkumpul hingga ratusan ekor di sekitar lokasi-lokasi yang tengah dilanda kebakaran. Sesudah itu burung yang bersangkutan kemudian akan terbang untuk menyambar ranting yang tengah terbakar, membawanya hingga radius sejauh lebih dari 1 kilometer, dan kemudian menjatuhkannya secara sengaja ke tempat yang masih belum terbakar.
Lantas, apakah tujuan burung-burung tersebut melaksanakan tindakan berbahaya menyerupai itu? Padahal sanggup saja api tersebut tanpa sengaja melukai mereka sendiri. Apa mereka melakukannya lantaran iseng semata? Atau burung-burung tadi melakukannya lantaran mereka menyukai api?
Jawabannya ternyata tidaklah demikian. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh tim peneliti, mereka menemukan kalau sikap membuatkan api ini dimaksudkan untuk memudahkan burung-burung tadi mendapat mangsa.
Hewan-hewan yang menjadi mangsa burung predator biasanya bersembunyi agar sulit ditemukan dan kondusif dari pemangsanya. Namun bagaimana jikalau tempat persembunyian mereka terbakar? Mereka tentunya akan keluar dari tempat persembunyiannya agar tidak mati terbakar hidup-hidup.
Hal inilah yang dimanfaatkan oleh burung-burung pemangsa tadi. Dengan membuatkan kebakaran hutan secara sengaja, hewan-hewan yang tadinya bersembunyi terpaksa keluar dari persembunyiannya. Dan pada ketika itulah burung-burung tersebut beraksi. Bak peribahasa “keluar verbal singa, masuk verbal buaya”, ketika sudah berhasil menyelamatkan diri dari api, hewan-hewan tersebut sekarang menjadi target empuk burung pemangsa yang sudah menunggu mereka untuk menampakkan diri.
Menurut tim ilmuwan yang melaksanakan studi ini, mereka terinspirasi untuk melaksanakan penelitian mengenai keterlibatan burung pemangsa dalam kebakaran hutan sehabis membaca goresan pena yang dibentuk oleh Phillip Waipuldanya Roberts – seorang pencetus merangkat dokter untuk suku Aborigin – pada tahun 1964.
“Saya pernah melihat seekor elang membawa batang kayu yang terbakar di cakarnya dan menjatuhkannya di timbunan rumput kering yang masih segar beberapa mil jauhnya, kemudian bersama rekannya menunggu munculnya eksodus rombongan binatang pengerat dan reptil yang ketakutan, ” tulis Roberts.
Jika menggunakan perspektif seorang pakar kriminal, suatu hal dilakukan bukan menurut komponen fisik semata, tetapi juga lantaran adanya dorongan mental. Untuk kasus burung yang membuatkan kebakaran hutan ini, apakah mereka benar-benar sadar dengan apa yang mereka lakukan? Atau mereka sekedar melakukannya tanpa sengaja, dan kebetulan saja tindakan tersebut membantu memancing keluarnya hewan-hewan mangsa mereka?
Menurut tim ilmuwan yang melaksanakan studi ini, burung-burung tersebut melakukannya secara sengaja dan sadar. Mereka berani mengambil kesimpulan demikian menurut catatan kesaksian yang berhasil mereka kumpulkan.
Yang lebih mencengangkan lagi, burung-burung ini nampaknya melakukannya secara terkoordinasi. Masing-masing burung mempunyai semacam pembagian kiprah ketika mencoba memaksa hewan-hewan mangsanya keluar dengan memanfaatkan kobaran api.
“Tindakan mereka ini bukanlah tindakan yang dilakukan secara serampangan,” kata pakar unggas Bob Gosford. “Ada tujuan yang jelas. Seolah-olah mereka tengah berkata, ‘Baiklah, jumlah kita ada beberapa ratus. Kita semua sanggup bekerja sama untuk mendapat makanan.’”
Bagi insan sendiri, tindakan burung-burung ini sanggup dikatakan merugikan. Pasalnya tindakan burung-burung tersebut membuat kebakaran hutan yang timbul di demam isu kering kian sulit dipadamkan. Meskipun kebakaran tersebut mungkin saja terjadi jauh dari pemukiman manusia, asap yang ditimbulkannya tetap sanggup mengganggu acara luar rumah orang-orang yang kebetulan berada di jalur asapnya.
Meskipun demikian, Bonta tetap merasa sedikit lega dengan hasil studi ini. Pasalnya kendati burung-burung tersebut membuat upaya pemadaman kebakaran hutan menjadi lebih sulit untuk dilakukan, burung-burung tersebut tidak membuat api dari awal dan hanya melaksanakan hal demikian jikalau ada api yang lebih dulu muncul.
“Burung-burung itu tidak membuat api begitu saja. Tapi itulah salah satu hal terbaiknya,” kata Bonta kepada The Washington Post. “Api seharusnya hanya terbatas untuk insan saja.”
Untuk mencegah timbulnya kebakaran hutan yang sulit dipadamkan di kemudian hari, otoritas setempat adakala membuat kebakaran hutan kecil secara sengaja di tempat-tempat tertentu. Tujuannya yaitu kalau di masa depan timbul kebakaran hutan akhir lantaran almiah, api yang timbul jadi tidak terlampau besar dan sanggup dipadamkan dengan lebih cepat.
referensi
https://www.sciencealert.com/birds-intentionally-set-prey-ablaze-rewriting-history-fire-use-firehawk-raptors
http://www.borealforest.org/world/innova/forest_fire.htm