Penomena Jilbob
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jilbobs, abreviasi dari jilbab dan boobs (dada) ini menjadi istillah yang makin ramai diperbincangkan di media social pada awal agustus 2014. Yakni merujuk pada program berpakaian perempuan yang masih menggunakan pakaian yang membentuk lekuk tubuh terutama di serpihan atas atau dada.
Memang benar gaya berpakaian kini mulai marak dan kembali kepada selera individual. Kalau berbicara ihwal fashion banyak fashion atau tren yang berkembang dikala ini terutama di Indonesia. Namun, terlepas dari berjilbab ialah salah satu cara perempuan muslimah yang menunaikan dan melaksanakan fatwa atau perintah dari Allah SWT untuk menutup auratnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Islam mengenai hukum berhijab?
2. Bagaimana cara mengatasi tren jilboobs di kalangan remaja?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hokum islam mengenai hukum berhijab.
2. Untuk menetahui cara mengatasi tren hijab di kalangan remaja.
D. Manfaat Penelitian
E. Penelitian ini dibutuhkan sanggup membantu cukup umur perempuan dalam menggunakan hijab
F. Kerangka Berpikir
Hijab ialah sebagai tirai dan sesuatu yang menjadi penghalang atau pembatas antara dua hal. (antara dada dan kepala). Di zaman kini perkembangan yang sudah modern sehingga melahirkan banyak sekali macam perubahan terutama dalam segi berpakaian.
Banyak orang bepikir hijab ialah
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Dalam dilema ini metode yang digunakan ialah ISTIQRA atau pendekatan dengan cara penelitian. Dakwah memang kewajiban bagi setiap Umat Islam sesuai dengan ketentuan Qs. An-Nahl ayat 125 ihwal menyeru insan pada jalan Tuhan dengan pesan yang tersirat dan pengajaran yang baik dan berdebat dengan mereka dengan cara yang baik pula.
B. Tinjaun Teori
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hijab
Hijab dalam Bahasa Arab yang berarti “Penghalang” busana muslim yang menutupi keseluruhan tubuh (aurat) kecuali wajah, tangan, dan kaki yang biasa digunakan oleh kaum muslimah di seruruh dunia. Pada beberapa negara berbahasa Arab serta negara-negara Barat, kata hijab lebih sering merujuk kepada “Kerudung” yang digunakan oleh kaum perempuan muslim. Namun dalam keilmuan islam, hijab lebih tepatnya merujuk kepada tatacara berpakaian yang pantas sesuai dengan tuntunan agama.
Mengutif Abd. Ghofar Al-amin, “kerudung” ialah epilog kepala sementara “warung” berarti kawasan berjualan, kawasan memajang dagangan, dimana calon pembeli sanggup melihat bahkan menentukan secara bebas. Bagian kepala memang ditutupi oleh kerudung, tapi serpihan bawah “terbuka” dan sanggup dinikmati oleh siapa saja. Mengenakan jilbab model “atas kerudung, bawah warung” kini kembali marak dengan istillah “jilboobs”. Istillah jilboobs sendiri, menurut penelusuran geoogle sudak ada semenjak februari 2013.
Menyinggung ihwal atas Kerudung Bawah Warung Fenomena jilboobs justru menjadi pembelajaran bagi para perempuan untuk lebih memahami bagaiamana berpakaian yang sesuai dengan fatwa islam sesuaia dengan Al-Quran.
B. Ayat Al-Quran dan Pandangan Para Mufasir
Qs. Al-Ahzab : 59
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, belum dewasa perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih gampang untuk dikenal, alasannya ialah itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah ialah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab :59)
Pandangan Mufasir Ibn Kasir
Pada dikala menafsirkan ayat ini, Ibn Katsir berkata: “Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan Rasulnya Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam untuk memerintah kaum perempuan mukminah untuk mengenakan jilbab, pakiaan longgar yang menutupi baju mereka, ke suluh tubuh mereka, biar mereka tampil berbeda dengan ciri-ciri kaum waita Jahiliyah. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkna bahwa Ibn abbas pernah berkata, Allah memerintahkan kaum perempuan mukminah pada dikala pergi keluar rumah mereka untuk suatu keperluan, biar menutupi wajah mereka dari ats kepala mereka dengan Jilbab dan hanya memperlihatkan sebelah matanya saja. Muhammad Ibn Sirin pernah bertanya kepada Adibah As-Salamani ihwal maksud ayat 59 surat Al-Ahzab di atas, kemudian “Ubaidah menyampaikan semacam selendang ynag dipakainya dan memakainya sambal menutupi seluruh kepalanya hingga menutupi pula kedua alisnya dan menutupi wajahnya, dengan hnaya memperlihatkan mata kirinya saja. Ibn Abi Hatim dengan sanadnya menyebutkan bahwa, pada dikala ayat di atas trun, kaum perempuan anshar pergi keluar dan seolah-olah burung-burung gagak bertengkar di atas kepala mereka, saking tenangnya mereka; dan ketika itu mereka mengenakan pakaian-pakaian berwarna hitam.”
Qs. An-Nur :31
“Dan katakanlah (Muhammad) kepada para perempuan yang beriman biar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah menampakan perhiasannya kecuali yang terlihat dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya mereka…” (Qs. An-Nur ayat 31).
Pandangan Muffasir Ibn Kasir
“Firman-Nya, ‘dan janganlah mereka menampkkan hiasan (pakaian, atau serpihan tubuh) mereka kecuali yang (biasa) Nampak darinya ‘yakni mereka tidak memperlihatkan sediktpun hiasa yang menampilkan keindahan mereka kepada laki-laki absurd yang bukan muhrim, kecuali hiasan yang tidak sanggup siesmbunyikan. Ibn Mas’ud (ra) memahami makna hiasan yang boleh Nampak ialah pakaian yakni yang umumnya digunakan wanita-wanita Arab. Sedangkan yang terlihat dari bawah pakain mereka, hal itu diperbolehkan alasannya ialah ia tak sanggup disembunyikan. Dalam hal ini yang sependapat dengan Ibn mas’ud ialah Al-Hasan, Ibn Sirin, Abu Jawza, Ibrahim An-Nakha’I dan selain mereka. Al-A’masy meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair pendapat Ibn ‘Abbas bahwa yang boleh Nampak ialah wajah, kedua telapak tangan dan cincin wanita. Riwayat lain yang disnisbatkan kepada Ibn ‘Abbas menyebutkan bahwa maksud dari hiasan yang boleh Nampak di sini ialah pakaian yang terlihat. Malik dari Az-Zuhri meriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan hiasan yang boleh Nampak disini cincin dan gelang kaki wanita.”
“Sedangkan firman-Nya, ‘dan hendaklah mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka’ yakni menutupi kepala mereka hingga ke dada mereka dengan kerudung. Khimâradalah sesuatu yang dijadikan sebagai epilog kepala yang menjulur ke dadanya sehingga dada dan lehernya, sehingga dengan demikian kaum perempuan mukminah berbeda dengan kaum perempuan Jahiliyyah yang tidak melaksanakan hal itu, bahkan mereka biasa berlalu melintas di depan kaum lelaki dalam keadaan dada-dada mereka terbuka sehingga tidak ada sedikitpun yang tersembunyi darinya. Atau boleh jadi mereka memperlihatkan leher mereka, jambul-jambul kepala, dan anting indera pendengaran mereka. Karena itu Allah SWT memerintahkan kaum mukminah untuk menutupi ‘aurat mereka dalam bentuk dan kondisi mereka yang tersendiri, berbeda dengan perempuan selain mereka. Al-Bukhâri meriwayatkan bahwa pernah suatu dikala Aisyah (ra) berkata, ‘Semoga Allah merahmati kaum mukminah dari kalangan Muhajiraat generasi pertama ketika Allah menurunkan firman-Nya, ‘dan hendaklah mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka’ ketika itu mereka serta-merta memotong dan kain-kain mereka kemudian mereka mengenakannya (sebagai epilog kepala hingga ke dada mereka, sesuai perintah Allah SWT pada ayat tersebut—pent.). Melalui sanadnya Ibn Abi Hatim meriwayatkan bahwa Aisyah (ra) berkata, ‘Pada dikala Allah SWT menurunkan firman-Nya, ‘dan hendaklah mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka’ kaum laki-laki kembali ke rumah-rumah mereka seraya membacakan ayat tersebut kepada istri-istri mereka. Maka, tak ada seorangpun dari para istri tersebut melainkan segera mengambil kain dan memakainya, sebagai bentuk keimanan dan pembenaran mereka atas firman-Nya. Mereka lantas berada di belakang Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dengan mengenakan epilog kepala mirip yang Allah SWT perintahkan tadi, seakan di atas kepala-kepala mereka bertengger burung-burung gagak.”
Menurut Muhammad Nashiruddin Al Albany kriteria jilbab yang benar hendaklah menutup seluruh badan, kecuali wajah dan dua telapak, jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, materi tidak tembus pandang, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tidak mirip pakaian kaum laki-laki atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas diri.
C. Tren Hijab dikalangan Para Remaja
kebanyakan para cukup umur kini mengsalah artikan hijaber itu sebagai hijab tren atau fashion semata, padahal arti yang bekerjsama hijaber itu ialah hijab yang dikenakan untuk menutup aurat, tidak menonjolkan lekuk bentuk tubuh sehingga terlihat seksi.
Seharusnya para cukup umur kini di jaman ini harus lebih memperdalam ilmu pengetahuan ihwal bagaimana berpenampilan yang baik, sopan, dan sesuai dengan hukum yang sudah tertera dalam Al-Quran untuk menutup seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah, tangan dan kaki.
D. Dakwah
Kebanyakan orang mengartikan jilbab itu ialah kebudayaan orang arab, padahal jilbab ialah syariat yang tertera dalam Al-Quran. Berhijab ialah bentuk ketaatan akan perintah allah SWT. Disisi lain jilbab mempunyai banyak manfaat, yakni menjaga dari pandangan yang melecehkan. Dan biar kita lebih dikenali sebagai seorang muslimah.
Karena semestinya berjilbab untuk menajalankan fatwa agama, bukan dengan tujan lain mirip menarik pandangan lawan jenis atau hanya sekedar tren semata. MUI mengharafkan para muslimah yang menggunakan jilbab untuk tidak menonjolkan lekuk tubuh. MUI berharaf muslimah yang menggunakan jilbab tidak asal dalam menentukan baju sehingga terhindar dari kesan seksual.
Dalam perspektif sejarah, hijab bermakana pakaian wanita, sebelum kedatangan Islam dan agama-agaman lainnya terdapat banyak sekali ragam bentuk dan Islam membatasi ruang lingkupnya.
Pakaian perempuan pada masa Nabi Saw ialah pakaian yang umum dikenakan dan digunakan pada masa tersebut; artinya kaum permpuan menutupi tubuh mereka dan membungkus kepalanya dengan kerudung. Akan tetapi sebagian telinga, leher dan serpihan dadanya kelihatan kemudian turun ayat yang memerintahkan Rasulullah Saw utuk menutup sebagian itu sehingga keindahan mereka tidak Nampak dan terlihat.
Maka dari itu berrhijablah dengan ketentuan-ketentuan yang sudah ada dalam Al-Quran, mari kita sama-sama benahi diri kita untuk menjadi yang lebih baik lagi.