Contoh Desain Spanduk Banner Tema Hari Santri Nasional 22 Oktober Cdr
Bannerspanduk - Kali ini Saya akan menawarkan beberapa contoh desain untuk spanduk ataupun baliho bertemakan Hari Santri Nasional 22 Oktober dalam bentuk file corel 11, sanggup dipakai mulai dari corel 11,12,x1,x2,x3,x4,x5,x6,x7x8 sampai coreldraw yang terbaru. Jika berminat silahkan download filenya dibawah gambar ya.
intermezzo :
HARI SANTRI 22 OKTOBER
MELANJUTKAN INDONESIA
Sejak beberapa tahun terakhir, kehendak untuk mengukuhan Hari Santri secara nasional muncul di mana-mana. Di tingkat akar rumput, dengan banyak sekali cara ungkap dan salurannya, ada begitu banyak prakarsa yang mencerminkan kuatnya kehendak tersebut. Sementara pada tingkat nasional, perihal “Hari Santri” mengemuka pada banyak pernyataan tokoh, pejabat publik, lembaga diskusi, dan peliputan media massa.
Secara khusus, sejumlah Organisasi Masyarakat yang terhimpun dalam Lembaga Persaudaraan Ormas Islam (LPOI) tolong-menolong menyepakati pentingnya pengakuan hari santri. Dua belas ormas tersebut ialah Nahdlatul Ulama (NU), Syarikat Islam Indonesia (SII), Persatuan Islam (PERSIS), Al Irsyad Al Islamiyyah, Mathlaul Anwar, Al-Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ikatan DA’I Indonesia (IKADI), Azzikra, Al-Washliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), dan Persatuan Umat Islam (PUI). Beriringan dengan itu, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dan Kementerian Agama jua mengadakan persiapan untuk menyongsong peringatan Hari Santri.
MENGAPA HARI SANTRI?
Di sepanjang jalur kesejarahannya, keutuhan Indonesia berkali-kali diuji. Dalam tiap ujian itu, santri selalu hadir menjaminkan diri untuk mengawal keutuhan tersebut. Jauh sebelum diproklamasikan, bagi santri, Indonesia atau nusantara merupakan tanah-air yang wajib dibela. Tidak tepat keimanan seseorang, sampai ia menyayangi tanah-airnya. Kesadaran bertanah-air ini hidup melalui jaringan pengetahuan dan gerakan yang tersebar di seantero pulau dengan masjid, pondok pesantren, dan tarekat sebagai simpul-simpul utamanya.
Dalam kenyataan, Santri ialah masyarakat Indonesia yang beragama Islam, bukan sekadar muslim yang kebetulan berada di Indonesia. Dengan pengertian ini, segala jenis usaha pembenturan santri dengan kelompok-kelompok lain di negeri ini sudah niscaya mentah. Kecintaan terhadap tanah air selalu mengatasi sentimen kelompok.
Membela tanah-air berarti membela agama. Hal ini merupakan sesuatu yang secara spiritual diyakini, secara gagasan dipikirkan, dan secara empiris dikerjakan. Kenyataan yang demikian ini terus-menerus meluas dalam ruang dan memanjang dalam waktu. Meluas dalam ruang alasannya ialah kesadaran bertanah air diungkapkan di banyak tempat dengan lisan yang sangat beragam. Memanjang dalam waktu alasannya ialah terdapat mata-rantai pengetahuan dan tradisi yang terus-menerus bersambung.
Hari santri perlu dikukuhkan dan diperingati sekurang-kurangnya lantaran dua alasan. Pertama, sebagai penghormatan atas jasa pahlawan. Pengakuan semacam ini penting bagi generasi kini supaya tak tercerabut dari kampung halaman sejarahnya. Kedua, sebagai pembangkit patriotisme. Ini relevan alasannya ialah sejumlah gagasan yang belakangan bermunculan di Indonesia tidak banyak yang sungguh-sungguh mempunyai janji keindonesiaan.
MENGAPA 22 OKTOBER?
Hari Santri bukan sebatas hari orang Islam. Hari Santri ialah hari Orang Indonesia yang beragama Islam. Karenanya, hari santri bukan sejenis hari raya yang sanggup diperingati secara universal di seluruh dunia. Sudah semestinya momen yang dipilih merepresentasikan substansi kesantrian, yakni spiritualitas dan patriotisme. Dalam konteks global, substansi ini merupakan anugerah yang belum tentu dimiliki umat Islam di belahan bumi lain.
Dari sejumlah aspirasi yang berkembang selama ini, tanggal 22 Oktober 1945 merupakan pilihan yang paling mewakili substansi tersebut. Inilah tanggal dikala Mahaguru Kyai Hasyim Asy’ari mengumumkan fatwanya yang masyhur disebut sebagai Resolusi Jihad.
Resolusi jihad lahir melalui musyawarah ratusan kyai-kyai dari banyak sekali kawasan di Indonesia untuk merespon aksi Belanda yang kedua. Resolusi jihad memuat seruan-seruan penting yang memungkinkan Indonesia tetap bertahan dan berdaulat sebagai negara dan bangsa. Fatwa ini menyerukan bahwa setiap muslim wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia, pejuang yang mati dalam medan perang kemerdekaan disebut syuhada, dan warga negara Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan dan harus dieksekusi mati.
Dalam situasi kritis dan darurat, mempertahankan kemerdekaan tanah-air bernilai fardlu ‘ain (wajib secara perseorangan) dan kehilangan nyawa akhir daripadanya merupakan syahid. Berbeda dengan pihak-pihak yang memakai kepercayaan jihad sebagai dasar aksi teror, jihad dalam keyakinan santri menyatu dengan kesadaran bertanah-air. Tanah air, bagi santri, ialah urusan hidup-mati. Kutipan berikut memperlihatkan bagaimana spiritualitas dan patriotisme hadir dalam rumusan yang padu dan menggugah:
“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak bulat 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak bulat tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)…”
Fatwa ini selama berpuluh-puluh tahun kemudian tetap segar dan hidup dalam ingatan kolektif banyak orang di banyak sekali penjuru Indonesia. Ini bukan sesuatu yang mengherankan. Sebab, dilihat sebagai kurva peristiwa, Resolusi Jihad memang mengakar pada mata rantai usaha yang panjang dan menggerakkan begitu banyak kekuatan rakyat. Penelitian sejarah atas insiden ini memperlihatkan bahwa, dari segi substansi dan jaringan gerakan, Resolusi Jihad sanggup ditarik jauh sampai masa Perang Jawa seabad sebelumnya. Pada kronika berikutnya, Resolusi Jihad menjadi preseden yang memungkinkan rentetan insiden monumental lain. 10 November yang diperingati sebagai Hari Pahlawan merupakan akhir lanjutan insiden 22 Oktober. Dalam dosis nalar sehat, bahkan sulit membayangkan proklamasi 17 Agustus 1945 sanggup diselenggarakan andai tidak didahului Resolusi Jihad.
Hari Santri ialah penanda dengan spiritualitas dan patriotism sebagai pola maknanya. Maka, mengukuhkan 22 Oktober sebagai Hari Santri ialah usaha menyambung sejarah, ialah ikhtiar melanjutkan Indonesia. (sumber:harisantri.id)
Jika Dirasa Bermanfaat Silahkan Dishare ke media umum kalian yah. dan jikalau ingin request desain lain atau ingin download untuk versi corel lainnya ,silahkan isi komentar dibawah.
Jika Kamu Bingung gimana cara mengunduhnya silahkan klik DISINI
Terima kasih.