Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab Iii Pesan Linguistik Dan Pesan Non Verbal


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seorang psikolog bernama H.E King (1961) pernah melaksanakan penelitian otak insan dan menghasilkan inovasi bahwa kita sanggup menggerakakkan orang lain dengan merangsang salah satu bab otaknya. Jose Delgado (1969) kemudian menghabiskan bertahun-tahun unyuk berbagi alat-alat stimulasi yang sanggup merangsag  otak. Delgado bekerja keras untuk mengidentifikasi kawasan otak manusia, menciptakan peta otak, berbagi alat-alat elekrtonis halus, semua untuk mengendalikan dan menggerakan manusia. Padahal setiap insan sudah dikaruniai kemampuan untuk menggerakkan orang lain dari jarak jauh-remote control tanpa harus memakai jarum-jarum elektris atau push button radio service.













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pesan Linguistik
Ada du program untuk mendefinisikan Bahasa: fungsional dan Formal.
Definisi fungsional melihat Bahasa dari segi fungsionalnya, sehingga Bahasa diartikan sebagai alat “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan” (socially shared means for expressing ideas). Kita tekankan “ socially shared”, Karena Bahasa hanya sanggup dipahami bila janji di antara angota-angota kelompok social untuk menggunkannya. Kata-kata, menyerupai kita ketahui, beri arti secara arbitrer (semaunya) oleh kelompok-kelompok social. Tidak ada alasan logis mengapa insan betina yang gres tumbuh kita sebut “dara” dan bab pohon yang tajam kita sebut “duri”. Orang prancis menyebut orang pertama “jeune fille” dan orang kedua “epine”.
Definisi formal menyatakan Bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang sanggup dibuat berdasarkan peraturan tata Bahasa (all the conceivable sentences that could be generated accrorting to the rules of its grammar). Setiap Bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dengan tata Bahasa  Bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut:

Inggris       : Dimana sanggup saya menukar uang?
                    Where can I change some money?
Perancis     : Dimana sanggup saya menukar dari  itu uang?
                    Ou puis-je change de I’argent?
Jerman       : Dimana sanggup saya sesuatu uang menukar?
                    Wo kann ich etwasGeld wechseln?
Spayol       : Dimana sanggup menukar uang?
                    Donde puedo cambiar dinero?

Tata Bahasa mencakup tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantic. Menurut George A. Miller (1974:8), untuk bisa memakai Bahasa tertentu, kita harus menguasai tiga tahap pengetahuan Bahasa di atas, tambah dua tahap lagi. Pada tahap pertama, kita harus mempunyai informasi fonologis ihwal bunyi-bunyi dalam Bahasa itu. Misalnya, contohnya kita harus sanggung membedakan suara “th” dalam “the” dengan “th” dalam “think”. Pada tahap kadua, kita harus mempunyai pengetahuan sintaksis ihwal cara pembentukan kaliamat. Misalnya dalam Bahasa inggris kita harus tahu menempatkan “to be” pada kalimat-kalimaat nominal. Pad tahap ketiga, kita harus mengetahui cara leksikal arti kata-atau adonan kata-kata. Mislanya kita harus tahu apa arti “take” dan “teke into account”. Pada tahap keempat, kita harus mempunyai pengetahuan konseptual ihwal dunia tempat tinggal kita dan dunia yang kit bicarakan. Akhirnya, pada tahap kelima, kita harus mempunyai semacam system kepercayaan untuk menilai apa yang kita dengar.

Bahasa dan Proses Berfikir
Orang amerika menyampaikan “a clock runs” (jam berlari), orang Indonesia menyebutkan “waktu berjalan”, orang spanyol juga mengatakan”el reloj anda” (jam berjalan). Apakah ini berarti ada perbedaan persepsi ihwal waktu? Apakah ini menjadikan orang-orang amerika selalu bergegas-gegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum keburu hilang, sedangkan kita-dan kawan-kawan kita dari Amerika Latin-memandang hidup lebih santai, sering menangguhkan pekerjaan, alasannya toh jam hanya berjalan dan tidak berlari?untuk menyampaikan bahwa waktu yang ditentukan tidak terasa hamper lewat, kita masih berkata,”waktu berjalan cepat”(walaupun cepat, waktu tetap berjalan); orang Amerika mengatakannya, “we’re running out of time”. Perhatikan kalimat-kalimat Inggris di bawah ini dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia:
I broke my legs                       Kaki saya patah
O, I burned my finger              oh, jariku terbakar
I missed the bus                       saya ketinggalan bis
I lost may money                     uang saya hilang
Kita melihat dalam kalimat-kalimat Inggris, pelaku ialah diriku sendiri. Kita menyampaikan kaki yang patah, mereka menyebutkan mereka mematahkan kakinya. Saya aben jariku”. Tetapi begitulah cara mereka menggungkapkan maksud bahwa jari mereka terbakar. Tidaklah ini berarti kita cendrung menyalahkan hal-hal di luar diri kita? Kalau kita terlambat, itu salah bis. Kalau kita tidak hati-hati, bukan kita yang menghilangkan uang, tapi uang itu yang hilang dari kita. Apakah ini memperlihatkan bahwa kita ialah orang-orang yang tidak bertanggung jawab? Betulkah tidak adanya”tenses” dalam bahasa Indonesia memperlihatkan kita tidak mempersepsi faktor  waktu menyerupai persepsi orang-orang Amerika atau Prancis?
Bila kita mencoba menjawab pertanyaan di atas, kita sedang menghubungkan bahasa dan berpikir-atau lebih khusus, bahasa dan persepsi kita ihwal realitas social. Menurut salah satu teori- Iprinciple of linguistic relativity- bahasa menjadikan kita memandang realitas social dengan cara tertentu. Teori ini dikembangkan oleh von Humboldt, Sapir, Whorf, dan Cassier. Dari sekian nama itu, Whorf yang sepertinya paling menyebut perhatian. Whorf sebetulnya”tersandung” memepelajari linguoistik, padahal ia seorang insinyur dan pengusaha. Kini umumnya orang menyebutkan teoriyang menjelaskan kekerabatan bahasa dengan berfikir ini sebagai teori Whorf  (Whorfian Hyphotesis). Wdward Sapir, guru Benjamin L.Whorf, menulis.
Bahasa ialah pandu realitas social. Walaupun bahasa tidak dianggap sebagai hal yang sangat diminati ilmuanb social, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran ihwal perkara dan proses social. Manusia tidak hidup hanya dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan social menyerupai yang biasa dipahaminya, tetapi ia sangat ditentukan oleh bahasa tertenu yang menjadi medium pernyataan bagi masyarakatnya…tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk dianggap mewakili kenyataan social yang sama. Dunia tempat tinggal aneka macam masyarakat, bukan semata-mata dunia tidak sama dengan merek yang berbeda.
Secara singkat teori ini sanggup disimpulkan bahwa pandangan kita ihwal dunia dibuat oleh bahasa; dan alasannya bahasa berbeda, pandangan berbeda, pandangan kita ihwal dunia pun berbeda pula. Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk menyerupai yang telah diperogam oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu, masyarakat yang memakai bahasa yang berbeda hidup dalam dunia sensori yang berbeda pula.

Kata-kata dan Makna
Ada beberapa yang secara khusus mengulas makna menyerupai The Meaning of Meaning dan Understanding Understanding, tetapi isinay berdasarkan Fisher, lebih sedikit dari apa yang ditawarkan judulnya. Ulasan yang agak mendalam biasanya ditawarkan filsafat. Sejak Palto, John Locke, Wittgentein, hingga Brodbeck (1963), makna dimaknakan dengan uraian yang lebih sering membingungkan dari pada menjelaskan. Mungkin Brodbeck merupakan pengecualian. Ia menjernihkan pembicaraan dengan membagi makna pada tiga corak. Perdebatan tidak selesai, sering kali alasannya orang mengacukan makna ketiga corak tersebut.
Makna yang pertama ialah makna inferensiaal, yakni makna satu kata (lambing) ialah objek. Makna yang kedua memperlihatkan arti(significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep lain. Makna yang ketiga ialah makna intensional, yaitu makna yang dimaksudkan oleh seorang pemakai lambang.

B.     Pesan Nonverbal
Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang bermacam-macam. Orang Arab menghormati orang absurd dengan memeluknya. Orang-orang Polinesia menyalami orang lain dengan saling memeluk dan mengusap punggung. Orang Jawa menyalami orang yang dihormatinya dengan sungkem, Orang Jawa duduk bersial menyambut kedatangan orang yang mulia; orang belanda malah berdiri tegak.
Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk, dan berdiri tegak ialah pesan nonverbal yang menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati kita.

Fungsi Pesan Nonverbal
Betapapun kekurangannya-seperti disindir Korzybski dan kawan-kawan-bahasa telah sanggup memberikan informasi kepada orang lain. Dalam hubungannya dengan bahasa, mengapa pesan nonverbal masih dip[ergunakan? Apa fungsi tugas nonverbal?Mark L.Knapp (1972:9-12) menyebutkan lima fungsi nonverbal) Refetisi-mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, sesudah sayamenjelaskan penolakansaya, saya menggelengkan kepala berkali-kali,(2) Subtitusi-menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya, tanpa sepatah katapun anda berkata. Anda sanggup memperlihatkan persetujuan denagn mengangguk-angguk, (3) Kontradiksi-menolak pesan ekspresi atau memperlihatkan makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memang hebat, (4) Komplemen- melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda memperlihatkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata,(5) Aksentuasi- menegaskan pesan ekspresi atau menggarisbawahinnya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul mimbar.

Organisasi, Struktur, dan Imbauan Pesan
1. Organisasi Pesan
Aristoteles, dalam buku klasik ihwal komunikasi De Arte Rhetorica, menerangkan peranan taxsis dalam memperkuat imbas pesan persuasive. Yang dimaksud dengan taxsis ialah pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. Ia menyarankan semoga setiap pembicaraan disusun berdasarkan urutan: pengantar, pertanyaan, argument, dan kesimpulan
Pada tahun 1952, Beighley meninjau kembali aneka macam penelitian yang ,membandingkan imbas pesan yang tersusun dengan pesan yang tidak tersusun. Ia menemukan bukti yang faktual yang memperlihatkan bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih gampang dimengerti dari pada pesan yang tidak tersusun dengan baik.
Alan H.Monroe pada selesai tahun 1930-an. Menyarankan lima langkah dalam penyusunan pesan:
1)      attention (perhatian)
2)      need (kebutuhan)
3)      satisfaction (pemuasan)
4)      visualization (visualisasi)
5)      action (tindakan)
jadi, bila anda ingin mensugesti orang lain,rebutlah lebih dahulu perhatiannya, selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan itu, gambarkan dalam pikirannya laba dan kerugian apa yang akan diperolehnnya bila ia menerapkan atau tidak menerapkan gagasan anda, dan alhasil doronglah ia untuk bertindak.
2. Sturuktur Pesan
Bayangkan Anda harus memberikan informasi di hadapan khalayak yang tidak sefaham dengan anda. Anda harus memilih apakah bab penting dari argumentasi anda yang harus didahulukan atau bab yang kurang penting. Ataukah kita harus membiarkan hanya argument-argument yang menunjang kita saja atau harus membicarakan yang pro dan kontra sekaligus.untuk menjawab sekaligus pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah dilakukan disekiotar konsep primacy-recency. Koehler et al.(1978:170-172), dengan mengutip Cohen, menyebutkan kesimpulan peneliotian tersebut sebagai berikut:
1)      Bila pembicara menyajikan dua sisi perkara (yang pro dan kontra), tidak ada laba untuk berbiacara yang pertama, alasannya aneka macam kondisi(waktu, khalayak, tempat dan sebagainnya) akan memilih pembicara yang paling berpengaruh..
2)      Bila pendengar secara terbuka memihaksatu sisi argument, sisi yang lain mustahil mengubah posisi mereka. Sikap nonkompromistis ini mungkin timbul alasannya kebutuhan untuk mempertahankan \harga diri. Mengubah posisi akan  menciptakan orang kelihatan tidak konsisten, gampang dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.
3)      Jika pembicara menyajiakan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih gampang dipengaruhi oleh sisi yang disajikan lebih dahulu. Jika ada kegiatan diantara penyajian, atau kalau kita diperingati oleh pembicara ihwal kemungkinan disesatkan orang, maka apa yang dikatakan terakhir akan lebih banyak memperlihatkan efek. Jika pendengar tidak tertarik pada subjek pembicaraan kecuali sesudah mendapatkan informasi ihwal hal itu, mereka akan sukar mengingat dan menerapkan informasi tersebut. Sebaliknya, kalau mereka sudah tertarik pada suatu perkara , mereka akan mengigatnya baik-baik dan menerapkannya.
4)      Perubahan perilaku lebih sering terjadi kalau gagasan yang dikehendaki. Atau yang diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. Jika pada awal penyajian, komunikator memberikan gagasan yang menyenagkan kita, kita akan cenderung dan memperhatikan dan mendapatkan pesan-pesan berikutnya. Sebaliknya, kalau ia memulai dengan hal-hal yang tidak menyenagkan kita, kita akan menjadi kristis dan cenderung menolak gagasan berikutnya, betapapun baiknya.
5)      Urutan pro-kon  efektif fari pada urutan kon-pro bila dipakai oleh sumber yang mempunyai otoritas dan dihormati oleh khalayak.
6)      Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup usang di antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi sesudah pesan kedua.










BAB III
KESIMPULAN
Setiap insan telah dikarunia Tuhan untuk mengendalikan orang lain layaknya robot yang kita kendalikan dengan remote control. Namun, manusi mengendalikan orang lain dengan cara mengucapkan sebuah kata-kata atau imbauan kapada orang yang mendengarkannya atau di sebut dengan komunikate. Stiap kata-kata kita (Komunikator) yang disampaikan kepada komunikate bisa dikendaliakan komunikate tersebut hanya dengan sebuah kalimat-kalimat yang dilontarkan. Komunikor yang punya dapat dipercaya tinggi ialah orang yang bisa mengendalikan orang lain.










Daftar Pustaka
Mulyana, Deddy (2007). Ilmu Komunikasi:suatu pengantar.Bandung:PT.Remaja Rosdakarya
Rahmar, Jalaludin (2003). Psikologi Komunkasi:bandung:PT.Remaja Rosdakarya