Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puisi Cowok Chairil Anwar- Cowok Keinginan Kurun Depan Bangsa

Puisi Sumpah Pemuda Karya Chairil Anwar - Menyambut kemerdekaan RI tahun 2018 tentunya akan indah bila kita sebagai cowok mengobarkan kembali semangat usaha untuk masa depan Indonesia lebih baik bukan hanya memeriahkannya lewat lomba buat bersenang-senang semoga terlihat unik maupun anti mainstream dan puisi ialah salah satu cara kreatif para cowok dalam menuangkan kata-kata pada rangkaian motivasi dipuisi.


Sebagai teladan puisi cowok harapan bangsa sebagai generasi muda membangun bangsa ialah salah satu karya penyair populer bangsa Indonesia, Chairil Anwar. Chairil merupakan sastrawan pada generasi tahun 1945an dengan puisi-puisi yang menggubah rasa penikmat karya Chairil Anwar.


Berikut ini beberapa puisi yang sanggup dibacakan baik itu di puisi kemerdekaan 17 Agustus 1945 kini 2018 hingga acara puisi sumpah cowok hal terbaik dari semuanya kita sanggup mempunyai motivasi terbaru buat menyegarkan kembali usaha negara Indonesia.




KRAWANG-BEKASI

Chairil Anwar


Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak sanggup teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum sanggup memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi ialah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi sanggup berkata
Kaulah kini yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami kini mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
1948
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957



PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Karya: Chairil Anwar


Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup usang dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku kini api saya kini laut
Bung Karno ! Kau dan saya satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
(1948)
Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954



PRAJURIT JAGA MALAM

Karya- Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga kawasan mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !
1948
Siasat,
Th III, No. 96
1949



MALAM

Puisi Singkat: Chairil Anwar


Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
–Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah karam hilang
Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957




DIPONEGORO

Karya: ChairilAnwar

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak sanggup mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan janjkematian gres tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954




Puisi terkenal: AKU karya:Chairil Anwar


Kalau hingga waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini hewan jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan sanggup kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan saya akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943




PENERIMAAN

Kalau kamu mau kuterima kamu kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kamu bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang saya dengan berani
Kalau kamu mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin saya enggan berbagi.
Maret 1943



HAMPA

kepada sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti



TJERITA BUAT DIEN TAMAELA

Beta Pattiradjawane
jang didjaga datu datu
Tjuma satu
Beta Pattiradjawane
kikisan laut
berdarah laut
beta pattiradjawane
dikala lahir dibawakan
datu dajung sampan
beta pattiradjawane pendjaga hutan pala
beta api dipantai,siapa mendekat
tiga kali menjebut beta punja nama
dalam sunyi malam ganggang menari
berdasarkan beta punya tifa
pohon pala, tubuh perawan djadi
hidup hingga pagi tiba
mari menari !
mari beria !
mari berlupa !
awas ! djangan bikin bea marah
beta bikin pala mati, gadis kaku
beta kirim datu-datu !
beta ada dimalam, ada disiang
irama ganggang dan api mengkremasi pulau …….
beta pattiradjawane
jang didjaga datu-datu
tjuma satu



DOA

kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
saya hilang bentuk
remuk
Tuhanku
saya mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu saya mengetuk
saya tidak sanggup berpaling
13 November 1943



SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kamu darah mengalir dari luka
Antara kita Mati tiba tidak membelah…



SENJA DI PELABUHAN KECIL

buat: Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, bahtera tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan sanggup terdekap
1946



Puisi Cinta:

CINTAKU JAUH DI PULAU

Karya: Chairil Anwar


Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, kini iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, maritim terang, tapi terasa
saya tidak ‘kan hingga padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan bahtera ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, ia mati iseng sendiri.
1946



Puisi pendek Chairil Anwar

MALAM DI PEGUNUNGAN

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Makara pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini saya terlalu sangat sanggup jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!
1947



YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

kelam dan angin kemudian mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana ia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) hingga juga deru dingin
saya berbenah dalam kamar, dalam diriku bila kamu datang
dan saya sanggup lagi lepaskan kisah gres padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku membisu dan sendiri, dongeng dan bencana berlalu beku
1949



DERAI DERAI CEMARA

menderai hingga jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
saya kini orangnya sanggup tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada kesudahannya kita menyerah
1949



NISAN

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu mendapatkan segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
Dan sedih maha tuan tak bertahta



DENGAN MIRAT

Kamar ini jadi sarang penghabisan
di malam yang hilang batas
Aku dan engkau hanya menjengkau
rakit hitam
‘Kan terdamparkah
atau terserah
pada putaran hitam?
Matamu ungu membatu
Masih berdekapankah kami atau
mengikut juga bayangan itu
1946



AKU BERADA KEMBALI

Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;
rasa maritim telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari lain.
Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang saya di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula dikala berada antara
yang mengharap dan yang melepas.

Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh


Salah satu kumpulan puisi kemerdekaan diatas sangat manis dibacakan oleh cowok bangsa Indonesia dalam menyambut hut ri 2018 ke-73 ataupun dihari sumpah pemuda.