Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aliran Dalam Tasauf



Pawon ilmu

Rabu, 02 Mei 2012
ALIRAN-ALIRAN DALAM TASAWUF
A. Tasawuf Akhlaki
Menurut Amin Syukur, ada dua Aliran dalam Tasawuf. Pertama, Aliran Tasawuf sunni,yaitu bentuk Tasawuf yang memagari dirinya dengan al-quran dan al-hadis secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqammat (tingkat kerohaniaan) mereka pada dua sumber tersebut. Kedua, Aliran Tasawuf falsafi, yaitu Tasawuf yang bercampur dengan fatwa filsafat komprom, dalam pemakaian term-term filsafat yang maknanya diadaptasi dengan Tasawuf. Oleh lantaran itu, Tasawuf yang berbau filsafat ini tidak sepenuhnya sanggup dikatakan Tasawuf; dan juga tidak sanggup sepenuhnya dikatakan sebagai filsafat.
Para hebat Tasawuf pada umumnya membagi Tasawuf menjadi tiga potongan yakni: Tasawuf falsafi, akhlaqi, dan amali. Tujuan Tasawuf ini sama, namun berbeda dalam pendekatan yang digunakan:
a. Pendekatan Tasawuf falsafi yaitu rasio/akal pkiran, yakni memakai bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat dikalangan para filosof, menyerupai filsafat perihal tuhan, manusia, dan kekerabatan insan dengan tahun.
b. Pendekatan Tasawuf AKHLAQI yaitu pendekatan yang terdiri dari takhalli(yang mengosongkan diri dari tabiat yang buruk), tahalli ( menghiasi dengan tabiat yang terpuji), tajalli (terbukanya dinding penghalang) yang membatasi insan dengan tuhannya.
c. Pendekatan taswuf amali yaitu pendekatan amali wirid , yang selanjutnya mengambil bentuk tarikat.

Hubungan Tasawuf dengan akhlak
Pada dasarnya hakekat Tasawuf bertumpu pada fitrah manusia, lantaran aktifitas Tasawuf itu merupakan aplikasi dari khazanah (perbendaharaan) jiwa/ mental yang termaktub dalam fitrah. Setiap perealisasikan khasanah mental itu, bila berubah, menjadi sikap maka isi disebut dengan akhlak.
Khasanah jiwa yang termaktub pada fitrah itu merupakan agama yang hanif (lurus) yakni agama islam (Q.S arum :30)
Salah satu upaya untuk memahami semua tuntunan fitrah itu yaitu Tasawuf, bila Tasawuf itu sanggup merubah sikap orangnya dan menjadi sebuah kebiasaan, maka ia melahirkan akhlak/ realisasi dari sikap jiwa. Oleh alasannya yaitu itu sanggup ditarik suatu pemahaman bahwa fitrah yaitu penghubung dari Tasawuf dan akhlak.
B. Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi yaitu rasio/ nalar pikiran, yakni memakai bahan-bahan atau kajian atau pemikiran yang terdapat di kalangan para filosof, menyerupai filsafat perihal tuhan, manusia, dan kekerabatan insan dengan tuhan. Tasawuf falsafi merupakan tindak lanjut dari pemikiran mutakallimin yang membaur dengan filsafat metafisika. Pada tingkat awal ia merupakan upaya menjembatani aqidah dengan filsafat, maka kaum sufi berusaha menciptakan formulasi gres yang mempertemukan pemikiran dengan perenungan terutama pada konsep etika, estetika, dan kesatuan wujud. Konsep etika disosialisasikan dengan rasa ingin tahu terhadap tuhan, sehingga perlu menghindar dari keduniaan.
Secara etimologi istilah “filsafat” dalam bahasa Indonesia mempunyai padanan kata falsafah (arab), philoshopy (inggris), philosopia (latin) semua istilah itu bersumber pada istilah yunani philosophia. Istilah yunani philen berarti “mencintai”, sedangkan philos berarti “teman”. Selanjutnya istilah sophos berarti “bijaksana”, sedangkan Sophia berarti “kebijaksanaan”.
Dengan demikian ada dua arti filsafat secara etimologi. Pertama, apabila istilah filsafat mengacu kepada philein dan shopos, maka berarti menyayangi hal-hal yang bersifat bijaksana. Kedua, apabila filsafat mengacu kepada kata philos dan Sophia, maka artinya yaitu sahabat kebijaksanaan (kebijaksanaan dimaksudkan sebagai kata benda).
• Ciri-Ciri Filsafat
Melalui filsafat diidentifikasikan masalah-masalah tertentu (yang semula menjadikan keragu-raguan), kemudian diusahakan mencapai penyelesaiannya. Bersifat berarti mencari kebanaran, dari kebenaran untuk kebenaran, perihal segala sesuatu yang dipermasalahkan, dengan berfikir secara radikal, sistematik, universal.
Berfikir radikal yaitu berfikir hingga ke akar-akarnya, dan tidak kepala tanggung, hingga kepada konsekuensi-konsekuensi terakhir. Sistematik yaitu secar teratur dan tersusun sehingga merupakan pengertian yang sistematis, dan bahwa pendalaman mengenai hakekat sesuatu itu disertai pembuktian yang sanggup diterima nalar dari tersusun berjalain dan sanggup dipertanggungjawabkan. Universal yaitu berfikir secara keseluruhan dan tidak hanya bagian-bagian tertentu saja. Misalnya berfikir perihal hujan, bukanlah sebatas hujan yang kemaren atau hari ini, tapi seluruh yang terjadi beberapa hari yang lewat.
• Sumber-Sumber Filsafat
Sumber filsafat itu dimulai dari ketakjuban, dengan keheranan. Hanya insan yang sanggup takjub, yang menjadi subjek yaitu insan yang menjadi objeknya segala sesuatu yang tidak terperinci yang belum ada hukumnya.
• Tujuan Filsafat untuk Mencari Kebenaran
Para filosof mencari kebenaran filsafat yaitu untuk meluruskan benang yang lembap dan sebagainya, Ia mencari kebenaran itu demi kebenaran itu sendiri. Dari itu filosof yaitu orang yang berani dalam berfikir, ia berani menyangsikan kenyataan yang dihadapinya, warisan (adat, anggapan, umum, kepercayaan, dan pengetahuan).
Pikiran ilmuan membatasi diri pada kejadian hujan yang tadis sebagai contohnya, dari yang terbatas yaitu khusus, bergerak pada umum inilah pemikiran filsafat.
C. Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni banyak berkembang di dunia Islam, terutama di Negara–Negara yang mayoritas bermazhab Syafi’i. Tasawuf ini sering d igandrungi orang lantaran paham atau fatwa – ajarannya tidak terlalu rumit.
• Ciri-ciri Tasawuf Sunni :
1. Melandaskan diri padaAl-quran dan As-Sunnah.
2. Tidak memakai terminologi – terminology filsafat sebagaimana terdapat pada ungkapan – ungkapan Syathahat.
3. Lebih bersifat mengajarkan dualism dalam hunganan antara Tuhan dan manusia.
4. Kesinambungan antara hakikat dengan syari’at.
5. Lebih terkonsentrasi pada pembinaan, pendidikan akhlak, dan pengobatan jiwa dengan cara riyadhah (latihan – latihan) dan langkah takhalli, tahalli, dan tajalli.
Tasawuf sunni ialah Aliran tasaawuf yang berusaha memadukan aspek hakekat dan syari’at, yang senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan diri kepada allah, dengan berusaha sungguh-sugguh berpegang teguh terhadap fatwa al-Qur’an, Sunnah dan Shirah para sahabat. Dalam kehidupan sehari-hari para pengamal Tasawuf ini berusaha untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat keduniawian, jabatan, dan menjauhi hal-hal yang sanggup mengganggu kekhusua’an ibadahnya.
Latar belakang munculnya fatwa ini tidak telepas dari pecekcokan kasus aqidah yang melanda para ulama’ fiqh dan Tasawuf lebih-lebih pada kurun kelima hijriah Aliran syi’ah al-islamiyah yang berusaha untuk memngembalikan kepemimpinan kepada keturunan ali bin abi thalib.
Dimana syi’ah lebih banyak mempengaruhi para sufi dengan iman bahwa imam yang ghaib akan pindah ketangan sufi yang layak menyandang gelar waliyullah, dipihak lain para sufi banyak yang dipengaruhi oleh filsafat Neo-Platonisme yang memunculkan corak pemikiran Tasawuf falsafi yang tentunya sangat bertentangan dengan kehidupan para sahabat dan tabi’in. dengan ketegangan inilah muncullah sang pemadu syari’at dan hakekat yaitu Imam Ghazali.
• Salah satu tokoh Tasawuf sunni adalah, Hasan al-basri
Hasan al-Basri yaitu seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat taqwa, wara’ dan zahid. Nama lengkapnya yaitu Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Hasan. Lahir di Madinah pada tahun 21 H tetapi dibesarkan di Wadi al-Qura. Setahun setelah perang Shiffin beliau pindah ke Bashrah dan menetap di sana hingga ia meninggal tahun 110 H. setelah ia menjadi warga Bashrah, ia membuka pengajian disana lantaran keprihatinannya melihat gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah terpengaruh oleh duniawi sebagai salah satu saluran dari kemakmuran ekonomi yang dicapai negeri-negeri Islam pada masa itu. Gerakan itulah yang mengakibatkan Hasan Basri kelak menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan kehidupan sufi di bashrah. Diantara ajarannya yang terpenting yaitu zuhud serta khauf dan raja’.
Dasar pendiriannya yang paling utama yaitu zuhud terhadap kehidupan duniawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi.
Prinsip kedua Hasan al-Bashri yaitu al-khouf dan raja’. Dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah lantaran berbuat dosa dan sering melalakukan perintahNya. Serta menyadari kekurang sempurnaannya. Oleh lantaran itu, prinsip fatwa ini yaitu mengandung sikap kesiapan untuk melaksanakan mawas diri atau muhasabah semoga selalu memikirkan kehidupan yang akan tiba yaitu kehidupan yang hakiki dan abadi.
D. Tasawuf Syi’i atau Syiah
Diluar dua Aliran Tasawuf akhlaqi (sunni) dan Tasawuf falsafi, ada juga yang memasukkan Tasawuf Aliran ketiga, yaitu Tasawuf syi’i atau syiah. Kaum syiah merupakan golongan yang dinisbatkan kepada pengikut Ali bin Abi Thalib. Dalam sejarahnya, setelah perang shiffin, orang-orang pendukung fanatik Ali memisahkan diri dan banyak berdiam di daratan Persia, dan di Persia inilah kontak budaya antara Islam dan Yunani telah berjalan sebelum dinasti Islam berkuasa disini.
Oleh lantaran itu, perkembangan Tasawuf syi’I sanggup di tinjau melalui kacamata keterpengaruhan Persia oleh pemikiran-pemikiran filsafat Yunani.
Ibnu Khaldun dalam AL-Muqaddimah telah menyinggung soal kedekatan syi’ah dengan Tasawuf, Ibnu Khaldun melihat kedekatan Tasawuf filosofis dengan sekte Isma’iliyyah dari Syiah. Sekte ini menyatakan terjadinya hulul atau ketuhanan pada imam mereka. Menurutnya kedua kelompok ini mempunyai kesamaan, khususnya dalam duduk masalah “quthb” dan “abdal”. Bagi para sufi filosof quthb yaitu puncaknya kaum ‘arifin, sedangkan abdal merupakan perwakilan. Ibnu Khaldun menyatakan iman menyerupai ini menyerupai dengan iman Isma’iliyyah perihal imam dan para wakil. Begitu juga dengan pakaian compang camping yang disebut-sebut berasal dari imam Alina tidak mungkin ada dua cahaya utama secara bersamaan. Pensucian tabiat sanggup digambarkan dengan salah satu dari tiga jalan berikut ini, dimana masing-masing jalan ini bagi setiap orang tidaklah mudah.
Jalan pertama: Adanya kekerabatan dengan seorang ruhaniawan suci yang telah tersucikan jiwa dan akhlaknya. Dengan kekuatan jiwa dan bimbingan paripurna, ia akan menjauhkan seluruh sifat buruk dan tabiat buruk darinya. Dan hal ini tidak mungkin kecuali dengan inayah dan pertolongan jiwa suci Wali Ashr Ajf.
Jalan kedua: Yang mungkin bagi kita, meskipun berat dan sulit yaitu sekali dalam sehari semalam atau sekali dalam sepekan, kita duduk merenungi dan memikirkan nikmat-nikmat Tuhan yang ada disekitar kita.
Hingga dengan sendirinya(secara fitrawi) terbukti bahwa nikmat-nikmat Tuhan tidak mungkin untuk sanggup dihitung. Hal ini bisa mengakibatkan munculnya perjuangan yang patut dan layak dalam mensyukuri nikmat-nikmat Tuhan. Namun, kesulitan pada bentuk ini yaitu ketidak sucian jiwa yang menjadi penghalang insan dalam mengikuti cara dan gagasan menyerupai ini, lantaran itu jalan ini pun yaitu sulit.
Jalan ketiga: yaitu dengan membentuk majlis-majlis nasehat dan tabiat serta dengan santunan kehendak jiwa yang besar lengan berkuasa sembari mengingat nikmat-nikmat Tuhan, kita kenalkan indera pendengaran hati kita pada hal-hal demikian ini.
Dan kondisi-kondisi ini butuh kesinambungan, lantaran itu bila pengadaannya hanya sekali dalam sebulan atau sekali dalam setahun saja maka tidak akan pernah mencapai hasil alasannya yaitu jiwa kita mesti senantiasa di desak untuk mengulangi bahasan-bahasan ini hingga menjadi kesenangan baginya. Kesimpulannya, pemilik bashirah sanggup mendapat nikmat agung ini melalui satu di antara tiga jalan tersebut.
E. Tasawuf Iluminasi
Selanjutnya konsep Filsafat Iluminasi yang dibangunnya juga merupakan sebuah kritik epistemologis terhadap kaum paripatetik yang selalu mengajukan formula-formula dalam memahami hakikat ketuhanan. Kaum paripatetik selalu memakai ‘Ilm al-Hushuli sebagai epistemologinya, sementara itu bagi Suhrawardi epistemology kaum paripatetik tidak bisa memperlihatkan pengetahuan yang sejati.
Pengetahuan hushuli terbagi ke dalam dua jenis sarana untuk mencapainya. Pertama diperoleh dengan memaksimalkan fungsi indrawi atau observasi empiris. Melalui indra yang dimiliki, insan bisa menangkap dan menggambarkan segala objek indrawi sesuai dengan justifikasi indrawi yaitu melihat, mendengar, meraba, mencium dan merasa. Kedua diperoleh melalui sarana daya pikir (observasi rasional), yaitu upaya rasionalisasi segala objek rasio dalam bentuk spiritual (ma’qulat) secara silogisme yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang diketahui kepada hal-hal yang belum diketahui.
Sementara itu untuk melawan epistemology kaum paripatetik, Suhrawardi memperkenalkan epistemology Hudhuri atau pengetahuan dengan kehadiran (observasi rohani) yaitu pengetahuan yang bersumber eksklusif dari pemberi pengetahuan tertinggi menurut musyahadat (pengungkapan tabir) dan iluminasi. Konsep ilmu hudhuri ini dikembangkan SuhrawardĂ® dengan pementingan pada aspek ketekunan dalam mujahadat, riyadhat dan ‘ibadat dari pada memaksimalkan fungsi rasio, atau dengan kata lain ilmuh hudhuri lebih menekankan olah dzikir dari pada olah pikir.
Konsep epistemologi Hudhuri ini dimulainya dengan menjelaskan hakikat cahaya. Menurut Suhrawardi, cahaya yaitu sesuatu hal yang tak perlu dijelaskan atau diterangi lagi lantaran ia sudah terang dengan sendirinya. Selanjutnya cahaya ini terbagi pada dua jenis yaitu pertama cahaya murni atau Nur Al-Mujarrad yang merupakan cahaya yang berdiri sendiri dan cahaya temaram atau Nur Al-Aridh yang merupakan cahaya yang tidak mandiri.
Konsep epistemologis inilah yang jadinya memperlihatkan pengetahuan pada insan yaitu dengan memaksimalkan oleh dzikirnya semoga tetap erat dengan Tuhan atau Nur al-Anwar dan mendapat Iluminasi pengetahuan. Selain itu Suhrawardi menegaskan bahwa disamping ada dasar pengetahuan akan tetapi pengetahuan yang sebetulnya ialah sesuatu yang tiba dari dalam dirinya sendiri dalam makna lahir dari pengenalan terhadap dirinya sendiri, hal inilah yang dalam fatwa Tasawuf dikenal dengan ma’rifah. Dalam tradisi Tasawuf, ma’rifah yaitu konsep tertinggi dalam perjalanan insan yang dalam hal ini juga berarti pengetahuan yang Ilahi. Dari sini cahaya dipancarkan kepada setiap orang yang dikehendaki-Nya yaitu melalui pengungkapan tabir yang jadinya terpatri dalam diri insan dan dengan sadar menghilangkan keragu-raguan.