Qaulan Sadiidan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, lantaran atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah, makalah ini sanggup terselesaikan dengan baik, dan tepat waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memenuhi salah satu kiprah Ujian Akhir. Dalam penyelesaian makalah ini, banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjukan. Namun, berkat derma dari banyak sekali sumber, hasilnya makalah ini sanggup terselesaikan dengan cukup baik.
Oleh lantaran itu dengan segala hormat dengan kerendahan hati perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Rakhmanur Aziz, S.Sos.I.,M.I.Kom selaku dosen mata kuliah Metedologi Dakwah
2. Orang bau tanah tercinta yang telah memberikan dorongan moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan KPI III/D
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang dibentuk baik disengaja maupun tidak sengaja, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut tidak menutup diri terhadap segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat kontruktif bagi diri penulis.
Bandung, Desember 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Menurut Marcus Tulius Cicero, Retorika bisa disebut sebagai Retorika yang apabila disampaikan oleh orang yang baik, “The good man speaks well”. Hal demikian telah di cantumkan dalam Al-Quraan, diantaranya ada beberapa ayat yang menjelaskan mengenai perkataan-perkataan yang harus disampaikan ketika ingin memberikan retorika dengan baik, berikut ayat-ayat al-Quran mengenai perkataan: Qaulan Ma’rufa ( Q.S Anisa:5), Qaulan Baligha ( Q.S Anisa:63), Qaulan Kariimaa (Q.S Al-Mu’minun : 17), Qaulan Maysuuraa (Q.S Al-Isra:28 ) Qaulan Layyinan (Q.S Taaha: 54), Qaulan Sadiida (Q.S Al-Ahzab : 70 ), Qaulan Tsaqiila (Q.S Al-Muzzammil : 5). Tujuh dalil tersebut mendukung ayat yang menjadi prinsip dasar komunikasi dalam Islam.
Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau memberikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
Serta ada suatu pendapat dari seorang ilmuan yaitu yang bernama; Alferd Korzybski, peletak dasar teori general semantics menyatakan bahwa penyakit jiwa , baik individual maupun sosial, timbul lantaran penggunaan bahasa yang tidak benar. Ada beberapa cara menutup kebenaran dengan komunikasi. Pertama, menggunakan kata-kata yang sangat abstrak, ambigu, atau menyebabkan penafsiran yang sangat berlainan apabila kita tidak oke dengan pandangan mitra kita. Kedua, membuat istilah yang diberi makna lain berupa eufimisme atau pemutarbalikan makna terjadi bila kata-kata yang dipakai sudah diberi makna yang sama sekali bertentangan dengan makna yang lazim. Maka dari itu, dalam pembuatan makalah ini akan coba mengulas mengenai makna, Indikasi, dan Aksiologi dari Qaulan Sadiida (Q.S Al-Ahzab :70)
1.2 Rumusan masalah
1. Apa makna yang terkandung dalam Q.S Al-Ahzab ayat 70 (Qaulan Sadiida) ?
2. Bagaimana Indikasi atau Ciri-ciri “The good man, Speaks well” dalam Q.S Al-Ahzab ayat 70 (Qaulan Sadiida) ?
3. Apa Kegunaan dari ayat Q.S Al-Ahzab ayat 70 (Qaulan Sadiida) ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Q.S Al-Ahzab : 70
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
2.2 Makna Ayat
A. Terjemah
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kau kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”. (Q.S Al-Ahzab:70)
B. Asbabun Nuzul
Manusia bertanya kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam perihal hari Kiamat dengan maksud meminta disegerakan, sedangkan sebagian lagi mendustakan kejadiannya dan mencoba melemahkan yang memberitahukannya.
Yakni kapan terjadinya? Yakni tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, saya dan selainku tidak mengetahui kapan terjadinya, namun kau janganlah menganggapnya lambat.
Dekat atau jauh final zaman tidak ada faedahnya, yang ada faedahnya ialah rugi atau beruntung, celaka atau bahagia, apakah seorang hamba berhak mendapatkan azab atau berhak mendapatkan pahala di hari itu? Inilah yang perlu diberitahukan.
Maka di ayat selanjutnya disebutkan sifat orang yang berhak mendapatkan azab dan sifat azabnya, lantaran azab tersebut sesuai dengan mereka yang mendustakan kiamat.
Yaitu yang kekafiran sudah menjadi kebiasaan mereka, di mana jalan mereka ialah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya serta kafir kepada kepada apa yang mereka (para rasul) bawa dari sisi Allah, maka Allah menjauhkan mereka di dunia dan darul abadi dari rahmat-Nya, dan cukuplah yang demikian sebagai hukumannya.
Api tersebut naik hingga ke hati dan mereka awet di dalam azab itu, tidak keluar darinya dan tidak diringankan walau sesaat. Yang memberikan apa yang mereka minta. Yang menghindarkan azab dari mereka. Pelindung maupun penolong telah meninggalkan mereka, dan mereka diliputi oleh azab yang menyala-nyala serta terasa hingga ke hati saking dahsyatnya. Mereka pun mencicipi panasnya, perkaranya semakin dahsyat dan mereka meratapi perbuatan yang mereka lakukan di masa lalu. Sehingga kami selamat dari azab ini dan kami mendapatkan pahala yang besar sebagaimana orang-orang yang taat. Akan tetapi waktunya telah lewat, sehingga tidak ada lagi gunanya, yang ada hanyalah penyesalan, kekecewaan, kesedihan dan rasa sakit.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin biar tidak menyakiti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam; nabi yang mulia, yang mempunyai sifat pengasih dan penyayang dengan bersikap kepada Beliau bertentangan dengan yang seharusnya, yaitu dimuliakan dan dihormati dan biar mereka tidak ibarat orang-orang yang menyakiti Musa bin Imran, seorang yang diajak bicara oleh Allah, kemudian Allah membersihkan Beliau dari tuduhan yang mereka lontarkan, yaitu dengan memperlihatkan kebersihan Beliau. Padahal Musa ‘alaihis salam tidak pantas dijadikan target tuduhan dan gangguan lantaran Beliau mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah, bersahabat dengan-Nya, termasuk rasul pilihan dan termasuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas. Keutamaan Beliau yang begitu banyak tidak membuat mereka berhenti dari menyakiti Beliau. Oleh lantaran itu, kau wahai kaum mukmin berhati-hatilah jangan ibarat mereka terhadap nabimu.
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Musa ialah seorang pemalu dan menutupi diri. Kulitnya sedikit pun tidak terlihat lantaran aib (ketika mandi), kemudian di antara Bani Israil ada orang-orang yang menyakiti Beliau, mereka berkata, “Tidaklah Beliau menutup diri mirip ini kecuali lantaran cacat di kulitnya, entah itu sopak, udrah (bengkak biji kemaluannya), atau lantaran penyakit. Allah ingin membersihkan Beliau dari tuduhan yang mereka lontarkan kepada Musa itu. Maka pada suatu hari, Musa menyendiri, ia taruh pakaiannya di atas sebuah batu, kemudian mandi.
Setelah selesai, ia datangi pakaiannya untuk mengambilnya, tetapi kerikil itu malah membawa lari pakaiannya, maka Musa mengambil tongkatnya dan mengejar kerikil itu sambil berkata, “Pakaianku hai batu, pakaianku hai batu.” Sehingga Beliau tiba di tengah kumpulan Bani Israil, kemudian mereka melihat Beliau dalam keadaan telanjang ternyata fisiknya fisik terbaik yang diciptakan Allah. Allah membersihkan Beliau dari tuduhan yang mereka katakan itu, kemudian kerikil itu berdiri, kemudian Musa mengambil pakaiannya dan memakainya, kemudian dipukullah kerikil itu dengan tongkatnya. Demi Allah, sesungguhnya pada kerikil itu ada bekas pukulannya tiga, empat atau lima pukulan. Itulah maksud firman Allah Ta’ala.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kau kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar,” (terj. Al Ahzaab: 70)
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang hingga kepada Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Pada dikala perang Hunain, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengutamakan beberapa orang dalam pembagian (harta rampasan perang). Beliau memberikan Aqra’ bin Habis seratus ekor unta, memberikan kepada ‘Uyainah mirip itu dan memberikan juga kepada beberapa pemuka Arab. Ketika itu, Beliau melebihkan mereka dalam pembagian. Lalu ada seseorang yang berkata, “Demi Allah, sesungguhnya pembagian ini tidak ada keadilannya, dan tidak dimaksudkan untuk mencari wajah Allah.” Aku (Ibnu Mas’ud) berkata, “Demi Allah, saya akan laporkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian saya mendatanginya dan memberitahukan hal itu. Maka Beliau bersabda, “Siapakah yang akan berbuat adil jikalau Allah dan Rasul-Nya tidak berbuat adil? Semoga Allah merahmati Musa. Sungguh, dia telah disakiti dengan yang lebih dari ini, namun ia bersabar.”
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerintahkan kaum mukmin biar bertakwa kepada-Nya dalam setiap keadaan mereka, ketika sembunyi atau terang-terangan. Demikian pula mengajak mereka berkata benar, yakni perkataan yang sesuai kebenaran atau mendekatinya ketika sulit dipastikan. Termasuk ke dalam perkataan yang benar ialah membaca Al Qur’an, berdzikr, beramar ma’ruf dan bernahi mungkar, mempelajari ilmu dan mengajarkannya, berusaha sesuai dengan kebenaran dalam banyak sekali kasus ilmiah, menempuh jalan yang mengarah kepadanya serta sarana yang sanggup membantu kepadanya. Termasuik perkataan yang benar pula ialah ucapan yang lembut dan halus ketika berbicara dengan orang lain dan ucapan yang mengandung hikmah serta aba-aba kepada yang lebih bermaslahat.
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan manfaat dari bertakwa kepada-Nya dan mengucapkan perkataan yang benar.
Yang demikian menjadi alasannya baiknya amal yang dilakukan dan jalan biar diterima, lantaran menggunakan takwa menjadikan semua amal diterima, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah hanya mendapatkan dari orang-orang yang bertakwa.” (Terj. Al Maa’idah: 27) Di samping itu, dengan takwa, Allah akan memberi taufik kepada seseorang untuk berzakat saleh, menjaga amal tersebut dari yang merusaknya, menjaga pahalanya dan melipatgandakannya, sebagaimana jikalau seseorang meremehkan ketakwaan dan perkataan yang benar menjadikan alasannya rusaknya amal, tidak diterimanya dan tidak ada pengaruhnya.
Dosa merupakan penyebab binasanya seseorang, maka dengan takwa Allah akan ampuni dosa-dosa itu, kasus menjadi lurus dan semua yang dikhawatirkan terjadi hilang.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala membesarkan kasus amanah yang dibebankannya kepada orang-orang mukallaf.
Yang dimaksud dengan amanah di sini ialah tugas-tugas agama, yaitu mengerjakan perintah dan menjauhi larangan mirip shalat dan lainnya, di mana jikalau dikerjakan mereka akan mendapatkan pahala, dan jikalau ditinggalkan mereka akan mendapatkan siksa. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menawarkannya kepada makhluk-makhluk yang besar, mirip langit, bumi dan gunung-gunung, penawaran pilihan bukan paksaan.
Mereka khawatir tidak sanggup memikulnya dan malah mendurhakai Tuhannya, bukan lantaran tidak suka pahalanya. Lalu Allah menawarkannya kepada manusia, kemudian insan menerimanya dan siap memikulnya dengan keadaannya yang zalim lagi jahil (bodoh).
C. Tafsir
Perkataan qaulan sadida diungkapkan al-Quran dalam konteks pembicaraan mengenai wasiat.
Hamka (1987:274) menafsirkan kata qaulan sadida menurut konteks ayat, yaitu dalam konteks mengatur wasiat. Untuk itu, orang yang memberi wasiat harus menggunakan kata-kata yang terperinci dan tepat; tidak meninggalkan keragu-raguan bagi orang yang ditinggalkan. Sedangkan ketika ia menafsirkan qaulan sadida pada Q.S al-Ahzab ia berkata bahwa ungkapan tersebut bermakna ucapan yang tepat yang timbul dari hati yang bersih, alasannya ucapan ialah gambaran dari apa yang ada di dalam hati. Orang yang mengucapkan kata-kata yang sanggup menyakiti orang lain memperlihatkan bahwa orang tersebut mempunyai jiwa yang tidak jujur.
Rahmat (1994:77) mengungkap makna qaulan sadida dalam arti pembicaraan yang benar, jujur, lurus, tidak sombong, tidak berbelit-belit.
Senada dengan itu, at-Tabari (1988:Juz III:273) menafsirkan kata qaulan sadida dengan makna adil.
Al Buruswi (1996:Juz IV:447) menyebutkan qaulan sadida dalam konteks tutur kata kepada bawah umur yatim yang harus dilakukan dengan cara yang lebih baik dan penuh kasih sayang, mirip kasih sayang kepada anak sendiri.
Memahami pandangan para mahir tafsir di atas sanggup diungkapkan bahwa qaulan sadida dari segi konteks ayat mengandung makna kekuatiran dan kecemasan seorang pemberi wasiat terhadap anak-anaknya yang digambarkan dalam bentuk ucapan-ucapan yang lemah lembut, jelas, jujur, tepat, baik dan adil.
1. Ayat ini sudah sangat terperinci di tujukan kepada orang-orang beriman (kamu muslimin). Menganjurkan dan memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin untuk bertakwa kepada Tuhannya dengan sebenar-benarnya yaitu menjauhi segala larangan dan menjalankan segala perintah Agama dengan sungguh-sungguh baik dalam keadaan lapang maupun susah.
2. Anjuran dan perintah dari Allah bahwa hendaknya kaum muslimin senantiasa menyampaikan sesuatu secara jujur. Kewajiban menyampaikan kebenaran walau terasa pahit dan hanya berkata perihal suatu kebenaran. Tidak plinplan dan tidak menyampaikan sesuatu yang tidak berdasar apalagi berbohong, itu merupakan perbuatan yang mungkar
3. Jika 2 hal yang di sebut di atas benar-benar di laksanakan dengan hanya mengharap ridho Allah, pasti (pasti) Allah akan melimpahkan kebaikan terhadap apa yang sudah kita amalkan dan insyaAllah menyempurnakan amalan kebaikan kita. Jika amalan2 baik kita diterima Allah tentunya amalan2 baik itu akan menghapus dosa2 kita dan juga insyaAllah akan menambah berat timbangan kebaikan kita di darul abadi kelak. Kita serahkan urusan itu sepenuhnya ke pada Allah Azza Wa Jalla
4. Allah menginformasikan kepada kita bahwa siapa saja dari ummatNya yang mentaatiNya dan mentaati RasulNya (Nabi Muhammad) maka sesungguhnya ia (ummat) telah memperoleh kemenangan yang besar. Wujud dari kemenangan ini sangatlah bermacam-macam. Ada yang menang dari medan pertempuran, ada yang mendapatkan solusi dari segala persoalan, ada yang mendapat rejeki, kebahagiaan dan rahmat bisa juga kemenangan secara hakiki yaitu mendapatkan Surganya. Amin
2.3 Indikasi “The good man speaks well”
AYAT SESUDAH DAN SEBELUM
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا (69)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (70)
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71)
(72)
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا
(73)
لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Terjemah Ayat:
69. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kau mirip orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan- tuduhan yang mereka lontarkan. Dan dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah.
70. Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kau kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar,
71. Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa- dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah mendapat kemenangan yang besar.
72. Sesungguhnya Kami telah memperlihatkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), kemudian dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, insan itu sangat zalim dan sangat bodoh,
73. Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik pria dan perempuan, orang-orang musyrik, pria dan perempuan; dan Allah akan mendapatkan tobat orang-orang mukmin pria dan perempuan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam memikul kiprah amanah itu, insan terbagi menjadi tiga golongan:
- Kaum munafik yang menampakkan dirinya bahwa mereka melaksanakannya baik lahir maupun batin, padahal tidak.
- Kaum musyrik yang tidak melaksanakannya sama sekali, baik lahir maupun batin.
- Kaum mukmin yang melaksanakannya lahir maupun batin.
Maka di ayat tersebut Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan amal ketiga golongan itu dan tanggapan kepada masing-masingnya. Yang tidak menjalankan amanah itu. Yang menjalankan amanah itu. Segala puji bagi Allah Ta’ala lantaran Dia mengakhiri ayat ini dengan dua nama-Nya yang mulia, yang memperlihatkan sempurnanya ampunan Allah, luasnya rahmat-Nya dan meratanya kepemurahan-Nya, tetapi sayangnya kebanyakan mereka tidak mau mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya lantaran perbuatan nifak dan syirknya.
2.4 Aksiologi Qaulan Sadiida
Dari uraian terjemah dan tafsir QS. Alahzab ayat 70 diatas, sanggup ditarik kegunaan bahwa ayat ini sanggup membantu kita dalam memberikan pesan dakwah biar hingga kepada hati para mad’u. lantaran segala sesuatu itu dimulai dari kita sendiri, sehingga sebelum kita memberikan pesan da’wah, kita sebagai da’I dihentikan lengah dalam berkata. Dalam artian harus berbicara sesuai fakta, dihentikan memfitnah sesuatu yang tidak sesuaidengan fakta. Karena itu akan mensugesti pencitraan kita oleh oranglain. Jika kita tidak berkata jujur tentu oranglain pun akan sulit dalam mempercayai kita. eperti dalam sebuah hadits “Qulil Haqqo Walau kaana Murron” berbicaralah yang sesungguhnya walaupun terasa pahit. Karena dengan ketidakjujuran, apalagi ketidakjujuran itu hingga memadharatkan pihak lain. Seperti misalnya, kita melempar tuduhan kepada orang yang tidak berbuat salah, otomatis orang tersaebut akan kehilangan harga dirinya. Dia sebagai korban tuduhan tentu akan merasa sakit hati, dan bisa jadi menyebabkan rasa dendam di hatinya. Bisa jadi ia pun berdoa yang tidak baik bagi si penuduh. Juga kita sebagai penuduh akan dihantui dengan ketidaktenangan sebelum kasus yang gotong royong terungkap dengan benar. Orang yang menghayati dan mengaplikasikan makna dari ayat ini, ia akan menjadi langsung yang senantiasa jujur,berhati-hati dalam bercakap, dipercayai oranglain, bisa menerima saran dan kritik dari oranglain, mempunyai banyak kawan, dan dipaparin hati yang ikhlas.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Memahami pandangan dari para mahir tafsir dan mengungkapkan bahwa Qaulan Sadiida dari segi konteks ayat yang mengandung makna yang di gambarkan dalam bentuk ucapan-ucapan yang lemah lembut, jelas, jujur, tepat, baik dan adil.
3.2 Saran
Kepada para pembaca kami menyarankan biar lebih banyak membaca acuan yang berkaitan dengan Tafsir Al-Qur’an, dan semoga kita termasuk orang yang bisa mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an dan semoga kita bisa memberikan Retorika dengan baik sesudah membaca makalah ini.