Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyusun Pesan Dan Bahan Dakwah


Menyusun Pesan dan Materi Dakwah
            Sebuah pesan dalam dakwah sanggup bersifat mulut dan non-verbal. Pesan yang bersifat mulut sanggup disebut sebagai isi pesan atau materi (Maddah) dakwah. Perencanaan pesan dakwah (verbal dan nonverbal) sanggup dilakukan dengan memakai tradisi retorika, yang telah berkembang jauh sebelum masehi. Focus perhatian dalam tradisi retorika itu yang dikenal dengan “Karya agung” retorika, yaitu inovasi (invention), penyusun (arrangement), gaya (style), penyampaian (delivery) dan ingatan (memory) (Littlejohn, 2009:73).
            Kelima karya agung retorika itu merupakan unsur penting dalam merencanakan pesan. Oleh lantaran itu perencanaan pesan diawali dengan ide-ide penemuan, pengaturan ide, menentukan cara membingkai ide-ide itu dengan Bahasa yang kesemuanya sanggup disebut konsep-tualisasi. Kemudian penyusunan symbol-simbol terutama yang terkait dengan orang dan konteks. Demikian juga gaya berkaitan dengan penyajian dari semua simbol tersebut, yang diteruskan dengan penyampaian, yaitu perwujudan dari simbol-simbol yang meliputi pilihan nonverbal untuk berbicara, menulis atau memediasi pesan. Terakhir yakni daya ingat, yang berarti tidak lagi hanya mengacu kepada penghafalan, tetapi bagaimana menyimpan dan mengolah informasi (ibid).
            Diantara kelima unsur itu, Aristoteles memperlihatkan perhatian kapada perencanaan ihwal penyusunan atau pengorganisasian isi pesan atau materi, yang disebut taxsis, yaitu pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. Ia menyarankan semoga setiap isi pesan (materi) disusun berdasarkan urutan: pengantar, pernyataan, argumentasi, dan kesimpulan. Para pengkaji ilmu komunikasi setuju bahwa isi pesan (materi) yang tersusun baik dan sistematis mempunyai imbas yang lebih efektif daripada pesan yang tidak tersusun baik atau isi pesan yang tidak sistematis.
            Selain itu isi pesan dakwah hendaknya direncanakan dan disusun sehabis mengetahui kondisi public atau khalayak dan itulah yang disebut sebagai persuasive dalam arti yang sebenarnya (positif). Segala hal yang berkaitan dengan khalayak dan public, telah dibentangkan secara khusus dalam Bab 5, yang harus dikaji dan dipahami oleh para dai atau mubaligh. Sebelum merencanakan isi pesan atau materi (maddah) dakwah dan metode (thariqah) dakwah, maka harus terlebih dahulu dilakukan analisis ihwal khalayak. Karakteristik khalayak harus dikenal dikenal oleh dai atau mubaligh dalam penyusun pesan yang akan disajikan.
            Syarat pertama yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dan menyusun pesan, yaitu menentukan tema dan materi (maddah) dakwah yang sesuai dengan kondisi dan situasi khalayak. Dalam ilmu komunikasi dijelaskan bahwa syarat utama sebuah pesan dalam mempengaruhi khalayak, ialah pesan itu bisa membangkitkan perhatian khalayak. Hal ini juga berkaitan dengan factor siapa (dai atau mubaligh) yang akan memberikan atau menyajikan pesan atau materi (maddah) dakwah tersebut. Hal ini penting diperhatikan lantaran suatu pesan atau materi (maddah) dakwah yang sama, tetapi disampaikan oleh dai atau mubaligh yang berbeda kepada khalayak yang sama akan mengakibatkan imbas yang berbeda. Demikian juga suatu pesan yang sama disampaikan oleh dai atau mubaligh yang sama, tetapi khalyak yang berbeda, juga akan mengakibatkan imbas yang berbeda pula.
            Selain itu, perhatian khalayak kepada suatu pesan dakwah (verbal dan nonverbal) betul-betul harus ditumbuhkan, lantaran individu yang bersamaan, selalu dirangsang juga oleh banyak pesan dari banyak sekali sumber. Pesan dakwah yang bisa mempengaruhi khalayak yakni pesan yang mengakibatkan perhatian yaitu pengamatan yang terfokus. Tidak semua yang diamati sanggup mengakibatkan perhatian kecuali pesan dakwah yang memenuhi syarat. Oleh lantaran itu, upaya pertama yang harus dilakukan dalam merencanakan pesan dakwah, ialah bangkitnya perhatian dari khalayak terhadap psan dakwah yang disampaikan.
            Pesan dakwah yang sanggup mengakibatkan perhatian yakni pesan dakwah yang “mudah diperoleh” (availability) dan lantaran itu harus menyolok perbedaannya”(contrast) dengan pesan-pesan yang lain. Kedua ini ditujukan terutama dalam penggunaan gejala komunikasi (sign of commnunication) dan penggunaan media. Oleh lantaran itu, pesan dakwah itu harus “mudah diperoleh” (availability) lantaran dalam masalah yang sama selalu menentukan yang paling gampang, yaitu tidak terlalu banyak meminta energy atau yang memerlukan biaya tinggi.  Dalam hal ini Wilbur Schram (1955:19) mengajukan suatu rumusan yang mendekati matematika dengan istillah Fraction of selection atau pecahan pilihan, yaitu hasil yang diharapkan dibagi dengan perjuangan yang diperlukan. Hal ini sanggup dikaji potongan yang kemudian ihwal efek.
            Sedang contrast, menunjukan, bahwa pesan yang disampaikan dengan memakai gejala dan media yang mempunyai perbedaan yang tajam dengan keadaab sekitarnya, sehingga ia kelihatan atau kedengaran sangat mencolok, dan dengan demikian praktis di tangkap oleh pancaindra. Sesuatu yang menyolok lantaran lebih nyaring, lebih terang, lebih besar, atau yang merupakan gerak yang tiba-tiba, perubahan pada bunyi tiba-tiba, intensitas, irama, dan sebagainya. Dalam batas-batas yang praktis diperoleh haruslah diperhatikan cara mengontruksikan segala hal yang menyolok itu.
            Meskipin pesan dakwah itu “mudah diperoleh” (avalailabity) dan “menyolok” (contrast), namun perhatian itu sanggup berubah  karena “kualitas isi” pesan atau materi (maddah) dakwah yang dilontarkan tidak memenuhi kepentingan khalayak. Semua dimensi tersebut perlu banyak perhatian dalam membuat penyusunan pesan-pesan sehingga tujuan untuk membentuk dan mengendalikan sikap, opini dan sikap khalayak itu sanggup tercapai melalui pencitraan yang baik. Jadi, komunikator dakwah (dai atau mubaligh) itu perlu menetapkan tema yang sempurna dan materi (maddah) yang relevan dengan situasi dan kepentingan khalayak (mad’u). Tema dan materi (maddah) dari isi pesan dakwah yang akan dilontarkan kepada khalayak diadaptasi dengan kondisi target dan sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
            Hal tersebut sejalan dengan AA Procedure atau from Attention to Action procedure. Artinya membangkitkan perhatian (attention), untuk selanjutnya menggerakan seseorang atau orang banyak melaksanakan sesuatu acara (action) sesuai tujuan yang dirumuskan. Selain AA Procedure itu, dikenal pula klasik AIDDA yang disebut juga dengan adaption process, yaitu: Attention, interest, desire, decision dan action. Artinya dimulai dengan membangkitkan perhatian (attention), kemudian menumbuhkan minat dan kepentingan (interest), sehingga khalayak mempunyai hasrat (desire), untuk mendapatkan pesan yang dirangsangkan oleh komunikator, dan jadinya diambil keputusan (decision) untuk mengamalkan tindakan (action).
            Alex S.Tan (1981) mengemukakan bahwa setiap individu mempunyai selective attention dan selective perception. Adanya perbedaan individu dan keanggotaan individu pada suatu organisasi atau kelompok serta gambaran relasi dengan orang lain, merupakan unsur-unsur yang menentukan selective attention seseorang. Sedangkan selective perception merupakan kemampuan individu melaksanakan seleksi terhadap suatu pesan yang sanggup memperkuat sikap, opini dan prilakunya terutama yang berkaitan dengan keyakinannya. Bahkan seseorang berusaha menafsirkan dan mengingat pesan atau tanda yang relevan dengan kebutuhan langsung dan keperluan sosialnya.
            Wilbur itu Alan H. Monreo dalam Rakhmar (1985:313-134) menyebutkan Motivated sequence, dengan menyarankan lima langkah dalam penyusunan pesan: (1) attention (perhatian), need (kebutuhan), satisfaction (pemuasan), visualization (visualisasi), dan action (tindakan). Dengan demikian pesan yang efektif harus dimualai dengan merebut perhatian, kemudian membangkitkan kebutuhannnya, dan memperlihatkan petunjuk cara memuaskan kebutuhan itu, serta kemudian mendorong ia bertindak, dengan terlebih dahulu menggambarkan dalam pikirannya laba yang akan diperoleh jikalau mendapatkan pesan yang disampaikan kepadanya.
            Syarat-syarat yang dikemukakan diatas pada prinsipnya hanyalah terdiri atas intensitas pada persoalannya. Jika diterapkan dalam dakwah, intensitas pesan dakwah sanggup dilakukan, contohnya pada gejala komunikasi (sign of communication) dan pada isi dakwah. Isi pesan atau materi (maddah) dakwah yang menarik perhatian tidak lain dari pada yang memenuhi kebutuhan Pribadi (personal needs) dan kelompok (sosiaol needs). Suatu materi (maddah) bahwa dakwah akan menarik perhatian selama ia memperlihatkan keinginan atau hasil yang berpengaruh relevansinya dengan masalah kebutuhan (needs) tersebut, sebagaimana telah dibahas pada potongan yang kemudian ihwal khalayak dan efek.