Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Iptek Dan Pengaruhnya Terhadap Nilai


Filsafat Teknologi
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi slah satu kiprah Ujian Tengah Semester (UTS) Filsafat Islam

Dosen pengampu        : Dr. Aef Wahyudin, M.Ag


Diajukan untuk memenuhi slah satu kiprah Ujian Tengah Semester  IPTEK DAN PENGARUHNYA TERHADAP NILAI
Disusun oleh:

Shofa Fauziyah
1154020137


KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM IV/D
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2017

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, berkat rahmat Tuhan yang Maha Kuasa, makalah yang berjudul Filsafat dan Teknologi sanggup diselesaikan sesuai dengan apa yang ditugaskan guna memenuhi salah satu kiprah Mata Kuliah Filsafat Islam. Sholawat dan serta salam semoga dilimpah curahkan kepada junjungan kita Baginda Nabi Muhammad SAW.
Penyusun menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, oleh lantaran itu adanya kritik dan masukan dari banyak sekali pihak untuk menyempurnakan Makalah ini sangat penyusun harapkan. Demikian kata pengantar dari penyusun semoga dengan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.


Bandung, 03 April 2017


Penulis








DAFATAR ISI
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
1.1  Rumusan Masalah.............................................................................................
1.2  Tujuan penulisan...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................
2.1 Iptek Sebagai Kajian Filsafat............................................................................
2.2 Iptek dan Pengaruhnya Terhadap Nilai-Nilai Kemanusiaan.............................
2.3 Kecenderungan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi...........................................
2.4 Pengaruh Iptek Terhadap Nilai-nilai Sosial dan Kemanusiaan.........................
BAB III PENUTUP..............................................................................................
Kesimpulan.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................











BAB I
PENDAHULUAN
1.3  Latar Belakang Masalah
Ilmu lahir dari filsafat dalam perkembangannya mempunyai produk yaitu teknologi. Sekarang ini perkembangan filsafat telah terkalahkan oleh teknologi. Filsafat menjadi lebih sempit dibandingkan teknologi yang lebih luas perkembangannya.
Kita ketahui bahwa semenjak dulu teknologi sudah ada dan insan sudah menggunkan teknologi. Seseorang bisa menggunakan teknologi lantaran insan berakal. Dengan akalnya ia ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih kondusif dan lebih simple dan lain sebagainya. Perkembangan teknologi terjadi lantaran insan menggunakan akalnya untuk menuntaskan setiap maslah.
Pada satu sisi, perkembangan IPTEK yang demikian mengagumkan itu telah mambawa manfaat yang luar biasa bagi kemajuan peradaban manusia.
1.4  Rumusan Masalah
1.5  Tujuan penulisan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Iptek Sebagai Kajian Filsafat
Filasafat yaitu mother of science (ibu dari ilmu pengetahuan), demikianlah para ilmu pengetahuan menggambarkannya. Hal ini bisa dipahami, lantaran melalui positivisme yang dikembangkan di kurun ke-19, oleh Auguste Comte, ilmu pengetahuan modern pun menerima pondasi filsafat yang kokoh dan menjadi paragdigma.
Filsafat dan ilmu yaitu dua yang saling terkait, baik secara substantial maupun historis lantaran kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat kebaradaan filsafat. Ilmu semakin subur dan terjadi sekat-sekat antara ilmu lainnya. Disamping perkembangan dengan pesat timbul sara dengan kekhawatiran yang sanggup menggelimir kiprah insan tanpa sadar sanggup diperbudak ilmu teknologi.
Ilmu bersifat pasteriori yaitu kesimpulannya ditarik setelah pengujian-pengujian secara berulang. Sedangkan filsafat bersifat apriori yakni kesimpulan-kesimpulan adanya data impiris menyerupai yang dituntut ilmu.

2.2 Iptek dan Pengaruhnya Terhadap Nilai-Nilai Kemanusiaan
Manusia dalam dimensi teknik (homo-faber) pada masa kemudian kurang menerima perhatian dari kajian filsafat. Hal ini dikarenakan beberapa sebab:
Pertama: Filsafat lebih dikuasai oleh aliran metafisik, terutama aliran Platonis. Dalam filsafat yunani, kerja keras dipandang hal negative.
Kedua: Filsafat lebih merupakan “conceptual engineering” atau rekayasa pemikiran dan kurang merupakan “material engineering” atau rekayasa materi.
Keempat: Filsafat antropologi kurang memperhatikan lingkungan. Lingkungan insan hanya dipandang sebagai panggung dimana drama moral dan religi di pentaskan. Hamper-hampir tidak pernah dipertanyakan apakah dunia itu manusiawi atau tidak.
            Pada akhir-akhir ini filsafat memperlihatkan perhatian yang besar dan luas terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Tulisan-tulisan dalam bidang ini sanggup dibagi dalam dua kelompok:
Pertama: kelompok yang menekankan nilai-nilai positif dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi dilihat sebagai eksistensi dari manusia, menyerupai kata Mc. Luhan, bahwa teknologi dianggap sebagai suatu proses dimasa insan semakin mendunia.
Kedua: kelompok lain yang lebih menitik beratkan pada kritik dan keprihatinan terhadap ilmu pengetahuan modern dan teknologi. Asusmsi ediologisnya yaitu kenyataan timbulnya akibat-akibat yang fatal bagi manusia, lantaran oleh teknologi dan salah penggunaan kecanggihan ilmu pengetahuan, menyerupai pencemaran, alienasi, hancurnya tata nilai kemanusiaan dan lain sebagainya.
Argument yang dikemukakan berbeda-beda berdasarkan pandangan dasar masing-masing perihal insan dan dinamika teknologi sendiri.
Meskipun selalu terdapat hubungan dealektis antara ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi remaja ini terjadi perubahan tekanan. Pandangan tradisional menganggap ilmu pengetahuan sebagai spekulasi murni, sedangkan teknologi sebagai penerapan dari rumusan-rumusan ilmiah dalam hidup praktis. Pada remaja ini batas antara kegiatan ilmu pengetahuan dan kegiatan teknik tidak sanggup ditegaskan secara tajam, terutama dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan baru, menyerupai manjemen, sosiologi, psikologi, mana yang disebut ilmunya dan mana yang tekniknya?. Untuk memperlihatkan kaitan yang erat antara ilmu pengetahuan (science) dan teknologi itu, maka Jacques Ellul menggunakan istillah “Tecnique” yang berarti keseluruhan dari metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisienci mutlak (dalam tahap perkembangan tertentu) dalam setiap kegiatan manusia”.
Peranan ilmu pengetahuan dan teknologi memang tanpak begitu besar dan memilih dalam zaman modern, lebih-lebih bagi negara-negara sedang berkembang yang sedang menjalankan aktivitas pembangunannya. Pengaruhnya bukan saja terbatas pada contoh memakaian secara praktis, tetapi terasa menyeluruh hingga pada kehidupan social budaya. Meskipun demikian perlu disadari, bahwa unsur-unsur yang infrastructural dalam kehidupan insan tidak sanggup Cuma digantikan oleh peranan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, masih ada unsur-unsur lain yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Seperti tata nilai, tata hidup dan lain sebagainya. Antara unsur-unsur yang infrastructural itu terjadi interaksi yang ikut memilih kebudayaan manusia.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang di Indonesia, seperti  halnya di negara-negara berkembang lainnya, tumbuh dalam cangkokan budaya. Ini berari bahwa tata berfikir, atau nilai dan tata hidup yang orisinil tidak dengan sendirinya sanggup sejalan dan mendukung terhadap kecenderungan-kecenderungan ilmu pengetahuan dan teknologi modern tersebut. Membanjirnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari luar ke dalam pasaran kehidupan masyarakat Indonesia tanpa diimbangi kepribadian yang berpengaruh atau orientasi dan perilaku yang utuh (integrated) dalam menghadapi secara baik dan tepat, akan menyebabkan munculnya bentuk dan contoh hidup yang “alienated” (terasing) menyerupai istilah yang digunakan oleh Erich From, menyerupai kebudayaan etalage, yang tidak bisa menyerap dan mengintegrir ilmu pengetahuan dan teknologi dalam system nilai yang dihayati.
2.3 Kecenderungan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
            Harus diakui bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan pencapaian tertinggi dalam kebudayaan manusia, dan produk penerapannya sanggup memberi banyak manfaat bagi insan untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan meringankan beban hidupnya.
            Secar historis tonggak-tonggak yang mendorong tumbuhnya ilmu pengetahuan (Science) modern dan memacu perkembangannya terlihat dalam :
1.      Renaissance (kebangkitan kembali), yang tumbuh sebagai orientasi gres dalam kurun ke-15 dan ke-16 M merupakan titik balik yang intinya meletakkan sendi-sendi bangunan ilmu pengetahuan modern. Disitulah terungkap gerakan subyektivitasme yang memperlihatkan kepercayaan insan kepada diri sendiri, kepada kemampuan sendiri, dan harapan untuk bisa mencapai keinginan dan impian dengan kekuatannya sendiri. Suatu optimisme gres yang berorientasi kapada “antroposentrisme” (humanisme), “individualisme” dan “naturalisme”. Pemikir-pemikir menyerupai Copernicus, Galileo Galilei dan Kepler yaitu perintis gerakan tersebut.
2.      Rasionalisme, suatu gerakan yang mempertajam renaissance, yang dilakukan oleh Descartes pada kurun ke-17 M. Descartes maju selangkah dengan thesis bahwa insan pada hakekatnya yaitu “kesadaran”. Adalah “subyek”, yaitu “aku” disinilah kunci banguanan ilmu pengetahuan modern, yakni ilmu pengetahuan modern, yakni ilmu pengetahuan harus dimulai dari “rasio” dari kesadaran manusia. Dengan demikian terkuaklah tabir keimanan dan kepercayaan yang menyelubungi alam kehidupan insan pada zaman itu, menjadi terbuka lebar. Manusia merasa bisa melihat kenyataan dengan mata kepalanya sendiri.
3.      Aufklarung (zaman pencarahan), pada zaman ke-18 M. Ratio kesannya memberiakan penerangan, mendatangkan kecarahan dalam natural manusia. Kenyataan bukan sebagai “yang dipercaya” tetapi sebagai “yang dilihat”, “yang dialami” sendiri. Orientasi ini dengan sendirinya mendorong kepada penghargaan terhadap pengalaman, terhadap apa yang ditanggkap melaului panca indera. Suatu imperisme yang mendorong laju naluri “ingin tahu” insan menjadi rangkaian latihan ilmiah secara logis dan sistematis. Atas dasar orintasi emperisme inilah maka para ilmuan berusaha untuk menagkap dan mengungkapkan realitas yang kongkrit. Demikian pada kurun ke-19 M terjadi perubahan-perubahan besar dalam alam pikiran masyarakat, yang terungkap baik dalam kemajuan ilmu pengetahuan maupun teknologi, yang mengantar lahitnya kurun industry.
Sejalan dengan proses dasar-dasar pertumbuhan ilmu pengetahuan tersebut, terjadilah dua insiden budaya, yakni terjadi proses sekularisme dan fragmentasi.
Sekularisasi yaitu istilah yang kini banyak dibicarakan,tetapi realitasnya sudah berlangsung semenjak beberapa kurun yang lampau. Pada hakekatnya sekularisasi menginginkan adanya pembedaan tajam antara agama dan ilmu pengetahuan, dan memandang ilmu pengatahuan itu otonom dalam dirinya. Istilah sekularisasi mengambarkan pengertian pemindahan sesuatu dari lingkungan sakral kedalam lingkungan dunia. Incontreto pada zaman itu sekularisasi merupakan usaha-usaha pembebasan diri dari yuridiksi agama. Hal ini sanggup dimaklumi Karena sering terjadi wewenang keagamaan terlalu jauh mencampuri bidang keduniawian. Dalam sekularisasi juga terkandung keinginan emansipatoris insan manuju kepada pembebasan dari tekanan-tekanan luar. Dengan demikian dalam sekularisasi ini terbaca adanya kesadaran akan dimensi baru, yaitu otonomi manusia, dimana insan akan sanggup menyebarkan talenta dan kemampuannya secara otentik dan rasional.
Fragmentasi, merupakan tanda-tanda gres pada zaman itu bersamaan dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan empiris. Objek ilmu pengetahuan empiris ialah tanda-tanda pengindraan yang merupakan data individual. Dan sesuai dengan data individual itu maka pendekatan ilmiah yang dilakukan ialah memisahkan jenis data tertentu dari jenis data laninya kedalam kelompok-kelompok tertentu dan membahasnya secara terpisah dalam masing-masing kelompok. Pada dasarnya, kata E. Cassirer, bahwa ilmu pengetahuan empiris bersifat fragmatis sehingga memperlihatkan pandangan yang fragmatis pula. Adanya diferensiasi dan spesialisasi yang terjadi dalam ilmu-ilmu pengetahuan empiris lebih mendorong fragmentasi pandangan dan wawasan, sehingga sulit diperoleh pandangan yang intregral dan komprehensif. Fragmentasi ini sanggup membawa orang hidup dalam dunianya masing-masing, terpenjara dalam keahliannya, dan lebih ekstream lagi menjadi tertutup dan sulit berkomunikasi dengan dunia luar.
Dalam iklim dan contoh pemikiran tersebut diatas, maka muncullah sebagai kelanjutannya beberapa orientasi yang sanggup kita ikuti semenjak kurun ke-19 M, yang berupa:
1.      Sekularisme.
Orientasi ini bukan lagi sebagai perilaku emansipatoris dan otonomi manusia, tetapi sudah melihat dunia sebagai satu-satunya kenyataan yang mandiri. Orientasi ini secara sedikit demi sedikit disertai dengan perilaku yang menolak campur tangan Tuhan dalam prilaku manusia, menyerupai terlihat dalam orintasi “Deisme” di inggris pada kurun ke-19 M yang pada kesannya ditentukan oleh perilaku radikal yang menolak eksistensi Tuhan itu sendiri sebagai kenyataan absolut. Maka sekularisme berkembang menjadi atheism. Bentuk-bentuk atheism sanggup terwujud dengan ungkapan-ungkapan menyerupai :
-          Manusia sebagai tujuan dirinya sendiri (Marx)
-          Manusia sebagai kebebasan mutlak (Sartre)
-          Tuhan sudah mati (Nietzsche).
Dengan potensinya yang instrinsik dan natural, insan merasa bisa untuk berbuat segalanya dan siap menjadi penguasa tunggal di dunia. Dimensi religious sebagai ciri hakiki insan diingkari secara radikal.
2.      Scientisme.
Yang menyatakan kebenaran yaitu hanya di tangan science (ilmu pengetahuan). Tidak ada kebenaran kecuali kebenaran ilmiah. Orientasi ini merupakan pendewasaan terhadap ilmu pengetahuan, yang pada kesannya berkembang menjadi suatu ideology, lantaran berpretensi bisa mengubah dunia dengan suatu arah, arti dan nilai gres dicari melalui proses kegiatan ilmiah dan hokum-hukum yang berlaku dalam ilmu pengetahuan, yang kemudian dianggap telah berhasil mengungkapkan penemuan-penemuan gres yang serba menakjubkan.
3.      Pragmatisme.
Pandangan ini melihat bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan, segala sesuatu menjadi relative, termasuk manusia. Manusia yang dalam zaman renaissance dijadikan unggulan utama, kini tidak lagi dilihat sebagai ukuran. Dalam kehidupan, bukan insan sebagai wujud yang menentukan, tetapi kegunaan dan fungsinya. Sesuatu hanya akan bernilai sejauh ia memperlihatkan kegunaan atau kemanfaatan dan berfungsi bagi kehidupan manusia. Dari pangdangan ini jelaslah bahwa nilai-nilai menjadi relative dan orientasi orang menjadi terarah pada hal-hal yang utiliter (ada kegunaanya), dan demikian sudah mengarah pada meterialisme.
            Eksistensi ilmu pengetahuan dan perkembangannya yang pesat melahirkan hasil yang mengagumkan dalam wujud teknologi, merupakan raksasa yang berpengaruh dan kuasa. Begitu basarnya efek teknologi sehingga ia bukan saja merupakan target kehidupan manusia, tetapi sudah bermetamorfosis tujuan hidup manusia.
            Teknologi mula-mula merupakan sumber daya atau resource untuk membuat kekayaan melalui produksi dan produktivitas yang lebih besar. Produksi ini pada mulanya terbatas pada “produksi material”, merupakan tindakan insan terhadap alam dalam perjuangan memenuhi kebutuhan hidupnya, sasarannya ialah mengubah objek dalam keadaan alamiahnya kedalam kondidi yang mencukupi kebutuhan manusia. Bertambahnya pengetahuan dan pengalaman insan dalam menghadapi alam, akan memperluas penggunaan alat-alat kerja dan teknologi. Cara produksi diperbaiki, di perluas dan dirasionisaikan. Perkembangan kekuatan produksi menjurus kepada akumulasi dan konsentrasi modal dan pengatahuan. Hal ini terutama terjadi dalam teknologi yang pada modal (capital intensive) pada penelitian (research intensive) dan pada organisasi (organization intensive). Produksi akhiryya tidak mencakup produksi material, tetapi juga “produksi social”, yaitu terciptanya hubungan-hubungan social dalam produksi. Hubungan-hubungan social berintegrasi dengan produksi material dan mewujudkan system produksi.
            Salah satu ciri teknologi modern ialah kecenderungannya untuk menjadi otonom. Sejak awal revolusi indrustri pemikir-pemikir social menyerupai Comte, Marx, juga Freud telah menyinggung duduk kasus otonomi teknologi. L. Winner yang menyebarkan pemikiran Jacques Ellul mengambarkan bahwa teknologi berkecenderungan untuk lepas dari pengendalian insan dalam dua arah, yaitu :
1.      Teknologi membuat kebutuhan-kebutuhan yang hanya sanggup dipuaskan oleh teknologi sendiri.
2.      Ternologi merubah masyarakat, kepercayaan, adat istiadat dan organisasinya, sehingga sanggup diadaptasi dengan tuntutan dan kepentingan teknologi.
Kedua hal ini oleh L. Winner disebut dengan istialah “the technological imperative” (keharusan teknologis) dan “reverse adaptative” (adaptasi terbalik).
Sedikit ungkapan diatas sanggup memperlihatkan isyarat, bahwa teknologi bukan saja mensugesti proses pertumbuhan social budaya, tetapi malah meniptakan kebudayaan baru, yakni kebudayaan teknologi menyerupai istillah Herbert Marcuse, salah seorang yang sangat mencemaskan perkembangan teknologi,hingga bukan saja merupakan target kehidupan manusia, tetapi sudah bermetamorfosis penguasa manusia, menjadi tujuan hidupnya. Akibatnya ialah teknologi memisahkan insan dari tujuan hidupnya. Akibatnya ialah teknologi memisahkan insan dari tujuan karyanya dan dengan demikian menyebabkan alienasi terhadap masyarakat dimana ia hidup, teknologi menjadi tidak complatible (tidak rukun dan harmonis) dengan nilai-nilai kemanusiaan.
2.4 Pengaruh Iptek Terhadap Nilai-nilai Sosial dan Kemanusiaan.
            System industri yang menyatu dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah menjalani suatu lompatan yang mutative, kalau dibandingkan dengan indrustri rumah tangga, atau industry desa tradisional. Bila orang-orang Yunani dan Arba dulu bermatematika dan berdiskusi ilmiah perihal gejala-gejala alam, hokum-hukumnya dan diam-diam interaksinya, demikian juga orang-orang Cina meledakkan mesiu dan kembang apinya, mereka melaksanakan dengan kecintaannya kepada pengetahuan murni, demikian kebahagiaan hati yang melonjak lantaran merasa suatu diam-diam alam terungkapkan. Tapi dunia Barat setelah kurun pertengahan, dengan rasionalisme dan suatu ideology tertentu yang tidak tiba dari kepercayaan nenek moyang atau anutan agamanya, tetapi dari suatu yang khas yakni segugus unsur kualitatif yang baru, yaitu “prinsip pemanfaatan”, kemudian tumbuh menjadi “manipulasi” dan “eksploitasi”, berkat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Mesiu digunakan untuk Meriam –meriam perang, dan astronomi digunakan untuk mencari jalan perdagangan melintass Tanjung Harapan ke pulauan penghasil rempah-rempah. Hokum-hukum alam dan pengetahuan murni diubah menjadi pengatahuan terapan, menjadi teknologi, dioperasikan menjadi industry, dan dilindungi oleh suatu system politik dan kekuatan militer tertentu, dan demi pemasarannya yang structural harus dimanfaatkan, menjadi manupulasi dan eksploitasi seluruh dunia.
            Kehidupan insan yang digambarkan menjadi cerah dalam zamanAufklarung dengan variasi orientasi dan inspirasinya, kini secara totaliter dan represif diarahkan kepada suatu tujuan, yakni kelestarian dan kejayaan kapitalisme modern. Dimensi-dimensi lain ditekan lantaran tidak sesuai dengan tujuan utama tersebut. Hal ini sanggup dilaksanakan dengan lancer, lantaran teknologi modern bisa memperlihatkan kepuasan semu kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat, dengan memasukkan motivasi serta pengaturan yang sepertinya rasional. Dalam situasi itulah maka insan bersikap pasif dan reseptif dan tidak bisa lagi menuntut perubahan.
            Dalam kehidupan yang serba teknologis ini, insan sanggup mengalami alienasi, insan tidak lagi hidup secara pribadi bebas dengan alam lingkungannya, tetapi secara berangsur-angsur hidup dikelilingi oleh teknologi, organisai dan system yang diciptakannya sendiri. Memang berkat ilmu pengetahuan dan teknologi, insan sanggup bangun dari tekanan berat alam yang selalu mengganggunya, akan tetapi secara sistematisnya tergantung pada hasil ciptaanya dan organisasinya. Dominasi alam sanggup dilepaskan, tetapi teknologi dan birokrasinya bangun dengan dominasi dan kekuatannya yang dasyat menguasai insan dan menjadikannya tergantung dan lemah, kata Jurgen Moltmann.
-          Dia berbusana, lantaran melaksanakan perintah industry mode.
-          Dia berpergian jauh, lantaran ditransportasi jaringan bisnis.
-          Dia ulet bekerja, lantaran harus menjadi mata rantai system produksi.
-          Seniman melukis, bukan semata-mata mencuatnya rasa estetika dalam jiwanya, tetapi lantaran kurs komersial.
-          Diplomasi bukan lagi seni negarawan, tetapi lantaran kesimpulan analisa diam-diam intelegence agencies.
-          Perang bukan lagi duel ksatria lawan ksatria, tetapi perlombaan seorang hebat antara laboraturium satu dengan laboraturium yang lain.
-          Sarjana tidak lagi meneliti lantaran cintanya pada ilmu pengetahuan dan kebenaran yang diyakini tetapi lantaran kesimpulan studi yang sudah dipesan.
Dalam menghadapi situasi demikian itulah orang mulai sadar perihal adanya krisis kehidupan remaja ini, dalam arti struktur kehidupan social tidak bisa lagi memberiakan pemecahan menyerupai yang diharapkan, untuk menjamin kelestarian system kehidupan itu sendiri.
Bagi Indonesia, tantangan ini bukan saja terbatas pada bagaimana menghindari kecenderungan-kecenderungan dasar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut diatas yang telah dirasakan oleh masyarakat Barat, melainkan juag struktur social budaya yang bisa menghadapinya. Hal ini bukan saja menjadi tanggung jawab ideology dan seni administrasi pembangunan nasional, tetapi juga kiprah agama dan budaya secara institusional.
“Demikian itu, sesungguhnya Allah tidak sekali-kali akan merubah suatu nikamat yang telah dianugrahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”. (Al-Anfaal : 53).
Disini Al-Qur’an telah menjelaskan kepada kita bahwa Allah tidak mencabut nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada suatu kaum, selama kaum itu tetap taat dan bersyukur kepada Allah.




BAB III
KESIMPULAN
Filsafat mempunyai pernan penting bagi perkambangan ilmu dan teknologi untuk membawa kejalan yang sebetulnya semoga mencapa tujuan semula yaitu meringankan beban manusia, mengatasi banyak sekali masalah, dan untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan ummat insan secara keseluruhan.
DAFTAR PUSAKA
Tholhah Hasan, Muhammad.2005.Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia.Jakarta: Lantabora Press
Rusliana, Ila.2015.Filsafat Ilmu.Bandung:PT Refika Aditama