Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ayahku (Bukan) Pembohong - Tere Liye


Novel Ayahku (bukan) pembohong ini mengisahkan relasi antara seorang ayah dan anaknya yang berjulukan Dam. Dam terlahir dari keluarga tak berkecukupan. Ia dididik dengan kisah andal semasa muda oleh ayahnya. 

Mulai dari suku penguasa angin yang mengendarai layang-layang terbang, mendapat apel emas dari lembah Bukhara, kedekatan sang ayah dengan pemain sepakbola bernomor punggung sepuluh “El Capitano! El Prince”, berteman baik dengan Si Raja Tidur, dan lain sebagainya. 

Pengajaran yang sederhana, tetapi memiliki pengaruh besar bagi kepribadian Dam. Ia berkembang dengan kepribadian baik, seumpama kepribadian sang ayah.

Ketika Dam beranjak dewasa dan bersekolah di Akademi Gajah, ia mendatangi perpustakaan sekolah menerima beberapa  buku lama yang bercerita tentang suku penguasa angin, layang-layang melayang yang sanggup dikendarai serta kisah tentang suatu desa terpencil yang ditumbuhi pohon apel emas. 

Ia sungguh terkejut dan ragu-ragu bahwa isi kisah dalam buku-buku tersebut sama persis dengan kisah ayahnya. Ia berfikir bahwa sang ayah sudah mendustai dirinya. Karena, semua kisah ayahnya cuma terdapat pada buku lama yang bersifat khayalan belaka.

Ia sungguh kecewa dan tidak akan pernah mempercayai perkataan/ kisah yang terlontar dari bibir sang ayah. Terlebih lagi sewaktu ayahnya menutupi keadaan ibu Dam, ayahnya cuma menyampaikan terhadap Dam bahwa ibu baik-baik saja, padahal sang ibu sudah tidak sanggup diselamatkan lewat penangan dokter. 

Sehari setelah janjkematian ibunya, Dam menentukan untuk kembali melakukan aktifitas di Akademik Gajah tanpa mengaharapkan sosok ayah disisinya.

2 tahun kemudian, Dam menikah dan dikaruniai dua anak berjulukan Zas dan Qon. Ia berupaya menjauhkan mereka dari kisah fiktif sang ayah. 

Sampai suatu ketika, Dam menghalau ayahnya dari rumah yang ia tempati bareng istri, Zas dan Qon karena, sang ayah tidak henti bercerita terhadap ke2 anak Dam.

Keesokan harinya ia mendapat kabar dari warga bahwa sang Ayah dibawa kerumah sakit alasannya merupakan pingsan di pemakaman kota setelah dikerjakan dokter, Ayah Dam sempat siuman dan memanggilnya. 

Ia meminta Dam untuk menyimak kisah terakhir tentang Danau Para Sufi. Danau Para Sufi merupakan danau yang dibentuk oleh ayahnya selama beberapa tahun untuk mencari tahu definisi dari kebahagiaan yang hakiki, dan jadinya sang ayah mendapat jawaban. 

“Kebahagiaan itu merupakan hati yang lapang, jikalau seseorang memiliki hati yang lapang maka hidup dalam kesederhanaan pun akan terasa indah”. Setelah bercerita , sang Ayah pergi meninggalkan Dam selamanya. Dan hari itu Dam tahu bahwa ibunya  hidup senang bareng ayahnya.

Pada hari pemakaman Ayah Dam, kawasan itu dipenuhi warga kota. Mereka menyalami Dam dan mengucapkan rasa belasungkawa

Namun sewaktu menyaksikan ke langit Dam dikejutkan dengan adanya gugusan layang-layang dimusim hujan seumpama ini yang menurut Qon merupakan gugusan layang-layang suku Penguasa Angin. 

Namun yang menghasilkan Dam merasa dikejutkan sekaligus terharu merupakan sewaktu “Sang Kapten” dan “Si Nomor 10” tiba dan mengucapkan rasa sedihnya alasannya merupakan tidak sempat berjumpa dengan ayahnya. 

Dam cuma sanggup terisak sedu sewaktu mendengar perkataan “Sang Kapten”. Semua praduga negative yang ia pendam sejak semasa dewasa terhadap kisah ayah musnahlah sudah, yang ada cuma suatu penyesalan teramat dalam. 

Pagi itu Dam tahu, Semua kisah ayah nyata, tidak fiktif seumpama dongeng yang lain dan sang ayah bukanlah pembohong.