Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Filosofi Teras Karya Henry Manampiring

Filosofi Teras pdf Karya Henry Manampiring



Sinopsis Filosofi Teras Karya Henry Manampiring

Pertama kali mendengar kata filsafat umumnya orang akan berpikir bahwa hal itu njelimet, rumit, atau mungkin bahkan murtad, tetapi memang hal itu gak bisa disalahin, emang kadang di saat pertama kali kita menimba ilmu filsafat kita pribadi dibawa ke pengertian yang gres dan mungkin jarang dibahas dalam pelajaran apapun, umpamanya perihal pemikiran. Kenapa orang bisa berpikir? Kenapa orang mikir ini? Kenapa orang mikir itu? Apalagi kalau udah mengajukan pertanyaan perihal eksistensi sesuatu, umpamanya manusia, benda, hingga Tuhan. Pokoknya seluruhnya dipertanyakan, dari hal yang menurut orang gak pentig, hingga gak penting banget, asli—karena emang ilmu inikan ingin coba menggali segala hakikat sesuatu hingga ke akar-akar.

Sebenarnya bukan cuma itu pelajaran filsafat, ada banyak, dan selain diidentikan sama hal yang sebelumnya (njelimet), orang yang berfilsafat juga biasa disebut bijak. Kenapa mirip itu? Ya mungkin alasannya yakni dalam filsafat kita diajak untuk mempertanyakan segala sesuatu hingga ke pengertian yang bener-bener clear, jadi gak praktis buat nyimpulin sesuatu. Di filsafat juga sebenernya ada satu aliran yang bagus buat kesehatan mental, yakni aliran Stoisisme, pertama kali kondang dari karya tulis Marcus Aurelius yang diberi judul meditasi. Sebenernya Marcus Aurelius gak pernah kasih nama buat tulisannya, karyanya juga bukan untuk dibukukan, tetapi buat jurnal pribadi yang ia tulis di saat sedang menjadi kaisar Romawai pada tahun 161 Masehi.

Menariknya di Indonesia kini ada suatu buku yang berjudul Filosofi Teras, yang kata penulisnya, Henry Manampiring bisa ampuh bikin orang bijak. Dalam artian bisa bikin orang gak praktis galau, gampang move on, gak praktis marah-marah, gitulah ceritanya. Sebenernya sehabis saya baca, goresan pena ini terinpirasi dari jurnal-jurnal Marcus Aurelius yang dibukukan menjadi buku yang berjudul meditasi. Disebut filosofi teras, alasannya yakni ternyata ajara-ajaran filsafat yang diberikan diajarakan di teras, sesederhana itu.

Lalu mungkin muncul pertanyaan, terus apa bedanya dengan goresan pena meditation kalau gitu? Oke mungkin disini Henry Manampiring justru menghasilkan suatu pegantar goresan pena bagi orang yang kesengsem dengan aliran Stoisisme. Tulisan ini memang betul mengulas ajaran-ajaran Stoisisme yang ada dalam buku meditasi, tetapi lebih di aktualisasikan dengan konteks kontemporer yang menjadi masalah-masalah insan di kala sekarang, dan ini sungguh cocok ternyata.

Disini saya akan sedikit mengulas aliran Stoisme yang diajarkan dalam buku Filosofi Teras. Ajaran ini saya piih dari beberapa filososfi yang Henry Manampiring jelaskan dalam bukunya. Pertama tentang, dikotomi kendali, menurut saya ini yakni aliran yang paling menawan dan bermanfaat, yakni bagaimana kita bersikap dengan cara cuma memperhatikan apa yang ada dalam kontrol kita dan tidak mempertimbangkan apa yang diluar kontrol kita.

 “Some things are up to us, some things are not up to us”—Epictetus

Menurut saya kata-kata ini sungguh melegakan, begini, jadi memang dalam hidup menurut filosofi ini ada yang dibawah kontrol kita dan ada yang diluar kontrol kita. Kunci kebahagiaan dan budi yakni di saat insan cuma mempertimbangkan dan peduli kepada apa yang ada di dalam kendalinya, hal itu contohnya, pertimbangan, opini, keinginan, tujuan diri sendiri. Sedangkan sumber penderitaan yakni di saat insan terlalu mempertimbangkan segala hal yang diluar kontrol kita mirip langkah-langkah orang lain, opini orang lain, reputasi kita, kesehatan, kekayaaan, keadaan kita dikala lahir. Kemudian muncul pertanyaan kok kesehatan, kekayaan masuk hal diluar kontrol kita.

Kalau dipikir-pikir secara lebih seksama, yang namanya kekayaan, kesehatan bisa direbut atau terpengaruh orang lain. Misalnya kita ditipu atau kena hujan tiba-tiba terus sakit, padahal kita udah hati-hati dan menyingkir dari hal tersebut, tetapi tetep aja kejadian. Filosofi ini memamerkan untuk tetap hening dan menemukan apa saja hal yang diluar kontrol kita dengan tenang, alasannya yakni bagaimanapun hal jelek bisa saja menimpa kita kapanpun tanpa aba-aba.

Memang sering kali terdengar naïf, tetapi percaya, kalau kita bener-bener bisa nerapin filosofi ini kita bisa lebih santai. Misalnya, di saat pacaran, kita udah bener-bener baik, jaga pandangan, jaga sikap, jaga fikiran kita biar bisa setia—ehhh, sialnya pacar kita malah menduakan atau minta putus, absurd juga kan, tetapi kalau kita paham bahwa hal itu di luar kontrol kita. Maksud saya perilaku cewek itu kekita diluar kontrol kita, yang ada di kontrol kita yang bersikap baik padanya, terus kenapa kita mesti sedih? Padahal kita bisa aja berpikir yaudahlah ya gak usaah terlalu dipikirin wong itu diluar kontrol kita. Bisanya orang yang terlalu resah itu mikirnya macem-macem, apa gue kurang baik? Apa gue kurang cantik? Apa gue kurang perhatian? Maksudku hey, itu bukan atas kesanggupan kita, kita udah baik sama orang belum pasti orang baikin balik. Karena memang itu diluar kontrol kita, yang kita jalankan hanyalah mengendalikan yang ada dalam kontrol kita, umpamanya berbuat baik atau positif sama orang lain.

Filsofi ini juga diperkuat olh filosofi lain yang diungkapkan dalam aliran stoisisme.

 “Bukan hal-hal atau peristiwa tertentu yang meresahkan kita, tetapi pertimbangan/pikiran/ persepsi akan hal-hal peristiwa tersebut”—Epictetus

 “Jika kau merasa sukar alasannya yakni hal eksternal, maka perasaan sukar itu tidak tiba dari hal tersebut, tetapi oleh pikiran/persepsimu sendiri. Dan kau memiliki kekuatan untuk merubah fikiran dan persepsimu kapan pun juga”—Marcus Aurelius

Semua kegundahan kita ada di fikiran kita, betul menurut filsuf dan aliran ini persepsi kita kepada perkara kadang lebih besar dari perkara itu sendiri. Ajaran stoisisme menekankan pada pikiran, tetapi bukan mempunyai arti pasrah pada keaadaan, melainkan menemukan setiap hal yang terjadi dengan masuk akal dan tidak lebay, hingga gak perlu marah-marah, tetapi condong bisa intropeksi dengan baik.

Apabila di dengar da dibaca, mantra yang diucapkan oleh filosofi ini memang tidak ada yang spesial. Tetapi sehabis dipikir-pikir ada benarnya juga dan ternyata sulit diterapkan, umpamanya selaku mahasiswa kita telah rajin-rajin tetapi dosen memang membenci sama kita, alhasil nilai kita jelek, yasudahlah ya, toh kita udah baik-baik, dan  sikap dosen itu di luar kontrol kita, jadi ketimbang marah-marah bikin mumet diri sendiri mending ngomong pribadi sama dosennya baik-baik.

Filosofi ini memang kadang sukar dan perlu dilatih, menyerupai latihan otot fikiran juga bisa dilatih, dan filosofi ini perlu dilatih, biar bisa dingin sama hal yang sebenernya ada diluar kontrol kita.

Secara keseluruhan yang dibahas oleh buku ini menurut saya yang cukup penting itu. Yang memebedakan dari bukut perihal aliran filsafat stoisisme yang lain mungkin dibuku ini lebih diterangkan dengan bahasa yang santai, terus di gunakan juga narasumber dari aneka macam andal psikologi influencer, anak muda berbaka, dan lain-lain untuk menunjang aliran stoisisme. Penulis juga mencari atau mengobrol teladan yang ada di penduduk utamanya generasi milenial.

Menurut saya buku yang bergenre self improvement ini cukup bagus alasannya yakni dihidangkan dengan bahasa yang asik, dan praktis dicerna. Hal itu juga alasannya yakni memag aliran filsafat yang disamaikan juga tidak terlampau berat dan lebih mengarahkan ke wejangan hidup. Buku ini menjadi pengirim yang bagus bagi rang yng kesengsem dengan aliran stoisisme.

#filsafat #filosofi #filosofiteras #henrymarimping