Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Wawasan Alquran Wacana Manusia


WAWASAN AL-QUR'AN TENTANG MANUSIA


A.       PENDAHULUAN
Al-Qur’an yaitu kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sabagai petunjuk untuk segenap umat manusia. Melalui kitab suci inilah, Allah SWT menyempurnakan fatwa Islam sebagai Agama yang diridhai di sisi-Nya. Al-Quran memuat petunjuk dalam segenap aspek kehidupan manusia. Sisi-sisi ayat Al-Quran tidak hanya  terkait duduk kasus ukhrawi tetapi juga  banyak menyinggung mengenai   problematika kehidupan khusunya pada diri insan sendiri. Banyak ayat Al-Quran yang megisyaratkan peningkatan taraf insan untuk mancapai Insan Kamil.
Menurut Abu A’la Maududi dalam karya besarnya “The Meaning of the Quran” bahwa pokok pembicaraan Al-Quran yaitu manusia. Karangan yang lain “The Basic Principles of Understanding Al-Quran”, sebuah karya Ulama dan pemikir Islam Pakistan menyatakan juga bahwa tema sentral pembicaraan Al-Quran yaitu insan sendiri.[1] Keterangan ini memperlihatkan ayat-ayat Al-Quran lebih banyak menyinggung insan mengingat tugas penting mereka sebagai  khalifah dimuka bumi.
Pemahaman wacana insan merupakan kepingan dari kajian filsafat. Usaha dan upaya dalam berbagai  kajian ini telah  telah  banyak  dicurahkan  untuk membahas wacana manusia. Walaupun demikian, hakikat dari  manusia masih menjadi  misteri yang belum terselesaikan. Kita hanya bisa mengetahui beberapa segi tertentu pada diri manusia. Menurut Quraish Shihab,  keterbatasan  pengetahuan  manusia  tentang  dirinya itu disebabkan oleh beberapa hal berikut:[2]
1)   Pembahasan wacana duduk kasus insan terlambat dilakukan lantaran pada mulanya perhatian insan hanya tertuju pada alam materi,
2)   Ciri khas nalar insan lebih cenderung memikirkan hal-hal yang tidak kompleks, dan
3)   Kehidupan insan dihadapkan dengan duduk kasus yang multikompleks.
Menurut Husein Aqil Munawwar, selain faktor diatas ialah keterbatasan pengetahuan para ilmuan untuk menjangkau segala aspek yang terdapat dalam diri manusia. Lebih lanjut menyampaikan bahwa insan sebagai makhluk Allah yang istimewa memang mempunyai latar belakang kehidupan yang penuh rahasia.[3] Terkait hal ini, Agamawan berkomentar bahwa demikian itu disebabkan insan yaitu satu-satunya makhluk yang dalam unsur penciptaannya terdapat ruh Ilahi.
Walaupun demikian, perjuangan untuk mempelajari diri kita sendiri tidak berhenti begitu saja. Banyak sumber yang mendukung untuk mempelajari manusia. Diantara sumber yang paling tinggi yaitu Kitab Suci Al-Qur’an. Oleh lantaran itu, penulis melalui Makalah ini menguraikan secara sederhana mengenai Wawasan Al-Quran wacana Manusia yang kami sajikan dari beberapa sumber.
B.       ISTILAH MANUSIA DALAM AL-QURAN
Menurut Quraish Shihab,  Ada tiga kata yang dipakai Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia, yaitu:[4]
1)   Menggunakan kata yang terdiri dari abjad alif (أ), nun (ن), dan sin (س) semacam insan (إنسان), ins (إنس), nas (ناس), atau unas (أناس),
2)   Menggunakan kata basyar (بشر), dan
3)   Menggunakan kata Bani Adam (بني آدم) dan zuriyat Adam (ذرّيّة آدم).
Secara rinci, uraian dari masing-masing istilah diatas sanggup dilihat sebagai berikut:
a)   Konsep Insan (إنسان)
kata insan (إنسان)  terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Ada   pula  yang  mengaitkan  kata  insan  dengan  nasiya   yang  berarti   lupa. Misalnya  Ibnu Abbas yang mengungkapkan bahwa insan itu disebut insan lantaran ia sering lupa kepada janjinya. Namun dari sudut pandang Al-Quran, pendapat yang menyampaikan Insan terambil dari kata Uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak yaitu lebih sempurna dari yang beropini bahwa ia terambil dari kata Nasiya (lupa) dan Nasa-Yanusu (berguncang).[5]
Dalam Al-Qur’an, kata insan disebut sebanyak 61 kali. Kata insan di dalam kebanyakan konteks pembicaraanya dalam Al-Quran lebih mengarah kepada arti insan dengan  sifat  psikologisnya.[6] Makna ini sanggup dilihat dalam ayat berikut:
وَجَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبَادِهِ جُزْءًا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَكَفُورٌ مُبِينٌ ﴿الزخرف : ۱٥﴾
Artinya:
“Dan mereka menimbulkan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya . Sesungguhnya insan itu benar-benar pengingkar yang kasatmata (terhadap rahmat Allah). (QS. Az-Zukhruf : 15)
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ﴿الفجر : ۱٥﴾
Artinya:
“Adapun insan apabila Tuhannya mengujinya kemudian dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka beliau berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. (QS. al-Fajr : 15)
Menurut  Quraish Shihab, kata insan dipakai Al-Qur’an untuk menunjuk kepada insan dengan seluruh totalitasnya, jiwa  dan raga. Bahkan Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insan inilah yang membawa insan hingga pada derajat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka bumi, mendapatkan beban dan amanat kekuasaan.[7]
Potensi insan berdasarkan konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong insan untuk berkreasi dan berinovasi.[8] Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya, insan sanggup menghasilkan sejumlah acara berupa ilmu pengetahuan, kesenian, ataupun benda-benda ciptaan.  Kemudian  melalui  kemampuan  berinovasi,  manusia  mampu  merekayasa temuan-temuan gres dalam banyak sekali bidang. Dengan demikian insan sanggup menimbulkan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.
b)   Konsep Ins (إنس)
Kata ins (إنس) merupakan salah satu turunan dari kata anasa (أنس). Kata ini juga sering pula diperhadapkan dengan kata al-jinn (الجن). Misalnya dalam beberapa ayat berikut:
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا ﴿ الإسراء : ۸۸
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ﴿الأنعام : ۱۱۲
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا ﴿ الجن : ٦﴾
Kedua jenis kata ini (الإنس والجن) tentu sangat bertolak belakang bahwa yang yang pertama bersifat kasatmata (kasat mata), sedangkan yang kedua bersifat tersembunyi. Ada sebanyak 17 kali Allah menyebutkan kata al-ins yang disandingkan dengan al-jinn atau jan. Dalam pemakaiannya, kata ins dalam Al-Quran mengarah kepada jenis dan memperlihatkan insan sebagai nomina kolektif. Secara keseluruhan, penyebutan al-Ins dalam Al-Quran sebanyak 22 kali.[9] Pendapat lain menyebutkan, sisi kemanusiaan  pada  manusia yang disebut dalam  al-Qur’an dengan kata al-Ins dalam arti “tidak liar” atau “tidak biadab” merupakan kesimpulan yang terperinci bahwa insan yang nampak itu merupakan kebalikan dari jin yang bersifat metafisik dan identik dengan liar atau bebas.[10]
Dari pendapat di atas sanggup dikatakan bahwa dalam konsep al-ins yang berarti insan selalu di posisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas. Kata ini mengandung makna bersifat halus dan tidak biadab. Adapun Jin yaitu makhluk bukan insan yang hidup di alam yang tak terinderakan.

c)    Konsep Nas (ناس)
Konsep al-Nas (ناس) pada umumnya dihubungkan dengan fungsi insan sebagai makhluk sosial.[11] Tentunya sebagai makhluk sosial, insan harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup sosial artinya dilarang sendiri-sendiri Karena insan tidak bisa hidup sendiri.
Asal mula terjadinya insan yang bermula dari pasangan pria dan perempuan (Adam dan Hawa) kemudian berubah menjadi masyarakat. Dengan kata lain, adanya ratifikasi terhadap spesis di dunia ini memperlihatkan bahwa insan harus hidup bersaudara dan dilarang saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah bahwasanya fungsi insan dalam konsep an-Naas. Mengenai asal bencana keturunan umat manusia, dijelaskan dalam ayat berikut:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿ النساء : ۱
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah membuat kau dari diri yang satu, dan daripadanya Allah membuat isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan pria dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kau saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. an-Nisa’ : 1)
d)   Konsep Unas (أناس)
Kata unas  (أناس), menyerupai halnya kata ins terdiri dari tiga abjad yang berarti manusia. Dari sini pula terbentuk kata anasiyyu (أناسي). Pemakaian kata ini dalam ayat-ayat Al-Quran selalu memperlihatkan kepada sejumlah insan sehingga mengandung makna suku atau kabilah. Kata ini ditemukan sebanyak 5 kali dalam Al-Quran yaitu QS. Al-Baqarah : 60; QS. Al-A’raf : 82, 160; QS. Al-Isra’ 71; dan QS. An-Naml : 56.[12] Lebih lanjut, teks ayatnya sanggup diperhatikan dibawah ini:
وَإِذِ اسْتَسْقَىٰ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِن رِّزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ ﴿ البقرة : ٦٠﴾
Artinya:
“Dan (ingatlah) saat Musa memohon air untuk kaumnya, kemudian Kami berfirman: "Pukullah watu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui daerah minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kau berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan”.(QS. al-Baqarah : 60)
e)    Konsep Basyr (بشر)
Kata Basyr (بشر) bermakna pokok sepertinya sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama, lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar lantaran kulitnya tampak terperinci dan berbeda dengan kulit hewan yang lain.[13] Oleh lantaran itu, kata basyar dalam Al-Quran secara khusus merujuk kepada badan dan lahiriah manusia.
Al-Quran memakai kata ini sebanyak 37, yaitu 36 kali dalam bentuk mufrad dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk memperlihatkan insan dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan insan seluruhnya. Dalam pengertian ini, sanggup kita temukan dalam QS. Al-Kahfi 110:
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ  أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ ﴿ الكهف : ۱۱٠﴾
Artinya:
Sesungguhnya saya ini hanya seorang insan menyerupai kamu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya Tuhan kau itu yaitu Tuhan Yang Esa”. (QS. al-An’am : 110)
            Pada konteks lain, ayat-ayat Al-Quran yang memakai kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses bencana insan sebagai basyar melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.[14] Hal ini ditegaskan di dalam QS. Al-Rum : 20:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنتُم بَشَرٌ تَنتَشِرُونَ ﴿ الروم : ۲٠﴾
Artinya:
“Dan di antara gejala kekuasaan-Nya ialah Dia membuat kau dari tanah, kemudian tiba-tiba kau (menjadi) insan yang berkembang biak”. (QS. ar-Ruum : 20)
Sejalan dengan  keterangan  diatas, maryam mengungkapkan keherananya “bagaimana mungkin saya memperoleh anak padahal belum pernah disentuh oleh basyar, yakni insan remaja yang bisa melaksanakan hubungan seksual”.[15] Keterangan ini ditegaskan dalam QS. al-Imran : 47:
قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ ﴿ آل عمران : ٤٧﴾
Artinya:
“Maryam berkata: ‘Ya Tuhanku, betapa mungkin saya mempunyai anak, padahal saya belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun”. QS. al-Imran : 47)
            Disamping itu, ditemukan pula kata basyiruhunna (بَاشِرُوهُنَّ) yang juga berakar dari kata basyara (بشر) dengan arti hubungan seksual. Kata ini disebutkan dua kali di dalam satu ayat, yakni QS. al-Baqarah : 187.[16]
f)    Konsep Bani Adam (بني آدم) dan Zurriyat Adam (ذرّيّة آدم)
Adapun kata bani adam (بني آدم) dan zurriyat Adam (ذرّيّة آدم), yang berarti anak Adam atau keturunan Adam dipakai untuk menyatakan insan bila dilihat dari asal keturunannya. Dalam Al-Qur’an istilah bani adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat.[17] Penggunaan kedua kata ini sanggup dilihat dibawah ini:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ﴿ الأعراف: ۳۱
Artinya:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. al-Baqarah : 31)
 أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا ﴿ مريم: ٥۸
Artinya:
“Mereka itu yaitu orang-orang yang telah diberi ni'mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis”.(QS. al-Baqarah : 58)
Menurut Thabathaba’i dalam Samsul Nizar (2001: 52), penggunaan kata bani Adam menunjuk pada arti insan secara umum. Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
1)   Anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya yaitu dengan berpakaian guna manutup aurat,
2)   Mengingatkan pada keturunan Adam supaya jangan terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada keingkaran,
3)   Memanfaatkan  semua yang ada di alam semesta dalam rangka  ibadah dan  mentauhidkan-Nya. Kesemuanya itu yaitu merupakan usulan sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain.
Lebih lanjut, Jalaluddin menyampaikan konsep Bani Adam dalam bentuk menyeluruh yaitu mengacu kepada penghormatan kepada nilai-nilai kemanusian. Dengan demikian, sanggup disimpulkan bahwa insan dalam konsep Bani Adam yaitu sebuah perjuangan pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada perbedaan sesamanya yang juga mengacu pada nilai penghormatan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta mengedepankan HAM.[18] Adapun yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Pencipta. Sebagaimana yang diutarakan dalam QS. Al-Hujarat: 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿ الحجرات: ۱۳
Artinya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami membuat kau dari seorang pria dan seorang perempuan dan menimbulkan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kau di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. al-Hujurat : 13)
C.       PENCIPTAAN MANUSIA DALAM AL-QURAN
Al-Quran telah memperlihatkan info kepada kita bahwa Allah SWT membuat insan dari bahan dan roh. Unsur bahan dan roh pada manusia  tidak bisa dijadikan terpisah atau bangkit sendiri satu sama lain, tetapi keduanya berpadu secara bersamaan dalam satu kesatuan yang saling melengkapi dan harmonis. Dari perpaduan yang saling melengkapi dan serasi ini, terbentukah diri insan dan kepribadiannya.

a)   Produksi dan Reproduksi Manusia
Al-Quran menguraikan produksi dan reproduksi pada manusia. Ketika berbicara wacana penciptaan insan pertama, al-Quran menunjuk kepada Sang Pencipta dengan memakai pengganti nama berbentuk tunggal.[19] Hal ini menyerupai diungkapkan dalam beberapa ayat berikut:

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ ﴿ ص: ٧۱
Artinya:

“(Ingatlah) saat Tuhanmu berfirman kepada malaikat: ‘Sesungguhnya Aku akan membuat insan dari tanah”.(QS. Shad: 71)
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ ﴿ ص: ٧٥﴾
Artinya:

“Allah berfirman: “Hai iblis, apakah yang menghalangi kau sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kau menyombongkan diri ataukah kau (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”. (QS. Shad : 75)