Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Meski Sudah Menikah, Ida Pandita Mpu Budha Maharesi Alit Parama Daksa Ingin Tetap Menjalankan Dharma

Ida Pandita Mpu Maharesi Alit Parama Daksa Meski Sudah Menikah, Ida Pandita Mpu Budha Maharesi Alit Parama Daksa Ingin Tetap Menjalankan Dharma

Jalan hidup memang tidak dapat ditebak. Itulah yang terjadi dalam kehidupan Ni Komang Widiantari, 32 tahun ini. Mantan sulinggih termuda di Kabupaten Bangli ini hasilnya menentukan melepaskan statusnya sebagai sulinggih dan menikah dengan pria yang dicintainya.  Sang suami pun berjanji akan membantu istrinya dalam menjalankan Dharma meski sudah tidak menjadi Pandita lagi.

Terlepas dari keputusan yang begitu mengejutkan, ternyata Mantan Sulinggih yang nama Ida Pandita Mpu Budha Maharesi Alit Parama Daksa sempat bermimpi mempunyai keluarga kecil. Kini, mimpinya tersebut hasilnya terwujud, sempurna di hari kemerdekaan Indonesia. Ia bersama suaminya Torin Logan Temple Kelin, 33 tahun, melaksanakan kesepakatan nikah mereka secara sederhana yang berlangsung di Griya Budha Salahin, Jum’at 17-8-2018.

Hujan deras tak jadi penghalang bersatunya kedua manusia tersebut dalam ikatan suci pernikahan. Itulah yang tergambar dari senyum sumringah kedua pasangan ini.


Ni Komang Widiantari atau sebelumnya dikenal dengan Ida Pandita Mpu Budha Maharesi Alit Parama Daksa didiksa ketika berumur 21 tahun. Meskipun ketika itu dirinya masih begitu belia, namun takdir hidup membawanya ke arah yang berbeda. “saya mediksa hanya mengikuti sabda Ida Sanghyang Widhi. Ini bukan berarti aku yang ingin ataupun memilih. Ketika itu aku hanya mengikuti harus, dikala ini pun begitu, hanya mengikuti harus. Biar takdir yang menjadi jalan hidup,”ucapnya.

Hal senada diucapkan Torin Logan Temple Kline. Pria yang lahir di Colorado Amerika Serikat, ini menjelaskan bahwa perempuan yang menjadi istrinya tersebut dahulu pernah bercerita mempunyai membangun sebuah keluarga kecil. “Dia bilang mimpinya ingin hidup senang dengan keluarga kecilnya. Namun ia tahu jika itu tidak mungkin, hasilnya ia mengubur dalam-dalam mimpi basahnya dan menentukan menjalankan kewajibannya sebagai seorang sulinggih,” ucap Torin.

Ketika ditanya bagaimana awal pertemuan mereka hasilnya menentukan tetapkan  ikatan janji suci pernikahan, pria 33 tahun ini hanya tersenyum malu. Menurutnya awal pertemuan mereka dari rasa ketertarikan berguru agama Hindu di Bali.

“Saya kebetulan mempunyai ashram, aku juga sudah melaksanakan perjalanan spiritual. Kebetulan aku suka berguru dan sering bertanya kepada guru aku (Nabe) yang ada di Ubud, dan disana aku bertemu sosok perempuan suci yang sangat luar biasa. Awalnya aku sangat mengaguminya,” ucapnya.

Ia menerangkan, berawal dari mengagumi dan intensitas pertemuan semakin sering menciptakan benih-benih cinta semakin berkembang. “awalnya aku hanya mengagumi dia. Di mata aku beliau yaitu perempuan hebat. Tidak gampang berada di posisinya, dengan usia yang masih muda dan tanggung jawab yang begitu besar,” ucap Torin.

Sama-sama intens dalam kegiatan keagamaan menciptakan mereka semakin sering bertemu. Di ashram aku dan di Amerika sering mengadakan upacara keagamaan, atas saran guru aku di Ubud, beliau Ni Komang Widiantari (Ida Pandita Mpu Budha Alit Parama Daksa) saja yang membantu memimpin upacara atau prosesi tersebut. Nah semenjak dikala itu kami sering ketemu pada kegiatan keagamaan,” ucapnya.

Seiring berjalannya waktu, rasa kagum dibenaknya ternyata tumbuh rasa ketertarikan. “saya yang awalnya menyadari rasa ketertarikan itu. Ketika aku ucapkan beliau menolak aku bahwa beliau tetap ingin menjadi Sulinggih,” ucap Torin.

Namun, rasa cinta yang dimilikinya hasilnya disambut juga.Terbukti sekarang perempuan 32 tahun tersebut menjadi istrinya. “saya akan tetap membantu beliau dalam menjalankan dharma, meskipun beliau sekarang tak lagi menjadi seorang Sulinggih,” ucapnya.

Ia berharap keputusan mereka tidak menjadi sebuah masalah. “saya harap semua pihak menghargai keputusan kami. Karena bagaimana pun kami berhak bahagia,” ungkap Torin.