Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gerakan Nahdlatul Ulama Dan Muhammadiyah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Gerakan Pembaharuan merupakan suatu perkumpulan terstruktur yang mempunyai misi sebagai pembenahan pemahaman, kepercayaan ataupun Agama biar kedepannya menjadi lebih baik. Gerakan tersebut sangat berarti eksistensinya, terutama dalam memperjuangkan dan menyempurnakan Agama. Agama Islam misalnya, membutuhkan upaya tersebut tidak lain supaya keberadaannya tetap ada dan tidak terhapus (hilang/musnah).
Sebuah pergerakan diseluruh dunia mustahil sama dan selaras pemahamannya, hal ini dikarenakan cara pandang individu atau kelompok yang sangat beragam dan kompleks dalam memahami sesuatu. Keadaan dan perkembangan zaman menciptakan dua pedoman hidup dinul islam, Al-Qur’an dan al-Hadits mengalami perubahan dalam penafsirannya. Dikarenakan timbul penafsiran yang berbeda-beda sampai memunculkan argumentasi penafsiran dari para mufasir yang berbeda-beda pula. Kemajemukan pemahaman ini yang kemudian para penafsir itu menyebarluaskan argumennya kepada masyarakat yang semakin usang semakin besar dan membentuk suatu komunitas yang disebut dengan gerakan pembaharu.
Di Indonesia gerakan pembaharu bermacam-macam, namun yang paling termasyhur dan populer yakni diantaranya: NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah. Antara keduanya mempunyai Visi, Misi, Cara pandang dan Tujuan yang agak berbeda satu sama lain, namun walaupun begitu mereka tidak bertentangan dengan landasan pokok atau syari’at agama Islam. Dengan adanya gerakan pembaharu tersebut, ciri dan kemajemukan Indonesia akan ke-Bhineka tunggal ikaannya sungguh terasa di masyarakat dan menjadi pengoreksian atas tafsiran-tafsiran agama islam dan membawa dampak baik bagi kedepannya.

B.     Rumusan Masalah
a.       Jelaskan Biografi Hasyim Asy’ari!
b.      Bagaimana sejarah lahirnya NU (Nahdlatul Ulama)?
c.       Jelaskan Biografi Ahmad Dahlan!
d.      Bagaimana sejarah lahirnya Muhammadiyah?

C.     Tujuan
a.       Untuk mengetahui biografi Hasyim Asy’ari.
b.      Untuk mengetahui sejarah lahirnya NU (Nahdlatul Ulama).
c.       Untuk mengetahui biografi Ahmad Dahlan.
d.      Untuk mengetahui sejarah lahirnya Muhammadiyah.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Hasyim Asy’ari
Nama Lengkap      : Muhammad Hasyim Asy’ari
Lahir                      : 10 April 1875, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Meninggal             : 25 Juli 1947, Jombang, Jawa Timur.
Dikenal                  : Pendiri Nahdlatul Ulama dan Pahlawan Nasional.
Gelar                     : Nadratusy Syaikh (Guru Besar)
Pengganti              : KH.A. Wahab Hasbullah.
Agama                   : Islam.
Pasangan               : Nyai Nafiqoh dan Nyai Maruroh.
Anak                     :Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azizah, Abdul Wahid, Abdul Hakim, Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, Muhammad Yusuf, Abdul Qadir, Fatimah, Chotijah, Muhammad Ya’Qub.
Kyai Haji Hasyim As’ari bab belakangnya juga sering disebut Asy’arie atau Ashari(Lahir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah 10 April 1875 – meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 Juli 1947, pada umur 72 tahun; 4 Jumadil Awwal 1292 H- 6 ramadhan 1366 H; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang), dia juga yaitu salah seorang jagoan Nasional Indonesia[1] yang juga merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Dikalangan Nahdiyin dan ulama pesantren dia dijuluki dengan sebutan Hadratus Syaikh atau maha Guru.
KH. Hasyim Asy’ari yaitu putra ke 3 dari 10 bersaudara[2]. Ayahnya berjulukan Kyai Asy’ari, pimpinan pesantren Keras yang berada disebelah selatan Jombang. Ibunya berjulukan Halimah. Sementara kesepuluh saudaranya antara lain: Nafi’ah, Ahmad Saleh, Maksum, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Nahrawi, Adnan. Berdasarkan garis keturunan Ibu, KH. Hasyim Asy’ari mempunyai garis keturunan baik dari Sultan Pajang Jaka Tingkir juga mempunyai keturunan ke Raja Hindu Majapahit, Raja Brawijaya V (Lembupeteng). Berikut ini silsilah K.H. Hasyim Asy’ari berdasarkan garis keturunan Ibu:
Hasyim Asy’ari putra Halimah putri Layyinah putri Sihah putra Abdul Jabar putra Ahmad putra Pangeran Sambo putra Pangeran Benowo putra Joko Tingkir (Mas Karebet) putra Prabu Brawijaya V (Lembupeteng)[3].
Beliau menikah empat kali dan kesemua Isterinya yaitu putri dari Ulama. Empat istrinya berjulukan Khadijah, Nafisah, Nafiqah, dan Masrurah. Salah seorang puteranya, Wahis Hasyim yaitu salah satu perumus Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Mentri Agama,[4] sedangkan cucunya yakni Abdurahman Wahid menjadi Presiden Indonesia.
K.H. Hayim Asy’ari berguru dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak Usia 15 tahun dia berkelana menimba Ilmu di aneka macam pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, pesantren Langitan di Tuban, pesantren Trenggilis di Semarang, pesantren Kademangan di Bengkalan, dan pesantren Siwalan di Sidoardjo.
Pada tahun 1892 Hasyim Asy’ari pergi menimba ilmu ke Mekkah, dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Makhfud At-Tarmasi, syekh Muhammad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi Bin Ahmad Ad-Saqqaf, dan Sayyid Husein Al-Habsyi[5].
Di makkah, awalnya K.H. Hasyim Asy’ari berguru dibawah bimbingan Syaikh Mahfud dari Termas (Pacitan) yang merupakan ulama dari Indonesia pertama yang mengajar Shahih Bukhori di Makkah. Syaikh Mahfud yaitu hebat hadits dan hal ini sangat menarik minat berguru K.H. Hasyim Asy’ari sehingga ketika kembali ke Indonesia pesantren yang dia dirikan sangat populer dengan pengajaran ilmu hadits. Beliau mendapat Ijazah eksklusif dari syeikh Mahfud untuk mengajar sahih Bukhori, dimana syeikh Mahfus merupakan pewaris terakhir dari pertalian peserta (Isnad) hadits dari 23 generasi peserta karya ini[6]. Selain berguru hadits ia juga berguru Tasawuf (Sufistik) dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah.
K.H. Hasyim Asy’ari juga mempelajari Fiqh Madzhab Syafi’i dibawah asuhan Syaikh Akhmad Katib dari minangkabau dan juga hebat dalam bidang Astronomi (Ilmu Falak), Matematika (ilmu hisab) dan Aljabar. Pada masa berguru pada Syaikh Ahmad Katib inilah K.H. Hasyim Asy’ari mempelajari tafsir Al-Manar karya monumental Muhammad Abduh. Pada prinsipnya dia menyukai pemikiran rasionalitas pemikiran Abduh akan tetapi kurang sepakat dengan ejekan Abduh terhadap Ulama Tradisionalis.
Gurunya yang lain yaitu termasuk ulama populer dari Banten yang mukim di Makkah yaitu Syaikh Nawawi Al-Bantani. Sementara gurunya yang bukan dari nusantara antara lain Syaikh Nata dan Syaikh Dagistani yang merupakan ulama populer pada masa itu[7].
Pada tahun 1899, sepulangnya dari Mekah, K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebu Ireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada masa 20. Pada tahun 1926 dia juga menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) yang berarti kebangkitan ulama.
K.H. Hasyim Asy’ari banyak menciptakan goresan pena dan catatan-catatan. Sekian banyak dari pemikirannya, setidaknya ada kitab-kitab karangannya yang fundamental dan menggambarkan pemikirannya; kitab-kitab tersebut antara lain:
·         Risalah Ahlis-sunnah Wal Jama’ah: Fi Hadisti Mawta wa Asyrathis-sa’ah wa baya Mafhumis-Sunnah wal Bid’ah (Paradigma Ahlusunnah wal Jama’ah: pembahasan ihwal orang-orang mati, tanda-tanda zaman dan klarifikasi ihwal sunnah dan bid’ah).
·         Al-Nuurul Mubiin Fii Mahabbati Sayyid Al-Mursaliin (Cahaya yang terang ihwal kecintaan kepada utusan Tuhan, Muhammad SAW).
·         Adab Al-aliim wal muta’allim fi maa yahtaju ilayh Ta’limihi (etika pengajar dan pelajar dalam hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pelajar selama belajar).
·         Al-Tibyan: Fi Nahyi’an Muqota’atil Arham wal aqoorib wal Ikhwan (penjelasan tengtang larangan memuus tali silaturahmi, tali persaudaraan dan tali persahabatan)[8].
·         Muqaddimah al-Qaanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul Ulama. Dari kitab ini para pembaca akan mendapat citra pagaimana pemikiran fundamental ia terhdap NU. Didalamnya terdapat ayat dan hadits serta pesan penting yang menjadi landasan awal pendirian Jam’iyyah NU. Boleh dikata kitab ini menjadibacaan wajib bagi para pegiat NU.
·         Risalah fi Ta’kid Al-Akhdzi bi Mazhab Al-A’immah al-Arba’ah. Alasan mengikuti Mazhab para imam yang empat.
·         Mawaidz. Adalah kitab yang bisa menjadi solusi cerdas bagi para pegiat di masyarakat. Saat kongres NU XI tahun 1935 di Bandung kitab ini pernah diterbitkan secara massal. Demikian juga Prof Buya Hamka harus menterjemahkan kitab ini untuk diterbitkan di majalah Panji Masyarakat, edisi 15 Agustus 1959.
·         Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi mabadi’ Jam’iyyati Nahdlatul Ulama. Hidup ini tak akan lepas dari rintangan dan tantangan. Hanya pribadi yang tangguh serta mempunyai sosok yang kukuh dalam memegang prinsiplah yang akan lolos sebagai pemenang. Kitab ini berisikan 40 hadits pilihan yang diharapkan sanggup menjadi pedoman bagi warga NU.
·         Al-Tanbihat al-Wajibat Liman Yushna  Al-Maulid bi Al-Munkarat. Kitab ini menyajikan beberapa hal yang harus diperhatikan ketika memperingati maulidur Rasul.

B.     Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU)
Tanggal Pembentukan: 16 Rajab 1344 (31 Januari 1926).
Jenis: Organisasi.
Tujuan: Keagamaan dan Sosial (Islam).
Kantor Pusat: DKI Jakarta, Indonesia.
Wilayah Layanan: Indonesia.
Jumlah Anggota: 85 Juta (2014)[9].
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendikiawan Islam), Disingkat NU, yaitu sebuah organisasi besar Islam di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Lambang Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali bersimpul dikitari oleh 9 bintang 5 bintang terletak melingkari diatas garis khatulistiwa yang tersebar diantaranya terletak ditengah atas sedang 4 bintang lainnya terletak melingkar dibawah khatulistiwa dengan goresan pena NAHDLATUL ULAMA dengan aksara arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia kesebelah kiri; semua terlukis dengan warna putih diats dasar hijau.[10]
Akibat penjajahan maupun akhir kungkungan tradisi, telah mengugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul tahun 1908 tersebut dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”. Semangat kebangkitan terus menyebar, sehabis rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai tanggapan muncullah aneka macam organisasi pendidikan dan pembebasan. Merespon kebangkitan nasional tersebut, Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) dibuat pada tahun 1916, kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Fiqri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum Saudagar).
Serikat itu yang kemudian dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatut Tujjar itu, Maka Tswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi forum pendidikan yang berkembang sangat pesatdan memilki cabang dibeberapa kota.
Berangkat dari munculnya aneka macam komite dan organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka sehabis itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih meliputi dan lebih sistematis untuk mengantisipasi Perkembangan zaman. Maka sehabis berkoordinasi dengan beberapa kyai, alasannya yaitu tidak terakomodir kyai dari kalangan tradisional untuk mengikuti konferensi Islam dunia yang ada di Indonesia dan Timur Tengah kesudahannya muncul komitmen dari para ulama pesantren untuk membentuk organisasi yang berjulukan “Nahdlatul Ulama” (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H(31 Januari 1926) dikota Surabaya. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi berdirinya NU. Diantara faktor itu yaitu perkembangan dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala bentuk amaliyah kaum Sunni. Sebuah pemikiran biar umat Islam kembali pada pemikiran fatwa Islam yang Murni, yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri dari sistem bermadzhab. Bagi para kyai pesantren, pembaharuan pemikiran keagamaan sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan, namun tetap dengan tidak meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih relevan. Untuk itu, Jam’iyyah Nahdlatul Ulama cukup didesak untu segera didirikan.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (Prinsip Dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqqad Ahlus-sunnah wal Jama’ah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan tumpuan warga NU dalam berfikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik
NU menganut Paham Ahlussunah wal Jama’ah, merupakan sebuah teladan pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem Aqil (Rasionalis) dengan kaum ekstrem Naqli (Skripturalis). Karena itu sumber aturan bagi NU tidak hanya Al-Qur’an dan Sunnah tetapi juga menggunakan kemampuan nalar ditambah dengan realitas Empirik. Cara berfikir menyerupai itu dirujuk dari cara berpikir terdahulu menyerupai Abu al-Hasan al-Asy’ari dan debu Mansur al-Maturidi dalam bidang teologi/tauhid/ketuhanan. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikiti Madzhab:Imam Syafi’i, dan juga mengikuti tiga madzhab lain: Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Hambali, sebagaimana tersirat dalam lambang NU dengan gambar bintang 4 dibawahnya. Sementara dalam bidang tasawuf, membuatkan metode Al-Ghazali dan Syeikh Juneid al-Bagdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984 yang merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali fatwa Ahlussunnah waljama’ah, serta merumuskan kembali metode berfikir baikdalam bidang fiqh maupun sosial. Serta merumuskan kembali korelasi NU dengan Negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Usaha-usaha yang dilakukan NU dalam aneka macam pembenahan sektor guna memperlihatkan donasi kepada negara dan masyarakat yakni diantaranya:
1.      Di bidang agama, melaksanakan dakwah islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2.      Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertaqwa, berbudi luhur, dan berpengetahuan luas. Hal ini terbukti dengan lahirnya lembaga-lembaga pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar diberbagai tempat khususnya dipulau jawa.
3.      Dalam bidang sosial budaya, yakni mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4.      Dibidang ekonomi mengusahakan pemerataan komitmen untu menikmati hasil usaha pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan tubuh keuangan lain yang telah terbukti membantu masyrakat.
5.      Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyarakat.
Untuk melaksanakan usaha-usaha tersebut NU diantarananya menciptakan forum pelaksana kebijakan yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lembaga ini meliputi:
1.      Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LD-NU)
2.      Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’Arif NU)
3.      Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama (LPK-NU)
4.      Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LP-NU)
5.      Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPP-NU)
6.      Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU). Lembaga Asosiasi Pesantren Nahdalatul Ulama.
7.      Lembaga Kemaslahatan Kleuarga Nahdlatul Ulama (LKK-NU)
8.      Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTM-NU)
9.      Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-NU)
10.  Lembaga penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH-NU)
11.  Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LK-NU)
12.  Lembaga Badan Hlal Nahdlatul Ulama (LBH-NU)
13.  Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)
Nahdlatul Ulama juga memilki Lajnah yang merupakan pelaksana acara NU yang memerlukan penanganan Khusus, Lajnah ini meliputi:
1.      Lajnah Batsul Masail Nahdalatul Ulama (LBM-NU)
2.      Lajnah Falaqiyah Nahdlatul Ulama (LF-NU)
3.      Lajnah Ta’lif wan Nasyr Nahdalatul Ulama (LTN-NU)
4.      Lajnah Auqaf Nahdlatul Ulama (LA-NU)
5.      Lajnah zakat, infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS-NU)
Kemudian Nahdlatul Ulama memilki tubuh otonom yang merupakan pelaksana kebijakan NU yang terkait dengan kelompok masyrakat tertentu. Badan otonom ini meliputi:
1.      Jam’iyyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN)
2.      Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU)
3.      Gerakan Pemuda Anshor Nahdlatul Ulama (GP Ansor NU)
4.      Fatayat Nahdlatul Ulama(Fatayat NU)
5.      Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KM-NU)
6.      Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
7.      Ikatan Pelajar Puteri Nah dlatul Ulama (IPPNU)
8.      Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
9.      Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa (IPSNU Pagar Nusa)
10.  Jam’iyyatul Qorro wal Huffadz Nahdlatul Ulama (JQH NU)
11.  Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU)
Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, secara umum dikuasai pengikut NU terdapat dipulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi yang beragam, meskipun sebgian besar diantara mereka yaitu rakyat biasa baik diperkotaan maupun dipedesaan. Mereka mempunyai kohesifitas yang tinggi, alasannya yaitu secara sosial ekonomi mempunyai problem yang sama, selain itu juga sama-sama menjiwai ajarah ahlus sunnah waljama’ah. Pada umumnya mereka memilki ikatan cukup berpengaruh dengan dunia pesantren yang merupakan sentra pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
C.    Biografi Ahmad Dahlan
Nama Lengkap            : Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Lahir                            : 1 Agustus 1868 Yogyakarta.
Meninggal                   : 23 Februari 1923 Yogyakarta.
Dikenal                        : Pendiri Muhammadiyah dan Pahlawan Nasional.
Agama                         : Islam.
Pasangan                     : Hj. Siti Walidah, Nyai Abdullah, Nyai Rum, Nyai Aisyah, Nyai Yasin.
Anak-anak                   : Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyroh, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah, Dandanah.
Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (Lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) yaitu seorang jagoan nasional Indonesia. Beliau yaitu putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar yaitu seorang ulama dan khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta pada masa itu, dan Ibu dari K.H. Ahmad Dahlan yaitu Puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan yaitu Muhammad Darwisy, dia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Beliau termasuk keturunan ke duabelas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka diantara walisongo, yaitu pencetus penyebaran agama Islam dijawa.[11]
Pada umur 15 tahun, dia pergi haji dan tinggal di mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam islam, menyerupai Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, dia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, dia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama 2 tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeikh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ari. Pada tahun 1912, dia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekah dia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak dari kyai penghulu Haji Fadhil seorang jagoan Nasional da pendiri Aisyiah. Dari perkawinannya dengan siti Walidah, Ahmad Dahlan dikaruniai 6 orang anak yaknu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyroh, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah.[12] Disamping itu K.H. Ahmad Dahlan Juga menikahi Nyai Abdullah, Janda H.Abdullah. dia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Nyai Munawir Krapyak. K.H Ahmad Dahlan juga mempunyai Putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik adjengan penghulu) cianjur yang berjulukan Dandanah. Ia pernah Pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.[13]
Disamping aktif menggulirkan gagasannya ihwal gerakan dakwah Muhammadiyah, dia juga dikenal sebagai wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang ketika itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, dahlan juga dengan gampang diterima dan dihormati ditengah kalangan masyarakat, sehingga dia juga dengan cepat mendapat tempat di organisasi Jam’iyyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Komite Pembela Knjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912 Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan impian pembaharuan Islam dibumi Nusantara. Ahmad Dahlan juga ingin melaksanakan suatu pembaharuan dengan cara berfikir dan bersedekah berdasarkan tuntunan Agama Islam. dia ingin mengajak Umat Islam Indonesia untuk kembali hidup berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan semenjak awal dia telah memutuskan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak dibidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapat resisitensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan, dan hasutan, tiba bertubi-tubi kepadanya. Beliau dituduh hendak mendirikan agama gres diluar agama Islam. Ada yang enuduhnya sebagai kyai palsu, alasannya yaitu mengajar disekolah belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh budi utomo yang kebanyakan dari golongan kyai, dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad dahan dempat mengajar agama Islam disekolah OSVIA magelang, yang merupakan sekolah khusus belanda untuk bawah umur Priyai. Bahkan adapula orang yang hendak membunuhnya. Namun dia berteguh hati untuk terus meneruskan impian dan usaha Pembaharuan Islam ditanah air dan bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912 Ahmad Dahlan Mengajukan permohonan kepada pemerintah hindia Belanda untuk mendapat Badan Hukum. Permohonan itu gres dikabulkan pada tahu 1914, dengan surat ketetapan pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin tersebut hanya berlaku untuk tempat Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di Yogyakarta. Dari pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan berkembangnya organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya kemudian dibatasi. Walaupun muhammadiyah dibatasi, tetapi di tempat lain menyerupai Srandakan, Wonosari, Imogiri, dll telah berdiri cabang-cabang Muhammadiyah. Hal ini terang bertentangan dengan keinginan Hindia Belanda. Untuk mengatasinya maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan biar cabang Muhammadiyah diluar Yogyakarta menggunakan Nama Lin. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujungpandang.[14] Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Siddiq Amanah Tabligh Fatonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota yogyakarta sendiri dia menganjurkan  adanya jamaah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Berbagai kumpulan dan jamaah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, Diantaranya ialah: Ikhwanul Muslimin[15], Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul –Aba, Ta’awanun alal birri, Wal Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syaharatul Mubtadi.[16]
Dahlan juga dekat dan berdialog dengan tokoh agama lain menyerupai Pastur Van Lith pada 1914-1918 yang merupakan tokoh dikalangan keagamaan katolik dan ketika itu dia tidak ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.[17]
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan Tabligh keberbagai kota, disamping itu juga lewat relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapat sambutan yang besar dari masyarakat diberbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari daerah-daerah lain tiba untuk menyatakan pemberian terhadap muhammadiyah. Muhammadiyah makin usang makin berkembang diseluruh Indonesia. Oleh alasannya yaitu itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Ahmad Dahlan mengajukan permohonan Kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah diseluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seseorang yang demokratis dalam menjalankan acara dakwah Muhammadiyah, dia juga menfasilitasi para anggota muhammadiyah untuk proses penilaian kerja dan menentukan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam acara gerakan dakwah Muhammadiyah telah dilaksanakan 12 kali pertemuan anggota (Sekali dalam setahun) yang ketika itu digunakan istilah Algemeene Vergedering (Persidangan Umum).
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran Bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan Pendidikan, maka pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat keputusan presiden No. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1.      KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan Umat Islam untuk menyadari Nsibnya sebagai bangsa Terjajah yang masih harus berguru dan berbuat.
2.      Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memperlihatkan fatwa Islam yang Murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan bersedekah bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iktikad dan islam.
3.      Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diharapkan bagi kebnagkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa fatwa islam.
4.      Dengan organisasinya, Muhammadiyah bab Wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan perempuan Indonesia untuk mengecap pendidikkan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.

D.    Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Tanggal Berdiri           : 8 Djulhijjah 1330 H/18 November 1912 M.
Jenis                            : Organisasi Masyarakat islam.
Tujuan                         : Keagamaan, Pendidikan, dan Sosial.
Kantor pusat               : 1. Jl. Cik Dik Tiro, Kota Yogyakarta, DIY, Indonesia.
2. Jl. Menteng Raya, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia.
Jumalah anggota         : 50 Juta (2014).
Muhammadiyah yaitu sebuah Organisasi Islam besar di indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga muhammadiyah juga dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi MuhammadSAW. Tujuan utama Muhammadiyah yaitu mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. penyimpangan ini sering menyebabkan fatwa Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di tempat tertentu dengan alasan adaptasi.[18]
Gerakan muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan fatwa Islam bukan sekedar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan insan dalam segala aspeknya.
Dalam pembentukannya muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al-Qur’an, diantaranya Surah Ali Imrah ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada diantara kau segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar.; mereka yaitu orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut berdasarkan para tokoh Muhammadiyah mengandung instruksi untuk bergeraknya umat dalam melaksanakan dakwah islam secara terorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan ihwal hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqqaddmah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan Amal-Usaha dan usaha dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan diseluruh Indonesia.
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan dikampung Kauman, Yogyakarta. Perserikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha K.H.Ahmad Dahlan untuk memurnikan fatwa Islam yang berdasarkan anggapannya banyak dipengarui oleh hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga mempunyai basis dakwah untuk perempuan dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu tugas dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal dengan Hogere School Moehammadijah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah (Sekarang dikenal dengan Madrasah mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta khusus laki-laki, yang bertempat dijalan S.Perman no 68 Patangpuluhan Kecamatan Wirobrajan dan MadrasahMu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta Khusus perempuan) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi eksklusif pimpinan sentra Muhammadiyah.[19]
Nama Muhammadiyah pada awalnya diusulkan oleh para sahabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang berjulukan Muhammad Sangidu, seorang ketib anom keraton Yogyakarta yang kemudian diputuskan kyai Dahlan sehabis melalui shalat Istikharah.[20] Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912-1923) dampak muhammadiyah terbatas di keresidenan-keresidenan seperti; Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, sekitar tempat pekalongan sekarang. Selain yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang muhammadiyah telah menyebar keseluruh Sumatera Barat, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.[21]
a.       Majlis-majlis yang telah dibuat oleh Muhammadiyah dari awal terbentuk yakni:
1.      Majlis Tarjih dan Tajdid.
2.      Majlis Tabligh.
3.      Majlis Pendidikan Tinggi.
4.      Majlis Pendidikan dasar dan menengah.
5.      Majlis Pendidikan Kader.
6.      Majlis Pelayanan Sosial.
7.      Majlis Ekonomi dan Kewirausahaan.
8.      Majlis Pemberdayaan Mayarakat.
9.      Majlis Pembina Kesehatan Umum.
10.  Majlis Pustaka dan Informasi.
11.  Majlis Lingkungan Hidup.
12.  Majlis Hukum dan Hak Asasi Manusia.
13.  Majlis Waqaf dan Kehartabendaan.
b.      Lembaga-lembaga yang dibangun oleh Muhammadiyah yakni diantarnya:
1.      Lembaga pengembangan Cabang dan Ranting.
2.      Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan.
3.      Lembaga Penelitian dan Pengembangan.
4.      Lembaga Penanggulangan Bencana.
5.      Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah.
6.      Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik.
7.      Lembaga Seni Budaya dan Olahraga.
8.      Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional.
c.       Muhammadiyah juga mempunyai beberapa organisasi otonom, yakni diantaranya:
1.      ‘Aisyiyah (Wanita Muhammadiyah).
2.      Pemuda Muhammadiyah.
3.      Nasyiatul Aisyiyah (Puteri Muhammadiyah).
4.      Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
5.      Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
6.      Hizbul Wathan (Gerakan Kepramukaan).
7.      Tapak Suci Putera Muhammadiyah (Perguruan Silat).
Amal Usaha Muhammadiyah terutama bergerak dibidang pendidikan serta layanan kesehatan dan sosial dalam wadah Pembina Kesejahteraan Umat (PKU), yaitu:
1.      Pendidikan[22]
·         TK/TPQ Muhammadiyah, jumlahnya sebanyak 4.623.
·         SD/MI Muhammadiyah, jumlahnya sebanyak 2.604.
·         SMP/MTs Muhammadiyah, jumlahnya sebanyak 1.772.
·         SMK/SMA/MA Muhammadiyah, jumlahnya sebnyak 1.143.
2.      Kesehatan
·         Rumah Sakit, jumlah Rumah Sakit Umum dan Bersalin Muhammadiyah/ Aisyiyah yang terdata sejumlah 72.[23]
·         Balai Kesehatan Ibu dan Anak.
·         Balai Kesehatan Msyarakat.
·         Balai Pengobatan.
·         Apotek.
3.      Sosial
·         Panti Asuhan Yatim.
·         Panti Jompo
·         Balai Kesehatan Sosial.
·         Panti Wreda/Manula.
·         Panti Cacat Netra.
·         Santunan (Kelurga, Wreda/Manula, Kematian).
·         BPKM (Balai Pendidikan dan Keterampilan Muhammadiyah).
·         Rehabilitasi Cacat.
·         Sekolah Luar Biasa (SLB-Muhammadiyah)
·         Pondok Pesantren Muhammadiyah.













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dengan pembahasan ihwal kedua organisasi ini yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, penulis berharap pembaca bisa memahami semua aspek-aspek dari organisasi-organisasi yang telah dijabarkan diatas. Sudah selayaknya kita mengetahui organisasi ini jauh lebih dalam terutama terkait sejarah berdirinya dan terkait pemikiran-pemikiran yang mereka cetuskan.
Organisasi-organisasi ini membangun Indonesia dan Agama biar lebih maju dalam bidang Ilmu pengetahuan. Organisasi yang sudah kita ketahui dari pembahasan tadi mempunyai tujuan dan pemikiran yang sama, hanya saja dalam beberapa aspek sosial, politik dan budaya sedikit berbeda. Seperti muhammadiyah yang tujuan utamanya yaitu mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. penyimpangan ini sering menciptakan fatwa Islam bercampur baur dengan kebiasaan didaerah tertentu dengan alasan Adaptasi. Tetapi pada hakikatnya baik NU maupun Muhammadiyah, keduanya mempelopori Islam yang menyatu dengan Nusantara, dan sanggup mengatasi permaslahan-permasalahan Agama, Pendidikan, dan sosial dimasyrakat alasannya yaitu keduanyapun dituntut sanggup memperlihatkan solusi atas maslah tersebut.

B.     Saran
Walaupun makalah ini telah diusahakan dalam hal penyusunannya secermat mungkin, namun tidak menutup kemungkinan masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam segi klarifikasi maupun dalam penulisannya. Oleh alasannya yaitu itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran yang sifatnya konstruktif serta koreksi dari pembaca. Dan semoga makalah ini sanggup menjadi amal ibadah bagi penulis serta kemanfaatan bagi pembaca.










SUMBER REFERENSI
Khuluq, L. 2000, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari.
Misrawi, Juhairi. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari moderasi, keumatan, dan kebangsaan, Kompas Media Nusantara, 2010.
Wahyudi, Jarot (2002). Burhanuddin, Jajat, ed. Nyai Ahmad Dahlan: Penggerak Perempuan Muhammadiyah. Ulama Perempuan Indonesia. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Pp. 39-67. ISBN 978-979-686-644-1.
                                                                                                                  
Umar Hasyim, Muhammadiyah Jalan Lurus. 1990, Surabaya. Bina Ilmu.
Haedar Nashir, Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah. 2000, Yogyakarta. Brigif Publishing.
Rusli Karim, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar. 1986, Jakarta. Rajawali.
Amien Rais, Intelektualisme Muhammadiyah. 1995, Bandung. Mizan.
Djurdi.s, 1 Abad Muhammadiyah. 2010, Bandung.Kompas. ISBN 979-709-498-7.
Alfian, Muhammadiyah: The Political behaivior of a Muslim Modernist Organization Under Dutch colonialism. Gadjah Mada University Press. ISBN 979-420-118-9.













LAMPIRAN






[1] Berdasarkan surat keputusan presiden RI No. 294 tahun 1964 tanggal 17 November 1964, presiden RI menganugerahi Kyai Hasyim Asy’ari gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
[2] Khuluq, L. 2000, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, LkiS. Hal. 18.
[3] Ibid Hal.17.                     
[4] Khuluq 2008, hlm 20-21.
[5] Ibid, hlm 25.
[6] Arifin, Kepemimpinan Kyai, hal.72; lihat juga Anam, Pertumbuhan, hal.60.
[7] Zamaksari, Tradisi Pesantren. Hal.95.
[8] Misrawi, Juhairi. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari moderasi, keumatan, dan kebangsaan, Kompas Media Nusantara, 2010, hal.17.
[9] Rajan Ghosh (4 Januari 2014)
[10] Nalar politik NU dan Muhammadiyah, 2009.
[11] Kutojo dan safwan, 1991.
[12] Wahyudi, Jarot (2002). Burhanuddin, Jajat, ed. Nyai Ahmad Dahlan: Penggerak Perempuan Muhammadiyah. Ulama Perempuan Indonesia. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Pp. 39-67. ISBN 978-979-686-644-1.
[13] Ibid 71-75.
[14] Mubarok, Aceng. (2010), Menjiarahi watu nisan Tajdid: Refleksi Jelang Seabad Muhammadiyah dalam “Satu masa mengkaji ulang Arah pembaharuan Muhammadiyah”, Dawam Rahardjo dkk.
[15] Ikhwanul Muslimin Hasan Al-Banna.
[16] Kutojo dan Afwan, 1991:33.
[17] Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan, Haedar Nashir, 2010.
[18] Umar Hasyim, Muhammadiyah Jalan Lurus, (Surabaya. Bina Ilmu: 1990) Hlm.v.
[19] Haedar Natsir. Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah dalam kritik dan komentar. (Rajawali, Jakarta:1986) Hlm.3.
[20] Darban, Adaby. Ahli Sejarah UGM, Darban, 2000:34, Kauman. Yogyakarta
[21] Amien Rais, Intelektualisme Muhammadiyah (Bandung:Mizan), 1995. Hlm.9.
[22] Pusat Data Muhammadiyah (Muhammadiyah Disaster Management Center)
[23] Ibid.