Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gadis Pantai Pdf Karya Pramoedya



Gadis Pantai ialah karya sastra yang tidak selesai (unfinished story).  Karya ini ialah trilogi dari karya sastra Pramoedya Ananta Toer. Dua buku lanjutan Gadis Pantai sudah hilang di bawah kekerasan kekuasaan Angkatan Darat. 

Karya sastra Gadis Pantai ini juga mungkin akan pernah ada kalau pihak Universitas Nasional Australia (ANU) di Canberra tidak mendokumentasikannya lewat tesis seorang mahasiswi, Savitri P. Scherer, tentang proses kepengarangan Parmoedya di tengah gejolak budaya dan kekuasaan. 

Mahasiswi tersebut mengirim kembali karya sastra tersebut terhadap pengarangnya, yakni Pramoeda Ananta Toer.

Gadis Pantai ialah dongeng seorang anak gadis yang lahir dan berkembang di suatu kampung nelayan di Jawa Tengah, Kabupaten Rembang, yang kemudian dalam karya satra ini gadis tersebut dinamai Gadis Pantai. 

Suatu hari pada permulaan kala duapuluh ketika Gadis Pantai berusia empatbelas tahun, seorang delegasi seorang pembesar di keresidenan Jepara Rembang mendatangi wilayah kediaman orangtua Gadis Pantai. 

Dalam waktu cuma beberapa hari saja, delegasi tersebut menjinjing Gadis Pantai, kedua orangtuanya, beserta kepala kampung mereka ke tempat tinggal penguasa tersebut. Sejak ketika itu Gadis Pantai mesti meninggalkan semua yang dikenalnya, dapurnya, situasi kampungnya sendiri dengan busuk anyir abadinya, jala yang setiap ahad diperbaikinya, layar renta yang tergantung di dapur, dan juga busuk bahari tanahairnya.

Gadis pantai sudah dinikahkan dengan seorang penguasa wilayah lokal yang pada masa itu setiap penguasa residen disebut dengan Bendoro. Tidak seumpama kebanyakan pernikahan, Gadis Pantai ketika dinikahkan tidak berhadapan eksklusif dengan kandidat suaminya sendiri, melainkan dengan sebilah keris. 

Sehari setlah menikah, Gadis Pantai akan dibawa ke kota, wilayah kediaman Bendoro, penguasa yang sudah dinikahinya yang tidak belum pernah dilihatnya seumur hidupnya.

Berbalutkan kain dan kebaya yang tidak pernah dimimpikannya akan ia miliki, seuntai kalung emas tipis dengan gandulan berupa jantung yang menghiasi lehernya, dan bedak tebal pada wajahnya, Gadis Pantai berangkat ke kota dengan hati yang risau dan takut mesti pergi meninggalkan semua yang dikenalnya menuju wilayah dan sosok yang serupa sekali asing. 

Dua kendaraan berupa delman menjadi alat transportasinya. Ibu, ayah, dan kepala kampung ikut serta.

Setibanya mereka di kediaman Bendoro, cuma kepala kampung yang diijinkan menghadap Bendoro, sedangkan ayah kandungnya sendiri tidak diikutsertakan dalam pembicaraan. 

Ayah Gadis Pantai dipersilahkan kembali ke kampung pantai setelah mereka bermalam semalam dan ibunya menyusul kemudian cuma hitungan beberapa ahad saja. 

Sejak tiba di kediaman Bendoro yang sungguh luas dan berisikan beberapa ruang yang luas dengan lorong-lorong yang panjang, Gadis Pantai dilayani seorang bujang perempuan paruh baya. 

Dari bujang paruh baya inilah Gadis Pantai menuntut ilmu bagaimana bersikap di kediaman tersebut, bagaimana melayani Bendoro, ruangan-ruangan apa saja yang ada rumah besar itu, serta siapa sejumlah anak pria yang sering dilihatnya.

Pada masa itu, seorang bendoro biasa memiliki istri seumpama Gadis Pantai, yakni gadis-gadis yang di bawah derajat ataupun kedudukannya untuk melatih dirinya sendiri menjadi seorang pria atau suami kelak ketika akan menikah dengan perempuan yang berasal dari kalangannya sendiri yang sederajat. 

Gadis-gadis seumpama Gadis Pantai cuma dimanfaatkan untuk keperluan biologis para bendoro, yang berikutnya disebut selaku Mas Nganten. Ketika seorang Mas Nganten melahirkan seorang bayi, kiprah mereka sudah selesai. 

Ia akan diusir dari keresidenan dan bukan lagi selaku Mas Nganten ataupun istri bendoro. Kalaupun perempuan tersebut menjadi bujang di rumah tersebut, perempuan itu tetap mesti melayani anak mereka sendiri selaku bendoro kecil. 

Bayi tersebut akan dibesarkan selaku anak bendoro sendiri dan akan dididik dan menuntut ilmu mengaji.

Kegiatan Gadis Pantai di dalam residen tersebut sungguh terbatas dan sunyi, ia melakukan pekerjaan cuma untuk melayani dan taat terhadap Bendoro. 

Bujang perempuan paruh baya yang sering melayaninya melatih Gadis Pantai untuk siap memperoleh dan dipakai Bendoro, diajarkannya Gadis Pantai bagaimana bersikap, apa saja yang dilarang atau mesti diucapkan untuk menggembirakan hati Bendoro. 

Sosok Bendoro yang halus dan lembut menghasilkan Gadis Pantai menjadi memperoleh keberadaannya selaku Mas Nganten Bendoro. Namun eksistensi Bendoro yang sungguh jarang menghasilkan Gadis Pantai merasa merindukan Bendoro, suaminya. 

Pengetahuan yang didapatnya dari bujangnya, menghasilkan Gadis Pantai mencicipi cemburu kalau ternyata eksistensi Bendoro di kamarnya yang jarang atau Bendoro yang sering keluar residen untuk menemui Mas Nganten-Mas Nganten lainnya ataupun Bendoronya memiliki Mas Nganten yang baru.

Suatu insiden menghasilkan bujang paruh baya Gadis Pantai diusir dari istana residen dan selaku gantinya Gadis Pantai dilayani seorang bujang yang masih muda berjulukan Mardinah. 

Ketika Gadis Pantai memperoleh ijin dari Bendoro untuk mendatangi orangtuanya di kampung pantai, Bendoro mewakilkan Mardinah selaku pengiringnya ke kampung halaman. 

Di kampung pantai, Gadis Pantai mengenali ternyata Mardinah ialah delegasi seorang bendoro lain untuk membunuh Gadis Pantai, agar Bendoro melewatkan Gadis Pantai dan secepatnya memperistri putrinya dan selaku imbalan akan menyebabkan Mardinah selaku istri kelimanya. Mardinah pun dieksekusi alasannya yakni kerja keras percobaan pembunuhan terhadap Gadis Pantai.

Di usia perkawinannya dengan Bendoro yang ketiga, Gadis Pantai hamil. Ayah Gadis Pantai yang alhasil mengenali kedudukan putrinya selaku Mas Nganten yang ternyata cuma selaku seorang istri percobaan saja, merasa menyesal dan iba terhadap putrinya. 

Ketika ayahnya mendatanginya ke kota beberapa bulan setelah kelahiran cucunya, Bendoro menceraikan Gadis Pantai. Bendoro menampilkan Gadis Pantai duit pesangon dan menampilkan ayahnya duit ganti rugi dan menghalau mereka berdua. 

Sembilan bulan masa mengandung putrinya, Gadis Pantai merasa sungguh sedih mesti meninggalkan putrinya yang masih bayi. Ia pun memohon terhadap Bendoro untuk sanggup menjinjing serta putrinya alasannya yakni Bendoro sendiri sudah memiliki banyak anak. Tetapi yang didapat Gadis Pantai yakni pemukulan dan pengusiran secara kasar dari Bendoro.

Dalam perjalanan menuju kampung pantai, Gadis Pantai pastikan untuk tidak kembali ke kampung halamannya alasannya yakni perasaan aib terhadap orang-orang kampung. Gadis Pantai pastikan untuk kembali ke kota sebentar dan pergi ke Blora mencari bekas bujang wanitanya yang paruh baya yang dahulu diusir oleh Bendoro.